Aktivis Palestina berbuka puasa di depan pos pemeriksaan...

BY Rara Atto Edited Tue,06 Jun 2017,09:25 AM

Aktivis Palestina berbuka puasa di depan pos pemeriksaan Israel di kota Hebron

Hebron, SPNA – Sekelompok aktivis kemanusiaan Palestina dan internasional menyelenggarakan buka puasa bersama, Senin (05/06/2017), di depan pos pemerikasaan militer Israel di selatan Tepi Barat, kota Hebron. Awalnya, mereka akan menghadiri jamuan buka puasa yang dilaksanakan oleh salah seorang aktivis lokal, Mufid Sharabati, namun Israel mencegah mereka untuk menghadiri jamuan tersebut.

Mufid Sharabati adalah seorang aktivis yang bermukim di jalan Syuhada, sebuah jalan yang dikenal sebagai salah satu tempat diserukannya kampanye “Dismantle the Ghetto,” yaitu kampanye pembongkaran perkampungan Yahudi yang terdapat di perkotaan. Kampanye ini menyerukan untuk diakhirinya penutupan jalan yang dilakukan oleh militer Israel serta pembatasan terhadap pergerakan warga Palestina di Hebron.

Di pos pemerikasaan, pasukan Israel menghentikan para aktivis di pintu masuk jalan Syuhada untuk mencegah mereka mendekati pos pemeriksaan, dengan alasan nama mereka tidak terdaftar sebagai warga setempat. “Maka para aktivis memutuskan untuk berbuka puasa di jalan depan pos pemeriksaan, “ ungkap Majid Abu Sbeih, salah seorang aktivis.

Abu Sbeih menjelaskan hal ini dilakukan “untuk menentang klaim otoritas Israel yang memberlakukan prosedur khusus bagi warga setempat selama Ramadhan.”

“Sementara otoritas Israel mengatakan bahwa tindakan seperti ini juga diberlakukan di wilayah otoritas pendudukan selama bulan Ramadhan, seperti Salayma, al-Hariqa dan lainnya,” ungkap aktivis lainnya, Hisham Sharabati.

Mengenai pembatasan pergerakan warga, ia menambahkan, “mencegah warga untuk melakukan ritual Ramadhan, seperti berkumpul dengan keluarga atau berbuka puasa bersama.”

“Akibat pos pemerikasaan ini, para tamu, teman dan kerabat yang menerima undangan berbuka puasa ditolak untuk mengakses jalan tersebut dan dipersilahkan melalui jalan bypass yang panjang dengan berjalan kaki,” ungkapnya.

Koordinator Pembela Hak Asasi Manusia di Palestina, Badi Dweik mengatakan bahwa tindakan tersebut adalah “pesan kepada dunia internasional, untuk memeperlihatkan kondisi kehidupan kelaurga di jalan Syuhada. Kami ingin dunia internasional belajar lebih banyak mengenai hal-hal yang tak kasat mata ini, inilah penghinaan yang dialami warga Palestina setiap harinya.”

“Hak dasar yang paling sederhana – seperti kebebasan untuk bergerak -  yang seharusnya berlaku untuk setiap manusia di manapun, tapi tidak berlaku bagi keluarga di sini.  Orang-orang di sini hidup layaknya di kandang, mereka diberi nomor, dan diisolasi dari komunitas mereka.”

Dweik juga menambahkan bahwa izin khusus diberikan kepada 700 warga Palestina yang tinggal di wilayah Tepi Barat untuk mengunjungi keluarga mereka di Israel “sangatlah rendah,” dan “lebih mirip sebagai lelucon bagi bangsa Palestina yang hidup di al-Khalil (Hebron)  yang tidak diberi kebebasan bergerak.”

Jalan Syuhada menjadi salah satu pusat perekonomian di Hebron hingga terjadi pembantai di Masjid Ibrahim pada tahun 1994.  Kala itu seorang pemukim Yahudi kelahiran Amerika  secara agresif memeasuki masjid dan membantai 29 warga Palestina yang sedang beribadah.

Pembantaian itu memicu terjadinya aksi protes di Tepi Barat dan Gaza. Tentara Israel bereaksi dengan membunuh puluhan pengunjuk rasa dan memerintahkan untuk menutup ratusan usaha milik warga Palestina di jalan Syuhada, bahkan sepenuhnya menyegel jalan tersebut  untuk warga Palestina.

Pasca pembantaian, kota tersebut tebagi menjadi dua zona yang dikuasai oleh Israel dan Palestian.

Mayoritas kota berada dalam hukum otoritas Palestina, sementara wilayah Kota Tua dan sekitarnya berada dalam kontrol militer Israel yang dikenal sebagai wilayah sektor H2.

 

SPNA Gaza News

Sumber: Ma’an News, penerjemah: Ratna

leave a reply
Posting terakhir