Human Right Watch: Pemindahan paksa warga Palestina adalah kejahatan perang

Al-Quds, SPNA - Human Right Watch (HRW) mengungkapkan, Israel mendorong warga Palestina di Al-Quds untuk meninggalkan rumah mereka melalui sebuah kebijakan pemindahan sistematis yang melanggar hukum internasional.

BY 4adminEdited Wed,09 Aug 2017,11:20 AM
3.jpg

Al Jazeera - Gaza City

Al-Quds, SPNA - Human Right Watch (HRW) mengungkapkan, Israel mendorong warga Palestina di Al-Quds untuk meninggalkan rumah mereka melalui sebuah kebijakan pemindahan sistematis yang melanggar hukum internasional.

Dalam sebuah laporan yang dikeluarka pada Selasa (08/08/2017), Sarah Leah Whitson, direktur HRW untuk kawasan Timur Tengah mengatakan, "Israel mengklaim dalam rangka mewujudkan Al-Quds sebagai kota yang mempersatukan, namun kenyataannya yang ada adalah seperangkat aturan untuk orang Yahudi dan aturan yang lain untuk orang Palestina.”

Israel menduduki wilayah Al-Quds sejak 1967 dalam Perang Enam Hari , sebuah langkah yang tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional.

Lebih dari 300,000 warga Palestina memiliki status tinggal permanen, namun bukan sebagai warga Israel.

Sementara itu, penduduk Al-Quds diperbolehkan untuk mengajukan izin kewarganegaraan, namun kembayak mereka tidak melakukannya karena mereka menganggap bahwa hal tersebut merupakan pengakuan atas kedaulatan Israel.

Sejak 1967, status tempat tinggal 14,595 warga Palestina wilayah Al-Quds telah dicabut. Hal ini berarti, mereka dilarang tinggal di tanah kelahiran mereka sendiri, ungkap HRW, mengutip data dari kementerian dalam negeri.

"Deportasi atau pemindahan paksa sebagian populasi pada wilayah yang diduduki dapat dianggap sebagai kejahatan perang menurut Statuta Roma, Pengadilan Pidana Internasional."

Pihak Israel mengatakan bahwa pencabutan kewarganegaaran sebagian besar warga Palestina di Al-Quds karena “pusat kehidupan” mereka bukanlah di kota itu.

Juru bicara kementerian dalam negeri Israel tidak bisa segera dihubungi untuk memberikan komentar terkait hal tersebut.

Laporan tersebut dikeluarkan dua hari setelah pengadilan Israel memutuskan untuk mencabut kewarganegaan Alla Zayoud. Zayoud adalah warga negara Palestina di Israel yang dicabut setelah melakukan serangan.

Zayoud, pemuda berusia 22 tahun asal Umm al-Fahm, dihukum atas empat tuduhan percobaan pembunuhan setelah ia diduga menabrakkan mobil ke pasukan Israel pada tahun 2015 lalu. Pada juni 2016, ia kemudian dijatuhi hukuman 25 tahun penjara.

Omar Shakir, direktur HRW untuk wilayah Israel dan Palestina, mengaungkapkan bahwa keputusan pencabutan kewarganegaraan Zayoud akan membuatnya kehilangan kewarganegaraan. Hal ini berarti Israel telah melanggar hukum hak asasi manusia internasional.”

Asosiasi untuk Hak Sipil di Israel dalam sebuah pernyataan mengutuk tindakan tersebut, dengan mengatakan bahwa hal tersebut "menetapkan preseden yang berbahaya".

Keputusan pengadilan yang "memperbolehkan pencabutan kewarganegaraan Alaa Zayoud akan jadi preseden yang paling berbahaya. Bukan suatu kebetulan bahwa individu yang bersangkutan adalah warga negara Palestina," kata pernyataan tersebut.

Sementara di satu sisi, "Tidak pernah ada permintaan untuk mencabut kewarganegaraan warga negara Yahudi, bahkan ketika warga Yahudi terlibat dalam kejahatan yang serius." (T.RA/S: Al Jazeera)

leave a reply