Inilah “hadiah” Israel untuk anak-anak Palestina

Ramallah, SPNA – Dengan memanfaatkan kekebalan hukum tentaranya, pasukan pendudukan Israel terus menjadikan generasi muda Palestina sebagai target, baik dengan membunuh, melukai atau pun menangkap mereka

BY Rara Atto Edited Tue,15 Aug 2017,04:03 PM
3.jpg

The Palestinian Information Center - Ramallah

Ramallah, SPNA – Dengan memanfaatkan kekebalan hukum tentaranya, pasukan pendudukan Israel terus menjadikan generasi muda Palestina sebagai target, baik dengan membunuh, melukai atau pun menangkap mereka.  

Salah satunya adalah Abdel Rahman Abu Hamisa. Hamisa adalah remaja Palestina berusia 16 tahun asal Jalur Gaza yang dibunuh oleh tentara Israel bulan lalu. Kematiannya semakin menambah jumlah anak-anak Palestina yang dibunuh oleh pasukan pendudukan sejak awal tahun ini menjadi 13 anak, 11 di antaranya ditembak dengan peluru.

Abu Hamisa ditembak dengan peluru di bahu kiri hingga menembus dadanya, saat ia berada dalam sebuah aksi solidaritas untuk Masjid Al-Aqsa pada tanggal 28 Juli 2017, di dekat perbatasan Gaza.

Membunuh masa kanak-kanak
Kejahatan pasukan pendudukan tidak terbatas hanya pada pembunuhan langsung. Namun, kerap kali warga Palestina, khususnya anak-anak terbunuh hanya karena membawa benda yang mencurigakan. Hal ini seperti yang dialami oleh Uday Nawaja (16), yang terbunuh dalam sebuah ledakan benda yang mencurigakan.

Uday adalah warga Yatta, sebuah kota di al-Khalil. Ia hidup bersama keluarganya yang mengembalakan domba di Khirbet Buzeeq, Provinsi Tubas, Tepi Barat.

Daas Nawaja, salah satu kerabatnya mengisahkan, pada 22 Juli lalu, ketika itu Uday mengembalakan domba-dombanya bersama sepupu dan saudara laki-lakinya di daerah Wadi Al-Makhba di Khirbet Buzeeq. Saat mereka bersiap untuk pulang, Uday pun mengumpulkan domba-domba itu dan berhenti di bawah sebuah pohon, dan pada saat itulah ledakan keras terdengar.

"Bergegas saya menuju ke arah Uday. Saya menemukannya tergeletak, sisi kanannya terluka dan jari tangan kanannya diamputasi. Ia wafat di depan mataku,” imbuh Daas.

Uday dibawa ke rumah sakit pemerintah Tubas. Para dokter yang menanganinya melaporkan bahwa Uday mengalami pendarahan hebat di otak akibat tembakan peluru, ia pun akhirnya meninggal.

Peluru berbentuk spon

Tariq Mohammed al-Issawi (15), remaja Palestina dari desa Al-Issawiya di Yerusalem. Ketika bermain bersama teman-temannya, salah satu mata mereka menjadi sasaran peluru berbentuk spons, yang kerap digunakan oleh IOF di Yerusalem.

Pada tanggal 21 Juli 2017, al-Issawi mengunjungi kerabat yang tinggal di dekat pintu masuk desa, dekat stasiun utama bus. Wilayah ini turut merasakan dampak akibat ketegangan yang terjadi di kompleks Masjid Al-Aqsa. Ketika ia meninggalkan rumah kerabatnya, saat itulah sebuah peluruh berbentuk spon menghantam sisi kanan tubuhnya.

Kepada Lembaga Perlindungan Anak Palestina (DCI), Al-Issawi bertutur, "Saya merasakan sesuatu yang sangat kuat yang menimpa mata kanan saya. Saya pun jatuh ke tanah dan saat sadar saya sudah berada di rumah sakit. Saat merasakan ada perban yang menutupi mata saya, saya pun  sadar bahwa mata kanan saya terluka.”

Dia menambahkan, "Saya tidak melihat siapa atau di mana tentara yang menembaki saya. Saya tidak menyadari bahwa yang menimpa mata saya adalah peluru berbentuk spon. Tentara Israel sering kali menggunakan peluru seperti itu."

Lembaga Perlindungan Anak Palestina mendokumentasikan sejumlah kasus anak-anak yang terluka dengan peluru spon. Setidaknya lima dari mereka kehilangan mata dan dua anak lainnya terbunuh. Mohieddin Al-Tabakhi (10), bocah asal Al-Ram, terbunuh pada 19 Juli 2016 setelah peluru berbentuk spon menghantam dada kirinya.

Mohammed Sinokrot, yang meninggal pada 7 September 2014 dan terluka sejak 31 Agustus 2014 setelah ditembak peluru berbentuk spons di sisi kanan kepalanya, Ia pun menderita patah tulang tengkorak dan pendarahan otak.

Ayed Abu Qutaish, Direktur Program Pertanggungjawaban untuk Lembaga Perlindungan Anak Palestina (DCI), mengatakan, "Tentara pendudukan menikmati kebebasan yang diberikan oleh negara. Kurangnya tanggung jawab telah meningkatkan dan mendorong tentara untuk melanjutkan pelanggaran mereka.”

(T.RA/S: PIC)
 

 

leave a reply
Posting terakhir