Kelompok hak asasi manusia tolak perencanaan jalur kereta api di desa Badui

Bethlehem, SPNA - Dua organisasi hak asasi manusia mengeluarkan sebuah pernyataan bersama, Senin (21/08/2017),

BY 4adminEdited Wed,23 Aug 2017,10:19 AM
3.jpg

Ma’an News - Gaza Ciry

Bethlehem, SPNA - Dua organisasi hak asasi manusia mengeluarkan sebuah pernyataan bersama, Senin (21/08/2017), yang menolak rencana Israel untuk membangun jalur kereta antara Negev dan kota Arad Israel di wilayah selatan Israel. Kedua organisasi tersebut mengatakan bahwa rencana itu akan "menghancurkan nyawa" sekitar 50.000 orang Badui Palestina yang berada di desa-desa di sekitar jalur kereta yang diusulkan.

LSM Israel Bimkom dan kelompok hak asasi manusia yang dikelola oleh warga Palestina Adalah mengajukan keberatan atas rencana pembangunan jalur kereta Beer Sheva-Arad yang diusulkan pada tanggal 10 Agustus atas nama Dewan Daerah Desa yang Tidak Diakui di Naqab (Negev) dan desa-desa Badui lainnya. Dalam sebuah pernyataan, kelompok tersebut agar Komite Perencanaan dan Bangunan Distrik Selatan mengeksplorasi alternatif lain dari rute kereta yang direncanakan.

Kelompok tersebut melaporkan pula bahwa rute kereta api tersebut akan "benar-benar melanggar hak warga Badui di daerah tersebut," termasuk menyebabkan perampasan tanah secara masal, pembongkaran rumah dan penggusuran orang-orang Badui di sepanjang rute kereta.

Menurut pernyataan tersebut, sekita 4.700 dunams (1.160 hektar) lahan di Negev akan direbut guna pembangunan lintasan, stasiun, jalan akses, dan infrastruktur terencana lainnya.

Para perencana proyek tersebut telah mengabaikan dampak potensial konstruksi kereta api terhadap puluhan ribu orang Badui yang berada di desa al-Furaa, al-Kseifeh, dan desa-desa yang tidak dikenal di daerah tersebut, termasuk al-Buhireh, al-Mazraa , Al-Katmaat, dan al-Azeh, ungkap kelompok tersebut.

Jalur rel yang diusulkan akan "menghancurkan kehidupan ratusan keluarga, rumah mereka, investasi ekonomi mereka, dan membahayakan kehidupan masyarakat," kata pernyataan tersebut.

Penolakan Bimkom dan Adalah termasuk pula pada rencana alternatif yang disarankan yang akan mengalihkan rute ke arah utara Highway 31, di mana tanah itu "seluruhnya kosong dari bangunan, dan pergeseran tersebut akan sangat mengurangi kerusakan pada infrastruktur dan manusia yang ada."

Desa-desa Badui yang tidak dikenal di Negev secara rutin menghadapi penghancuran Israel dan upaya untuk mengusir secara paksa populasi mereka dari daerah tersebut. Selain itu, Israel juga memindahkan mereka ke kota-kota pemerintah untuk memberi ruang bagi lingkungan Yahudi yang direncanakan.

Menurut Asosiasi Hak Sipil di Israel (ACRI), lebih separuh dari sekitar 160.000 orang Badui Negev berada di desa-desa yang tidak dikenal, di mana Israel menolak untuk memberikan layanan dasar kepada mereka, seperti air bersih, perawatan kesehatan, listrik, dan pendidikan.

Di sisi lain, desa-desa Badui yang secara resmi diakui oleh Israel terus menghadapi pembongkaran karena adanya rezim Israel yang melakukan diskriminasi zonasi dan tumpang tindih terhadap beberapa desa Badui yang berada di atas tanah yang direncanakan sebagai kota-kota Yahudi.

Mantan Pelapor Khusus PBB untuk Hak-hak Masyarakat Adat, James Anaya, merilis sebuah laporan mengenai perlakuan terhadap warga Badui di Negev pada tahun 2011 - sesaat sebelum kabinet Israel menyetujui rencana untuk memindahkan sekitar 30.000 orang Badui dari 13 desa yang tidak dikenal ke wilayah yang disetujui Kota.

Dia menyatakan bahwa orang Badui di kota-kota permanen "sangat menderita secara sosial dan ekonomi dan menderita tingkat pengangguran tertinggi di Israel."

Menurut kelompok hak asasi manusia, masyarakat Badui akan terus menghadapi kebijakan diskriminatif yang sama hingga enam tahun ke depan. (T.RA/S: Ma’an News)

leave a reply
Posting terakhir