Parlemen Israel ajukan rencana migrasi bagi penduduk Palestina di Tepi Barat

Anggota parlemen Israel meluncurkan rencana untuk membayar penduduk Palestina di Tepi Barat agar mau beremigrasi, sebagai bagian dari upaya pencaplokan wilayah tersebut secara keseluruhan.

BY Rara Atto Edited Thu,07 Sep 2017,02:41 PM
Parlemen Israel ajukan rencana migrasi bagi penduduk Palestina di Tepi Barat

Middle East Monitor - Tepi Barat

Tepi Barat, SPNA – Anggota parlemen Israel meluncurkan rencana untuk membayar penduduk Palestina di Tepi Barat agar mau beremigrasi, sebagai bagian dari upaya pencaplokan wilayah tersebut secara keseluruhan.

Seorang anggota parlemen Israel mendesak pemerintah untuk mencaplok seluruh wilayah Tepi Barat dan membayar warga Palestina - di kedua sisi Jalur Hijau – agar mau beremigrasi.

Adalah Bezalel Smotrich, anggota Knesset dari partai koalisi Rumah Yahudi, meluncurkan rencana tersebut dalam pekan ini, jelang konferensi faksi Persatuan Nasional, di mana ia sangat berharap usulan itu bisa diterima. Ia juga mendesak pemerintah Israel agar secara resmi mencaplok seluruh wilayah Tepi Barat, mengakhiri Otoritas Palestina di wilayah itu, dan meningkatkan pembangunan permukiman.

Bagi warga Palestina di Tepi Barat yang menolak untuk beremigrasi, Smotrich mengatakan, "Mereka akan menikmati kehidupan yang jauh lebih baik" daripada warga Arab, namun mereka tidak akan diizinkan untuk memilih dalam pemilihan Knesset. Nanti setelah "masa 30 tahun," barulah mereka memiliki hak untuk memilih.

Partai Rumah Yahudi yang dipimpin oleh Menteri Pendidikan Naftali Bennett, merupakan penggabungan berbagai faksi dan partai nasionalis sayap kanan yang keras.

Data yang dikeluarkan oleh Administrasi Sipil Israel mengindikasikan bahwa 3.455 unit hunian di Tepi Barat dibangun di atas tanah milik warga Palestina.

Surat kabar Israel Haaretz, Selasa (05/09/2017), melaporkan bahwa semua bangunan tersebut- termasuk rumah pemukim dan institusi pendudukan dan tentara Israel – adalah ilegal, karena dibangun tanpa memperoleh izin dari administrasi sipil.

Surat kabar tersebut juga menunjukkan bahwa institusi perencanaan dan pengorganisasian Israel berusaha untuk memperbaiki masalah itu dan mengeluarkan izin untuk 3.455 unit bangunan melalui Undang-undang Regulasi, yang akan secara retroaktif melegalkan permukiman yang dibangun tanpa izin di tanah milik pribadi penduduk Palestina di Tepi Barat.

Undang-undang tersebut mendapat petisi dari oraganisasi hak asasi manusia dan hak asasi manusia Palestina. Namun, jaksa menolak petisi itu dan mengklaim, "Penyitaan tersebut merupakan respon kemanusiaan yang adil dan masuk akal terhadap kesulitan nyata yang diderita oleh penduduk Israel."

Administrasi Sipil mengindikasikan bahwa 3.455 unit hunian dikelompokkan dalam tiga bagian. Pertama, mencakup 1.285 unit hunian yang dibangun di atas tanah milik pribadi penduduk Palestina di Tepi Barat berdasarkan Persetujuan Oslo pada tahun 1993.

Kedua, terdiri dari 1.048 unit hunian yang dibangun di atas lahan milik pribadi penduduk Palestina, yang keliru dinyatakan sebagai tanah negara.

Ketiga, mencakup 1.222 unit hunian yang telah dibangun lebih dari 20 tahun lalu, sebelum penandatanganan Perjanjian Oslo. Hunian tersebut dibangun pada periode ketika undang-undang pembangunan dan administrasi tidak dilaksanakan oleh Administrasi Sipil.

Menurut perkiraan Israel, dari ribuan unit hunian  yang dibangun di atas tanah milik pribadi penduduk Palestina, hanya akan diperoleh 1.285 unit hunian, yang tersebar di 74 permukiman di Tepi Barat. Ditambahkan pula bahwa 543 unit dari 1.285 hunian tersebut diakui oleh pemerintah sipil.

(T.RA/S: Middle East Monitor)

leave a reply