Perusahaan Jerman terlibat dalam penjarahan sumber daya alam Palestina

Selama satu dekade, perusahaan Jerman tersebut telah mengelola -tanpa izin- tambang tembaga yang terdapat di tanah warga Palestina di desa al-Zawiya, di Tepi Barat yang diduduki.

BY Rara Atto Edited Fri,15 Sep 2017,02:45 PM
Perusahaan Jerman terlibat dalam penjarahan sumber daya alam Palestina

The Electronic Intifada - Tepi Barat

Tepi Barat, SPNA – Data yang disajikan oleh HeidelbergCement menunjukkan adanya keterlibatan perusahaan tersebut dalam pencurian sumber daya alam Palestina, yang dilindungi oleh militer pendudukan Israel.

Selama satu dekade, perusahaan Jerman tersebut telah mengelola -tanpa izin- tambang tembaga yang terdapat di tanah warga Palestina di desa al-Zawiya, di Tepi Barat yang diduduki.

Pihak berwenang Israel memberi izin kepada anak perusahaan HeidelbergCement, Hanson Israel, untuk mengeksploitasi Nahal Raba, satu dari sejumlah tambang yang dikelola Israel dan perusahaan internasional di Area C. Area C, yang meliputi sekitar 60 persen wilayah Tepi Barat, secara keseluruhan berada di bawah kendali militer Israel berdasarkan persyaratan perjanjian Oslo pada awal 1990an.

Namun, kelompok hak asasi manusia mengatakan bahwa Israel tidak memiliki wewenang untuk mengeluarkan izin pengelolaan tambang tersebut, sebab tambang Nahal Raba dibuka setelah perang pada Juni 1967, di mana Israel menduduki Tepi Barat.

Perusahaan seperti HeidelbergCement yang mengambil sumber daya alam melalui perizinan Israel mungkin terlibat dalam kejahatan perang penjarahan, menurut kelompok hak asasi manusia, Al-Haq.

Rakyat Palestina memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri termasuk kedaulatan penuh terhadap sumber daya alam, bahkan di bawah pendudukan, ungkap kelompok tersebut.

"Dari perspektif HeidelbergCement, aktivitas penggalian di Nahal Raba sesuai dengan hukum kemanusiaan internasional karena menghasilkan keuntungan besar bagi penduduk Palestina setempat," juru bicara perusahaan Andreas Schaller mengungkapkan kepada The Electronic Intifadah.

Namun, hukum internasional mengenai konflik bersenjata dan pendudukan militer mengatakan bahwa otoritas pendudukan hanya dapat menggunakan properti "bergerak dan tidak bergerak" di wilayah yang diduduki untuk memenuhi kebutuhan militer atau keamanannya.

Dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada tahun 2016, Human Rights Watch menyoroti HeidelbergCement serta  pertambangan Israel dan perusahaan internasional lainnya atas keterlibatan mereka dalam pendudukan dan permukiman Israel.

"Bisnis ini menjual hampir semua hasil tambang di pasar Israel atau pemukiman," ungkap Human Rights Watch. "Ini melanggar hukum internasional yang mensyaratkan bahwa sumber daya alam semacam itu hanya boleh digunakan untuk kepentingan penduduk Palestina di wilayah yang diduduki."

Oleh Israel, perlakuan berbeda diberikan kepada orang-orang Palestina. Secara konsisten negara pendudukan tersebut menolak memberikan izin kepada warga Palestina untuk memanfaatkan sumber daya alam Tepi Barat untuk menopang kebutuhan hidup mereka. Akibatnya, perokoniam warga Palestina merosot, sementara angka pengangguran terus meningkat.

Pada tahun 2013 Bank Dunia memperkirakan bahwa jika orang-orang Palestina diizinkan mengembangkan operasi penambangan dan penggalian di Area C, maka akan memberi kontribusi $ 240 juta untuk perekonomian mereka.

Secara keseluruhan, menurut Bank Dunia, Palestina menderita kerugian sebesar $ 3,4 miliar akibat pembatasan yang Israel terhadap kegiatan ekonomi di Area C.

Pada tahun 2014, anak perusahaan HeidelbergCement dilaporkan membayar $ 467.000 pajak langsung ke Dewan Daerah Samaria, sebuah badan pemukim yang akan menggunakan dana tersebut untuk kepentingan permukiman ilegal.

Perusahaan tersebut membayar royalti $ 3,5 juta lainnya kepada Administrasi Sipil Israel, badan militer yang menjalankan tugas untuk menguasai jutaan orang Palestina.

Tidak satupun bukti yang menunjukkan bahwa Israel menggunakan uang tersebut untuk kemaslahatan orang-orang Palestina yang tinggal di Area C, sebuah wilayah dengan tingkat kemiskinan terburuk Tepi Barat.

Dan alih-alih membangun, pembongkaran rumah dan bangunan Palestina di Tepi Barat, khususnya Area C, justru terus meningkat.

Strategi lain yang digunakan HeidelbergCement untuk menutupi keterlibatannya dalam pendudukan yang menghancurkan tersebut adalah dengan menerapkan bahasa "persamaan."

Perusahaan tersebut mengatakan bahwa lebih dari separuh karyawan dan kontraktor di tambangnya adalah warga Palestina setempat.

Namun hal tersebut tetap tidak bisa diterima. Sebab isu utamanya adalah ilegalitas kegiatan komersial di permukiman yang menguntungkan penguasa pendudukan. Sementara “dampak positif” yang diungkapkan hanyalah upaya untuk melegitimasi dan mempertahankan pendudukan illegal.

(T.RA/S: The Electronic Intifada)

leave a reply
Posting terakhir