Kedutaan Israel dituding menekan universitas di Inggris

Manchester, SPNA - Sebuah universitas di Inggris, oleh para mahasiswanya, dituduh tunduk pada tekanan Israel serta menghalangi kebebasan berbicara, menyusul adanya pertemuan antara pejabat universitas .....

BY 4adminEdited Mon,02 Oct 2017,10:21 AM

Manchester, SPNA - Sebuah universitas di Inggris, oleh para mahasiswanya, dituduh tunduk pada tekanan Israel serta menghalangi kebebasan berbicara, menyusul adanya pertemuan antara pejabat universitas dan Duta Besar Israel beberapa hari sebelum digelarnya Israel Apartheid Week.

Middle East Monitor (MEMO), Jum'at (29/09/2017), melansir bahwa berdasarkan korespondesi email yang diterima oleh media tersebut, terungkap rincian pertemuan antara Duta Besar Israel Mark Regev dan staf senior Universitas Manchester (UoM) sebelum di gelarnya Israel Apartheid Week.

Dokumen-dokumen tersebut diperoleh dari UoM setelah Information Commissioner’s Office (ICO) -lembaga yang mengatur perlindungan data Inggris- menemukan bahwa UoM telah melanggar Undang-Undang Kebebasan Informasi (FOIA) karena tidak mengungkapkan informasi yang diminta oleh aktivis mahasiswa mengenai hubungan kontroversial lembaga tersebut dengan institusi Israel.

Mahasiswa Universitas Manchester, Huda Ammori, mengajukan keluhan kepada MoU setelah gagal memperoleh rincian mengenai hubungan universitas dengan organisasi Israel. Pada bulan Agustus, ICO menginstruksikan MoU untuk memberikan tanggapan atas permintaan tersebut dalam waktu 35 hari, sesuai dengan kewajibannya di FOIA.

Dalam salah satu korespondensi yang diperoleh Ammori, kedutaan Israel berterima kasih kepada Dr Tim Westlake, direktur penelitian mahasiswa di UoM, karena telah "menjamu" duta besar Israel dan "membahas secara terbuka beberapa masalah yang kami hadapi." Kedufaan juga membahas cara "meningkatkan Program Erasmus," yang merupkan program pertukaran pelajar Uni Eropa.

Korespondensi email tersebut mengungkapkan rincian pertemuan antara UoM dan kedutaan Israel, khususnya keprihatinan mereka terhadap dua kegiatan yang diselenggaeakan oleh komjnitas Aksi Palestina dan BDS, selama berkangsungnya Israeli Apartheid Week. Dalam emailnya, kedutaan mengatakan, "Ini hanya dua dari banyaknya peristiwa yang mereka hadapi selama berlangsungnya Israeli Apartheid Week."

Staf kedutaan Israel menuding para pembicara, termasuk korban selamat dalam tragedi Holocaust dan sejarawan Marika Sherwood, sebagai anti Semitism. Mereka mengatakan bahwa para pembicara telah "membangkitkan kebencian dan pembicaraan mereka bukanlah "kritik yang benar" terhadapa Israel. Para pejabat ingin menekankan ketidaksetujuan mereka terhadap pembicaraan Sherwood, yang membandingkan pengalamannya sebagai anak yang bertahan dari kebrutalan Nazi denga kebrutalan Israel terhadap orang-orang Palestina.

Menanggapi tudingan tersebut, kepada MEMO Sherwood mengungkapkan, "Saya bukan Yahudi Anti-Semit! Saya Yahudi Anti-Israel. Keduanya adalah hal yang berbeda. Dan ya, bagaimanapun perbuatan orang-orang Israel terhadap orang-orang Palestina, dengan merampas tanah dan harta benda mereka, adalah serupa dengan yang dilakukan Nazi terhadap saya dan dan orang Yahudi lainnya dalam Perang Dunia II"

"Kita tidak bisa kembali ke masa lalu ke tempat nenek moyang kita hidup ribuan bahkan ratusan tahun lalu," Sherwood beralasan, "Bisakah anda membayangkan semua orang Inggris yang telah nenetap di Amerika, Australia, Afrika Sekatan, kembali untuk menuntut Inggris?"

Para penyelengga, tidak menyadari bahwa pejabat senior UoM telah bertemu dengan pihak kedutaan Israel beberapa hari sebelum acara tersebut, di mana mereka ditekan untuk memenuhi sejumlah tuntutan sebelum universitas tersebut memberikan izin penyelenggaraan acara itu, seperti: Para akademisi yang dipilih untuk memimpin pertemuan digantkkan oleh perwakilan universitas, publisitas terbatas pada staf dan mahasiswa saja, panitia diberi tahu bahwa pembicaraan akan direkam dan judul pidato Sherwood harus diubah karena dianggap "provikatif."

Di sisi lain, kepada MEMO, pihak UoM mengatakan bahwa mereka menyensor kebebasan berbicara dengan alasan untuk menekan mahasiswa dan kebiasaan staf senior untuk menjadi tuan rumah delegasi kedutaan asing yang kerap membahas masalah internal universitas.

Sebagai tanggapan, juru bicara UoM mengatakan, "Acara yang digelar di kampus haruslah didasarkan pada Kode Etik Universitas tentang Kebebbasan Berbicara, jika menyakngkut topik yang kontroversial dan melibatkan pembicara eksternal. Ini termasuk acara yang diselenggarakan oleh Persatuan Mahasiswa Universitas Manchester. Dalam menentukan apakah sebuah acara kayak dilanjutkan atau tidak, maka Universitas harus mengaitkannya dengan sejumlah undang-undang yang relevan, diantaranya UU Kesetaraan tahun 2010."

"Namun, undang-undang semacam ini tidaklah sepenuhnya melarang adanya pandangan yang kontriversial. Dalam hal ini Universitas mengizinkan acara tersebut berjalan sesuai dengan persyaratan Undang-Undang dan prinsip kebebasan berbicara dan berekspresi."

Sementara universitas menolak untuk mengakui adanya intervensi dari pihak luar, dalam hal ini kedutaan Israel yang telah memberikan pengaruh yang tidak semestinya kepada institusi Inggris. Awal tahun ini, sebuah film dokumenter Al-Jazeera menampilkan sesuatu yang sensasional mengenai diplomat senior Israel, Shai Masot, yang terungkap dalam video tersebut, bersekongkol untuk "menjatuhkan" beberapa pejabat pemerintah Inggris, sepert Sir Alan Duncan karena berbicara menentang kebijakan Israel dan bersimpati terhadap kondisi menyedihkan yang dialami oleh orang-orang Palestina.

Selain itu, ditampilkan pula bahwa kedutaan Israel memberikan bantuan rahasia kepada kelompok-kelompok independen di partai Buruh, seperti, memberikan bantuan pekerjaan kepada para aktivis muda partai Buruh.

(T.RA/S: Middle East Monitor)

leave a reply
Posting terakhir