Penerapan sistem ID warna Otoritas Israel terhadap warga Palestina

Ketika Israel memperluas kontrol dan pendudukannya atas empat wilayah setelah “Perang Enam Hari”, Israel kemudian mengembangkan sebuah sistem pengendalian populasi yang kini telah memasuki lima dekade.

BY 4adminEdited Mon,20 Nov 2017,09:29 AM
Penerapan sistem ID warna Otoritas Israel terhadap warga Palestina

Aljazeera - Yerusalem

Yerusalem, SPNA - Ketika Israel memperluas kontrol dan pendudukannya atas empat wilayah setelah “Perang Enam Hari”, Israel kemudian mengembangkan sebuah sistem pengendalian populasi yang kini telah memasuki lima dekade.

Setelah perang 1967, militer Israel mendeklarasikan wilayah pendudukan menjadi daerah tertutup, kemudian mewajibkan warga Palestina untuk mendapatkan izin masuk atau pergi dari wilayah tersebut.

Satu hal yang telah memisahkan dan mendikte kehidupan orang-orang Palestina adalah adanya sistem identifikasi kode warna yang dikeluarkan oleh militer Israel dan diperkuat pada tahun 1981 melalui cabang Administrasi Sipilnya. Warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki dan Jalur Gaza memiliki ID hijau - umumnya dikeluarkan begitu mereka berusia 16 tahun - sementara orang-orang Palestina di Yerusalem Timur (Al-Quds) dan Israel memiliki identitas biru.

Alat kontrol

Militer Israel masih berwenang mengeluarkan ID, meskipun Otoritas Palestina telah hadir di wilayah tersebut pada 1993, kata Tahseen Elayyan, kepala pemantauan dan dokumentasi untuk kelompok hak asasi Palestina, Al-Haq.

"Di Tepi Barat dan Jalur Gaza, Otoritas Palestina (PA) hanya berperan sebagai sekretaris, seperti melakukan pencatatan terhadap orang-orang Palestina" katanya kepada Al Jazeera." Akhirnya, Administrasi Sipil di permukiman Bet Il yang memutuskan untuk mengeluarkan identitas tersebut, berdasarkan apakah orang Palestina termasuk dalam sensus penduduk atau tidak."

Miriam Marmur, koordinator komunikasi internasional untuk organisasi hak asasi manusia, Gisha, mengatakan bahwa kendali Israel atas pendaftaran populasi Palestina telah menjadi upaya untuk mengendalikan gerakan dan demografi di wilayah-wilayah pendudukan Palestina.

"Kekuasaan atas status kependudukan orang Palestina digunakan sebagai alat kontrol," katanya. "Warga Palestina harus dimasukkan ke dalam daftar penduduk Palestina untuk mendapatkan KTP dan paspor."

Di wilayah Tepi Barat yang diduduki, Marmur menambahkan, warga Palestina harus memiliki kartu identitas mereka dengan menumpuh perjalanan yang cukup menyita waktu, sebab pos pemeriksaan akan selalu mereka temui di wilayah tersebut.

Sistem ini yang diterapkan Israel tersebut telah merujuk pada undang-undang di apartheid Afrika Selatan yang dirancang oleh orang kulit putih untuk mengendalikan pergerakan orang kulit hitam dan orang-orang ras campuran dan untuk mempertahankannya dalam posisi inferior.

 “Pemisahan adalah peraturan

Kebebasan bergerak orang-orang Palestina di Tepi Barat dan Gaza, terutama selama 25 tahun terakhir, sangat dibatas, di mana pemisahan merupakan "peraturan “ sementara kemudahan dalam “mengakses sangat jarang terjadi", kata Marmur.

Adalah ilegal bagi seorang Palestina di Tepi Barat yang diduduki untuk melakukan perjalanan ke Gaza dan Yerusalem kecuali jika mereka memiliki izin perjalanan khusus dari Israel. Demikian juga, orang-orang Palestina di Gaza dilarang pergi ke Yerusalem dan Tepi Barat kecuali jika militer Israel mengeluarkan sebuah izin kepada mereka.

"Hukum Israel memiliki perintah militer yang berbeda di Tepi Barat dan Jalur Gaza," kata Elayyan. "Setiap wilayah dikelola oleh seorang komandan militer Israel yang berbeda. Intinya adalah mempertahankan pembagian antara dua wilayah tersebut, agar lebih mudah dikendalikan."

Menurut Marmur, Israel telah menghentikan permintaan prosesnpendaftaran dan perubahan status kependudukan sejak tahun 2000.

"Akibatnya, banyak warga Palestina tidak dapat memilih tempat tinggal mereka, dan juga mengambil kesempatan untuk belajar dan bekerja," katanya.

Sejak tahun itu, ketika Intifadah kedua pecah, mahasiswa asal Gaza dilarang untuk belajar di wilayah Tepi Barat yang diduduki.

 

ID Biru untuk Yerusalem

Sementara bagi warga Yerusalem, Kebebasan bergerak tidak begitu dibatasi, di mana mereka boleh tinggal di kota namun tidak memeiliki kewarganegaraan Israel. Tapi, mereka tetap membutuhkan izin untuk pergi ke Gaza, mereka dapat melakukan perjalanan dengan bebas ke wilayah Tepi Barat yang diduduki dan Israel.

Namun, pembatasan deterapkan dengan cara lain. Pemegang ID Yerusalem hidup di bawah ancaman pencabutan tinggal. Tinggal di luar Yerusalem, di wilayah pendudukan lainnya, cukup menjadi alasan alasan bagi Israel untuk membatalkan sebuah izin.

Untuk alasan keuangan dan keluarga, banyak orang Yerusalem tinggal di wilayah Tepi Barat yang diduduki, namun mereka harus memeiliki sebuah rumah di dalam kota Yerusalem guna menjaga tempat tinggal mereka. Pihak berwenang Israel secara teratur melakukan inspeksi acak terhadap rumah tangga di Yerusalem untuk melihat apakah pemegang ID biru benar-benar tinggal di sana.

Orang-orang Palestina ini harus membayar pajak properti yang lumayan ke pemerintah kota - di samping pajak asuransi nasional - namun mereka menerima sedikit layanan kotamadya, karena lingkungan mereka sangat kekurangan infrastruktur, layanan kesehatan dan fasilitas pendidikan.

(T.RA/S: Aljazeera)

leave a reply
Posting terakhir

Uni Eropa Kaji Penerapan Sanksi untuk Israel

Komisi Urusan Luar Negeri Uni Eropa diperkirakan akan mengkaji langkah-langkah hukum terhadap Israel jika negara pendudukan itu meneruskan rencananya untuk mencaplok Tepi Barat yang diduduki dan Lembah Yordania.