Evakuasi permukiman, tidak masuk dalam rencana perdamaian Trump

Rencana administrasi Donald Trump untuk perdamaian Israel-Palestina akan didasarkan pada sebuah negara Palestina yang merdeka di samping Israel, tidak harus sesuai dengan batas 1967, Berita Televisi Israel (sebelumnya Channel 2 News) melaporkan pada hari Sabtu (18/11/2017). Namun, Gedung Putih membantah laporan tersebut.

BY 4adminEdited Mon,20 Nov 2017,10:42 AM
Evakuasi permukiman, tidak masuk dalam rencana perdamaian Trump

Haaretz - Washington, D.C

Washington D.C, SPNA - Rencana administrasi Donald Trump untuk perdamaian Israel-Palestina akan didasarkan pada sebuah negara Palestina yang merdeka di samping Israel, tidak harus sesuai dengan batas 1967, Berita Televisi Israel (sebelumnya Channel 2 News) melaporkan pada hari Sabtu (18/11/2017). Gedung Putih membantah laporan tersebut.

Berdasarkan sumber-sumber Israel, laporan tersebut mengatakan bahwa Presiden AS Donald Trump bermaksud untuk mengusulkan rakyat Palestina mengumumkan kemerdekaan, setelah Amerika Serikat akan mengakui negara Palestina tersebut. Orang-orang Palestina juga akan menerima ratusan juta dolar dari negara-negara Arab Sunni sebagai bantuan.

Selain itu, Amerika Serikat diharapkan bisa mengadopsi prinsip pertukaran tanah, namun belum tentu sesuai dengan batas 1967, kata laporan tersebut. Proposal tersebut juga akan memenuhi sebagian besar tuntutan keamanan Israel. Pada tahap ini, tidak ada orang Yahudi atau Arab yang akan dievakuasi dari rumah mereka, dan isu Yerusalem belum masuk dalam agenda. Pemindahan Kedutaan Besar A.S. ke Yerusalem juga akan ditunda.

"Ada spekulasi dan dugaan tentang apa yang sedang kami kerjakan dan laporan ini kurang lebih sama," kata Gedung Putih dalam sebuah pernyataan. "Ini bukan representasi yang akurat, melainkan gabungan antara kemungkinan dan gagasan yang telah ada selama puluhan tahun."

"Apa yang bisa kami katakan adalah kami terlibat dalam dialog yang produktif dengan semua pihak terkait dan mengambil pendekatan yang berbeda dari masa lalu untuk menciptakan kesepakatan damai yang abadi," jawab Gedung Putih. "Kami tidak akan memasukkan batas waktu buatan apapun dan kami tidak memiliki rencana yang mendesak untuk melanjutkan percakapan kami. Seperti yang selalu kami katakan, tugas kami adalah memfasilitasi kesepakatan yang berjalan baik bagi orang Israel maupun Palestina, untuk tidak memaksakan apapun kepada mereka. "

Sebelumnya, Nabil Abu Rudeineh, juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas, mengkritik ancaman Amerika untuk menutup kedutaan Palestina di Washington, D. C. kecuali jika melakukan perundingan damai yang serius dengan Israel sebagai "langkah yang berbahaya". Dia mengatakan peringatan tersebut menunjukkan bahwa Amerika Serikat kehilangan statusnya sebagai mediator yang adil antara Israel dan Palestina.

Ancaman tersebut, yang disampaikan ke Palestina oleh Departemen Luar Negeri A.S, "adalah posisi pemerintahan yang membingungkan," kata Nabil Abu Rudeineh. "Pihak Palestina belum menerima dokumen atau gagasan apapun dari Amerika Serikat selama berbulan-bulan, terlepas dari kenyataan bahwa banyak pertemuan telah dilakukan dengan pemerintah."

Langkah tersebut adalah "ancaman berbahaya," Abu Rudeineh mengatakan "yang mengarah pada kesimpulan bahwa Amerika Serikat kehilangan posisinya sebagai negosiator" dan "menarik diri dari perannya sebagai sponsor proses diplomatik untuk perdamaian seperti yang dijanjikan oleh Presiden Trump. "

Abu Rudeineh mengatakan bahwa peringatan yang dikeluarkan oleh pemerintah AS "belum pernah terjadi sebelumnya dalam hubungan antara Washington dan dunia Arab," dan bahwa "ini merupakan upaya untuk mempromosikan perdamaian dan hadiah bagi Israel, yang mencoba menggagalkan usaha Amerika dengan terus membangun di permukiman dan menentang solusi dua negara. "

(T.RA/S: Haaretz)

leave a reply