24 Tahun setelah pembantaian di Masjid Ibrahimi, ketakutan akan serangan pemukim masih menghantui warga Palestina

Hebron, SPNA - Warga Palestina di Hebron, Ahad (25/02/2018), memperingati 24 tahun pembantaian di Masjid Ibrahimi, di tengah ketakutan akan serangan pemukim Yahudi.

BY 4adminEdited Mon,26 Feb 2018,10:15 AM

Hebron, SPNA - Warga Palestina di Hebron, Ahad (25/02/2018), memperingati 24 tahun pembantaian di Masjid Ibrahimi, di tengah ketakutan akan serangan pemukim Yahudi.

Pada 25 Februari 1994, seorang pemukim Yahudi melepaskan tembakan ke jama'ah Palestina yang sedang melaksanakan shalat, membunuh 29 orang dan melukai 150 lainnya.

Pasca membunuh, sang pelaku, Baruch Goldstein, tetap tetap melakukan provikasi dan menimbulkan ketakutan bagi warga Hebron yang selamat.

Husni Ibrahim (55), yang ayahnya selamat saat pembataian terjadi, mengatakan bahwa ketakutan akan serangan pemukim masih berlangsung di gang-gang kota tua hingga hari ini.

"Hari ini, jenis ketakutan yang kami saksikan berbeda, kami melihatnya dalam pidato kebencian dan serangan sehari-hari yang membahayakan kami semua, penghuni kota tua," katanya.

Ibrahim mengatakan, tidak hanya orang-orang Palestina dan rumah mereka yang berisiko, tapi juga tempat-tempat suci, yang paling menonjol adalah situs suci yang berusia 1.000 tahun, Al-Haram Ibrahimi, yang juga dikenal sebagai Masjid Ibrahimi.

Al-Haram Ibrahimi diyakini sebagai tempat pemakaman Nabi Ibrahim, Ishak anaknya, cucunya Yakub dan istri mereka.

Setelah penandatanganan Persetujuan Oslo antara Organisasi Pembebasan Palestina dan Israel pada tahun 1993, sebuah kesepakatan berikutnya tentang Hebron ditandatangani pada tahun 1997 yang membagi tempat tersebut menjadi dua bagian: H1, di bawah kendali Palestina, dan H2, di bawah kendali Israel.

Hal ini menyebabkan penurunan tajam jumlah penduduk Palestina di kota tua, karena hambatan dan tindakan militer terhadap orang-orang Palestina oleh Israel.

Juli lalu, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB menyatakan kota tua Hebron sebagai situs yang terancam punah, dalam pemungutan suara.

Orang-orang Israel percaya bahwa situs tersebut adalah situs iman bersama, namun telah lama memberlakukan pembatasan akses bagi orang-orang Palestina ke masjid, dengan menempatkan para tentara di gerbang dan memberlakukan sistem pos pemeriksaan.

"Pelanggaran hak beribadah terhadap orang-orang Palestina di Masjid Ibrahimi telah melewati garis merah," kata Menteri Wakaf Islam dan Urusan Agama Palestina Yousef Ideis kepada Xinhua.

"Pihak berwenang Israel menggunakan dalih untuk melarang adzan dari masjid," kata Ideis, menambahkan bahwa Israel telah sering melakukan penutupan secara sewenang-wenang dan memasang sistem pengawasan ketat di sana.

Sebuah laporan oleh kementerian tersebut mengatakan bahwa Israel melarang adzan dari Masjid Ibrahimi sebanyak 645 kali selama 2017.

Ibrahim, yang keluarganya tinggal sangat dekat dengan masjid tersebut, mengatakan bahwa ia harus menutup toko permennya sendiri di kota tua tersebut, sebagai akibat pelecehan Israel setiap hari.

Bisnis di kota ini "tercekik akibat berbagai pelecehan yang dilakukan para pemukim," katanya.

"Bisnis saya tutup setelah ayah dan saya tidak dapat melakukan apapun untuk memperbaiki rumah. Saya khawatir setipap kali anak-anak saya berangkat ke sekolah, dan permusuhan selalu meningkat," kata Ibrahim, yang mengatakan satu-satunya harapannya. adalah "hidup dalam ketenangan."

"Saya tidak peduli siapa yang tinggal di sebelah saya, saya tidak ingin tetangga saya menjadi musuh saya," katanya, dengan wajah lelah.

(T.RA/S: Xinhua)

leave a reply
Posting terakhir