Setelah tempuh perjalanan dua hari dua malam, 32 relawan asal Indonesia berhasil masuk Gaza, seputar perjalanan misi kemanusiaan Kairo - perlintasan Rafah

SPNA-GAZA- Bisa dikatakan ini menjadi yang pertama dalam sejarah Indonesia-Palestina. Setelah menempuh perjalanan dua hari dua malam dari Indonesia, akhirnya 32 relawan Indonesia dari lembaga kemanusiaan kegawatdaruratan medis MER-C ....

BY 4adminEdited Thu,28 Feb 2019,11:31 AM

SPNA-GAZA- Bisa dikatakan ini menjadi yang pertama dalam sejarah Indonesia-Palestina. Setelah menempuh perjalanan dua hari dua malam dari Indonesia, akhirnya 32 relawan Indonesia dari lembaga kemanusiaan kegawatdaruratan medis MER-C (Medical Emergency Rescue Committee), berhasil memasuki Gaza, Palestina. Penantian akan kepastian untuk memasuki Gaza bukanlah waktu yang singkat. Selama lima tahun segala upaya dilakukan agar bisa memasuki wilayah yang terblokade tersebut. Proses perizinan, audiensi -mulai dari Presiden RI, Wakil Presiden RI dan Menlu RI- pun membuahkan hasil. Dilepas oleh Gubernur DKI Jakarta Bapak H.Anies Baswedan di Balai Kota Jakarta, para relawan ini pun meninggalkan tanah air menuju Gaza.

 

Para relawan berangkat pada Minggu (24/02/2019) dan mendarat di Kairo pada pukul 02:00 dini hari waktu Mesir. Mereka kemudian bersilaturahim dengan Bapak Helmy Fauzy selaku Dubes RI di Mesir. Tim yang diketuai oleh Ir. Faried Thalib ini juga melibatkan dr. Arief Rachman, SpRad (Presidium & Tim Alkes RSI), DR. Ir. Idrus M Alatas, MSc (Kadiv Konstruksi MER-C), Ir. Rizal Syarifuddin (Arsitek RS. Indonesia) dan  Ir. Edy Wahyudi (Site Manager RS. Indonesia).

 

Tim ini menyampaikan bahwa misi mereka di Gaza adalah melanjutkan pembangunan Rumah Sakit Indonesia, yaitu lantai dua dan lantai tiga, yang merupakan amanah dari rakyat Indonesia untuk rakyat Palestina. Rumah sakit yang didirikan di Bait Lahiya Gaza Utara ini menjadi simbol persahabatan Indonesia dan Palestina.

Selanjutnya, perjalanan dari Kairo menuju Rafah menjadi saat-saat yang sangat mendebarkan bagi semua anggota tim. Perbanyak dzikir, itulah yang bisa dilakukan. Melewati padang pasir, pos pemeriksaan dan pengawalan dari militer Mesir adalah segelintir pengalaman dalam perjalanan kali ini. Dari Kairo menuju Rafah bukanlah perjalanan mudah, mengingat tim ini harus melewati wilayah Sinai Utara, zona yang dikenal sangat berbahaya. Kisah aksi baku tempak antara pemberontak dan militer Mesir telah menjadi cerita di wilayah ini. Bahkan, 10 hari sebelumnya, insiden serupa kembali terjadi dan menewaskan setidaknya 19 anggota militer Mesir.

 

Usai shalat subuh, Senin 25 Februari 2019, didampingi tim KBRI Kairo yaitu; Ibu Ninik Rahayu (Direktur Konsuler KBRI Kairo) dan stafnya Bapak Joko Sumaryono serta Jurnalis TV ONE wilayah Mesir Bapak Amran Hamdani, tim bertolak menuju dermaga penyebrangan Maaddiyah di kota Ismailiyyah, yang terletak tak jauh dari jembatan terusan Suez.

Waktu yang ditempuh oleh tim dari Kairo menuju Rafah terbilang singkat, yaitu kurang dari 18 jam. Tidak seperti biasa, orang-orang yang menempuh perjalanan serupa harus menghabiskan waktu setidaknya tiga hari tiga malam. Pengawalan dari militer Mesir dan koordinasi dari pihak KBRI Kairo menjadi faktor pendukung yang singkatnya perjalanan tim ini.

Pukul 12:00, putus kontak terjadi -hingga empat jam- antara tim KBRI Kairo dan tim di Gaza. Melewati zona militer berbahaya, terutama saat berada di terusan Suez hingga kota El Arish, sinyal komunikasi benar-benar terputus.

Abdillah Onim (Bang Onim), relawan Indonesia yang telah lama menetap di Gaza menuturkan bahwa pukul 17:00 ia menerima pesan melalui Watsapp dari tim KBRI Kairo, yang mendampingi para relawan. “Kami baru akan memasuki kota El Arish, alhamdulillah,” isi pesan tersebut. 

Kota El Arish berada di pesisir pantai Mediterania. Kota ini menjadi tujuan wisatawan lokal dan mancanegara sebelum tahun 2011. Numun, berbeda dengan kondisi saat ini. Tak lagi ada wisatawan, bahkan hotel-hotel kosong tanpa pengunjung.

Beberapa menit setelah Adzan Maghrib, sekitar pukul 18:33 waktu Mesir, “Saya mendapat kabar terbaru bahwa seluruh tim relawan MER-C sudah tiba di Ma'bar Rafah perlintasan antara Mesir dan Palestina, Ya Allah Alhamdulillah selalu diberi kemudahan oleh Allah Subhanahu wata a'ala,” ungkap Bang Onim penuh rasa syukur.

Selanjutnya, 32 relawan asal Indonesia dan tim KBRI Kairo menunggu proses admintrasi hingga koordinasi dengan petugas Imigrasi Rafah Mesir yang mestinya sudah ditutup pada pukul 16:00 waktu setempat. “Para relawan harus melewati proses stempel passport. Tepat pukul 22.30, atas izin Allah dan doa teman-teman di indonesia para relawan memasuki imigrasi Rafah, Gaza Palestina. Mereka disambut oleh pihak Kementerian Kesehatan Gaza dan pejabat Palestina lainnya,” tutue Bang Onim.

Pukul 23:30, akhirnya relawan Indonesia berhasi memasuki pelataran dan Guest House Indoensia. “Haru dan syukur mewarnai suasana di pelataran RSI di Gaza utara. Tim mendapat sambutan hangat dari warga Gaza dan tim medis RSI. Bahkan, pasien pun menengok dari masing-masing jendela ruang rawat inap rumah sakit itu.

Diplomasi internasional oleh KEMLU RI melalui KBRI Kairo sebagai bentuk dukungan bagi kemerdekaan Palestina

 

Dengan cepat KBRI Kairo merespon langkah 32 relawan Indonesia untuk melakukan misi kemanusiaan di Gaza. Melalui zona merah Sinai Utara, nyali dan kelihaian berdiplomasi sangat diperlukan. Melewati check point (pos pemeriksaan), para pendamping, utusan KBRI Kairo, harus berhadapan dan berkomunikasi dengan militer Mesir, demi kelancara perjalanan.

Mendampingi 32 relawan Indonesia, sejak menginjakkan kaki di bandara Kairo hingga perbatasan Rafah, bukanlah hal yang mudah. Betapa tidak, kondisi saat ini sangatlah berbeda dengan sebelum 2011, di mana perjalanan tidak perlu mendapat pengawalan dari militer Mesir.

Ini menjadi kali pertama diizinkannya perjalanan malam dari kota El Arish ke perlintasan Rafah. Pengawalan ketat benar-benar diberlakukan. Bahkan, para relawan dikawal dengan mobil militer anti baja, kemudian terjadi pertukaran mobil, hingga akhirnya dengan menumpangi bus mereka mereka menuju imigrasi Rafah, Gaza di Palestina.

Usai mengantarkan para relawan, tim pendamping dari KBRI Kairo tak langsung diijinkan kembali ke kota Kairo malam itu. Ini tidak lepas dari faktor keamanan, mengingat perjalanan ini akan kembali menempuh wilayah yang sarat dengan konflik bersenjata. Tim ini harus melalui malam di Rafah dengan tidur di dalam bus, di luar kantor imigrasi Mesir. Hanya berbekal jaket tanpa selimut hangat, tim ini harus berjuang melawan udara dingin yang mencapai di bawah dua derajat celcius. Dan pada pukul 10:30 waktu setempat, tim pun kembali ke Kairo dengan pengawalan dari militer Mesir. Salut atas langkah yang perlu mendapat apresiasi ini. Terima kasih.

(SPNA) Report.

leave a reply
Posting terakhir