Klaim Media Israel: Negara Arab Menentang Aneksasi Jika Reaksi Massa Meningkat

Ramallah News mencatat bahwa sebagian besar laporan yang diterbitkan oleh surat kabar Israel HaYom terkait sikap negara Arab atas rencana aneksasi Israel menyesatkan.

BY Edited Tue,07 Jul 2020,04:29 PM

Ramallah, SPNA -  Israel HaYom melaporkan, Senin (06/07/2020), bahwa pemimpin negara Arab dan Teluk menegaskan kepada Tel Aviv bahwa mereka akan menentang rencana aneksasi Israel terhadap Tepi Barat jika reaksi massa di negara tersebut terus meningkat.

Surat kabar Israel tersebut  mengklaim  bahwa  pemimpin negara-negara Arab menyurati Tel Aviv, menyatakan bahwa mereka tidak terlalu menggubris rencana aneksasi Israel, namun mereka tetap memperhitungkan protes rakyat terhadap kasus ini. Tanpa reaksi tersebut maka penolakan terhadap rencana aneksasi Israel  hanya  dilakukan secara simbolis.

"Jika terjadi aksi kekerasan di lapangan dan mempengaruhi stabilitas,  maka negara Arab akan melawan pencaplokan terhadap Tepi Barat dengan kekuatan penuh.”

Dengan ini Raja Yordania, Abdullah II menjadi satu-satunya pemimpin negara Arab  yang menyatakan penolakan keras terhadap rencana aneksasi Israel, tulis Israel HaYom.

Sementara itu Ramallah News mencatat bahwa sebagian besar laporan yang diterbitkan oleh surat kabar Israel HaYom terkait sikap negara Arab atas rencana aneksasi Israel menyesatkan.

Surat kabar Palestina tersebut menilai bahwa laporan itu bertujuan untuk menggiring opini publik yang menguntungkan rencana pencaplokan Tepi Barat oleh Tel Aviv.

Netanyahu sebelumnya menyatakan berencana mencaplok 30% dari wilayah Tepi Barat pada pertengahan Juli mendatang sesuai dengan Kesepakatan Abad Ini yang diprakarsai Donald Trump. 

Rencana tersebut ditentang oleh Pemerintah Palestina, PBB dan Uni Eropa yang memandang bahwa hal ini  bertentangan dengan hukum  internasional.

Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, telah mengambil langkah tegas dengan memutuskan kerjasama dengan pihak Israel. Termasuk diantaranya kerjasama dalam bidang keamanan.

Di saat yang sama, Pelapor Khusus PBB Terkait HAM di Palestina, Micheal Lynk menyerukan agar mengambil langkah-langkah tegas  mencegah atau menghukum Israel jika mencaplok wilayah Palestina di  Tepi Barat. 

Sementara itu lebih dari 1.000 anggota parlemen dari seluruh Eropa  menandatangani petisi  menentang keras rencana koalisi pemerintahan Netanyahu- Benny Gantz terkait pencaplokan sebagian wilayah Tepi Barat. Hal ini karena rencana tersebut akan  membahayakan stabilitas kawasan.

Penasihat Presiden Palestina Nabil Shaath menegaskan bahwa intifada ketiga mungkin terjadi jika Israel benar-benar mencaplok wilayah Palestina di Tepi Barat.

Dalam wawancara dengan surat kabar France 24, Jum’at (04/07/2020) Shaath mengatakan, “kami punya banyak opsi. Sebagai bangsa Palestina kami sepakat melawan perampasan wilayah. Hari ini kami bersatu dengan seluruh faksi termasuk  Hamas. Saudara-saudara kami di Gaza siap bekerjasama dengan Tepi Barat demi melindungi tanah air.“

Dia  menambahkan bahwa negara-negara Arab akan membantu mengucurkan dana untuk Palestina. “Saat intifada pertama meletus pasca kunjungan Mantan PM Israel Ariel Sharon ke Masjid Al-Aqsa, Pemerintah Arab Saudi saat itu menyumbang 1 miliar Dolar dalam beberapa hari,’’ terangya.

Sebelumnya Shaath menyatakan bahwa Palestina siap duduk di meja perundingan dengan Israel dengan syarat Tel Aviv harus menghapus rencana pencaplokan terhadap Tepi Barat.

“Setiap kesepakatan Palestina dan Israel harus dilaksanakan sesuai dengan keputusan PBB dan dimediasi oleh Kuartet TImur Tengah bukan hanya AS’’, tegasnya.

Sejak perang 1967, diperkirakan sebanyak 430.000 penduduk Yahudi tinggal di lebih dari 130 permukiman di  Tepi Barat yang ilegal berdasarkan hukum internasional, namun  Washington dan Israel menolak hal ini.

(T.RS/S:Ramallah News)

leave a reply
Posting terakhir