Air Mata Salwa Menyentuh Hati Khalayak; Kenangan Sedih di Balik Momen Bahagia

Momen sedih Salwa bermula ketika dia berpartisipasi dalam sebuah upacara penghormatan siswa berprestasi di Sekolah Rab'ah Al-Adawiya di Rafah, Jalur Gaza Selatan. Salwa yang berusia 10 tahun dipercayakan untuk mengibarkan bendera Palestina pada upacara penghormatan tersebut. Ia hanya tak menyangka bahwa nama ayahnya, Muhammad Sya’ts akan disebutkan di sela upacara.

BY Edited Tue,21 Jul 2020,12:21 PM

Jalur Gaza, SPNA – Dengan air mata penuh duka dan gaun brbordir khas Palestina, gadis yatim Salwa Syats memicu kesedihan dan iba yang hebat melalui fotonya yang berseliweran di media massa. Media Palestina mengunduh foto-foto Sya’ts yang sedang menyeka air mata, dengan bendera Palestina menutupi wajahnya di upacara pengormatan siswa pertama di sekolah menengah di Gaza.

Menurut situs web dan media Palestina, air mata Salwa tak terbendung setelah mendengar nama ayahnya disebut oleh panitia upacara, membuatnya menangis dan berkali-kali menyeka air mata, mengenang sang ayah yang syahid saat agresi Israel di Jalur Gaza pada 2014.

Momen sedih Salwa bermula ketika dia berpartisipasi dalam sebuah upacara penghormatan siswa berprestasi di Sekolah Rab'ah Al-Adawiya di Rafah, Jalur Gaza Selatan. Salwa yang berusia 10 tahun itu dipercayakan untuk mengibarkan bendera Palestina pada upacara penghormatan tersebut. Ia hanya tak menyangka bahwa nama ayahnya, Muhammad Sya’ts akan disebutkan di sela upacara.

"Ketika mereka menyebut nama Baba, aku terkejut. Aku merasa rindu kepadanya dan merasa bangga,” akunya. “Dan aku mulai menangis."

Kesyahidan Sang Ayah

Muhammad Sya’ts, ayah Salwa, mati syahid setelah terluka dalam serangan Zionis di Jalur Gaza, terutama di daerah dekat pagar pemisah pada 18 Juli 2014. Almarhum Muhammad dan keluarganya, termasuk Salwa, lalu mengungsi ke pusat kota Khan Yunis, tempat paman dan kantor keluarganya.

Dia menghabiskan dua jam terakhir di rumah pamannya tersebut bersama ayahnya. Pada waktu itu, sekelompok penduduk timur telah bergegas memasuki pusat kota karena penembakan yang semakin intens. Mereka tinggal di kantor keluarga Palestina dan rumah-rumah mereka. Muhammad pun mulai membagikan makanan kepada mereka bersama pamannya Abu Abdel Rahman.

Kemudian ia berbuka puasa bersama ayah dan keluarganya. Setelah berbuka dan yakin akan keamanan keluarganya, Muhammad memutuskan untuk kembali ke rumah keluarganya di daerah Al-Manara. Cepat-cepat ia pergi, memilih berjalan kaki. Dalam perjalanan tersebut ia merasakan bahwa pesawat Israel sedang mengejar, maka ia pun mempercepat langkah hingga tiba di rumah pamannya Sami Sya’ts.

Kala itu sang paman sedang duduk bersama istri dan empat anaknya di bawah sebuah kanopi. Muhammad pun duduk bersama mereka, minum teh dan makan Qathayef. Maka di tengah cengkerama itulah, mereka disasar oleh sebuah rudal dari pesawat pengintai Israel. Muhammad langsung terluka di tempat.

Sementara itu dua sepupunya melarikan diri ke luar kanopi, lalu menjadi sasaran rudal yang langsung saja menewaskan mereka.. Sami Sang Paman segera menghubungi adiknya Rif’at yang merupakan seorang petugas medis. Rif’at kemudian datang dengan tiga ambulans, mengangkut tujuh orang; tiga di antaranya dalam keadaan syahid.

Ayah dari Salwa, Almarhum Muhammad Sya’ts, mati syahid setelah enam hari dirawat di rumah sakit Al-Arish di Mesir. Ia koma dengan luka parah di sekujur tubuhnya, lalu syahid pada 24 Juli 2014.

Reaksi dan Komentar Aktivis

Air mata Salwa memicu simpati berbagai aktivis media sosial, yang turut berduka cita atas penderitaan dan kehilangan anak tersebut. Aktivis Abdullah Marouf menulis di halaman Facebook-nya, mengomentari air mata Salwa: "Gambaran menyakitkan tentang kematian... Wahai Palestina, kisahnya, sakitnya, deritanya dan penindasan atasnya!"

Sementara aktivis Maysoon Diab menulis di Twitter, "Salwa, putri martir Muhammad Sya’ts. Iia dengan bangga mengibarkan bendera Palestina di sepanjang upacara. Kemarin adalah ulang tahun keenam syahidnya sang ayah dan tiga sepupunya, bertepatan dengan upacara penghormatan untuk keluarga dengan orang-orang yang berprestasi. Ia menangis ketika nama ayahnya disebut, ia berusaha menyembunyikan air matanya sambil merangkul bendera, berusaha menutupi wajahnya dengan bendera tersebut."

Mengomentari foto Salwa, aktivis Muhammad Qudaih menulis di halaman Facebook-nya, "Semua kata terasa sulit untuk diungkapkan di hadapan air mata yang mengalir dari mata indahmu. Seharusnya anak seusiamu hidup menikmati masa kanak-kanak yang indah, namun engkau memikul duka tanah air di bahumu padahal engkau masih kecil.”

Patut dicatat bahwa Almarhum Muhammad Sya’ts terbunuh selama agresi Israel di Jalur Gaza, yang berlangsung 51 hari dan membunuh 2139 martir. Sebanyak 579 di antaranya anak-anak, 263 wanita dan 102 orang tua. Jumlah yang terluka mencapai angka 11.128. Sebagian besar martir tewas di Khan Yunis, Gaza Selatan.

(T.NA/SPNA/Nuruddin Jamal Al Harazin)

 

leave a reply