Pengusaha Sudan Merencanakan Perjalanan Kontroversial Menuju Israel

Perpecahan tersebut tidak lepas dari krisis ekonomi yang dialami Sudan. Negara dengan ibu kota Khartoum tersebut hingga saat ini mengalami krisis ekonomi yang dahsyat, salah satu sebabnya adalah karena sanksi yang dijatuhkan pada negara ini semenjak masuk ke dalam daftar “negara yang mensponsori terorisme” Amerika pada 1993, akibat hubungan negara pada saat itu dengan organisasi-organiisasi Islam seperti Al-Qaeda, bahkan Osama bin Laden pernah tinggal di Sudan antara tahun 1992 hingga 1996. Sanksi tersebut menghalangi Khartoum dari segala investasi asing dan sukses mengisolasi Sudan dari dunia luar.

BY Edited Sun,18 Oct 2020,03:57 PM

Khartoum, SPNA – Seorang pengusaha Sudan, Abu Al-Qasim Bartam mengakui sedang mempersiapkan perjalanan menuju Israel bersama 40 warga Sudan lainnya dari berbagai kelompok masyarakat, dengan tujuan untuk mempercepat normalisasi antara Khartoum dan Tel Aviv.

Pengusaha yang bergerak di bidang pertanian dan transportasi tersebut menyebutkan bahwa rombongannya tersebut terdiri dari profesor, pekerja, petani, seniman, atet dan bahkan beberapa pengikut tarekat sufi.

Perjalanan yang dijadwalkan pada bulan November untuk jangka waktu 5 hari ini menurutnya akan memakan biaya sekitar 160 ribu USD. Tujuan bagi kunjungan tersebut baginya adalah untuk mendobrak penghalang psikologis antara Sudan dan Israel, mencatat bahwa penghalang ini diciptakan oleh mereka yang memiliki pemikiran Islam, kiri dan nasionalis Arab.

Bertam mengatakan bahwa dia tidak pernah mengunjungi Israel, tidak juga pernah berkomunikasi dengan pihak berwenang negara ini. Menurutnya tidak ada yang bisa mencegahnya mengunjungi negara penjajah tersebut, setelah frasa "mengizinkan pembawa untuk bepergian ke semua negara kecuali Israel" dihapus dari paspor Sudan sejak 15 tahun yang lalu.

Perjalanan ini menimbulkan keheranan dan kontroversi yang besar di negara Afrika Utara ini. Sementara mengenai isu normalisasi dengan Israel sendiri, terjadi perpecahan dan perbedaan pendapat yang meluas di kalangan rakyat Sudan, baik antara partai politik maupun dalam masyarakat sipil. Perbedaan pendapat tersebut bahkan menjalar di dalam pemerintahan transisi yang mengambil alih kekuasaan di Sudan pasca penggulingan rezim Presiden Omar al-Bashir pada April 2019.

Perpecahan tersebut tidak lepas dari krisis ekonomi yang dialami Sudan. Negara dengan ibu kota Khartoum tersebut hingga saat ini mengalami krisis ekonomi yang dahsyat, salah satu sebabnya adalah karena sanksi yang dijatuhkan pada negara ini semenjak masuk ke dalam daftar “negara yang mensponsori terorisme” Amerika pada 1993, akibat hubungan negara pada saat itu dengan organisasi-organiisasi Islam seperti Al-Qaeda, bahkan Osama bin Laden pernah tinggal di Sudan antara tahun 1992 hingga 1996. Sanksi tersebut menghalangi Khartoum dari segala investasi asing dan sukses mengisolasi Sudan dari dunia luar.

(T.NA/S: RT Arabic)

leave a reply
Posting terakhir