Konfrontasi Meningkat, Diplomat Eropa Kunjungi Beita di Tepi Barat

Kunjungan ini dilakukan sebagai tanggapan atas kondisi yang makin mengkhawatirkan di seluruh wilayah Tepi Barat, khususnya di Beita.

BY Edited Mon,09 Aug 2021,03:18 AM

Tepi Barat, SPNA - Seiring meningkatnya pelanggaran Israel di Tepi Barat, Kepala Misi Eropa dan perwakilan negara-negara anggota Konsorsium Perlindungan Tepi Barat dan negara-negara yang berpandangan sama mengunjungi desa Beita, dekat Nablus di utara Tepi Barat, di mana penduduknya terus melakukan perlawanan atas rencana pembangunan permukiman Israel di tanah mereka.

Belgia, Denmark, Uni Eropa, Finlandia, Prancis, Jerman, Italia, Lituania, Belanda, Norwegia, Slovenia, Spanyol, Swedia, dan Inggris termasuk di antara kepala misi dan perwakilan dalam delegasi tersebut.

Menurut pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh delegasi dan Irlandia, kunjungan ini dilakukan sebagai tanggapan atas kondisi yang makin mengkhawatirkan di seluruh wilayah Tepi Barat, khususnya di Beita, seiring makin meningkatnya aksi kekerasan pemikim dan pembangunan pos terdepan permukiman ilegal di Jabal Sabih.

Sejak Mei, konflik antara penduduk lokal Palestina dengan pemukiam dan pasukan Israel di perbatasan desa Beita masih berlanjut. Hingga berita ini diturunkan, tercatat enam orang gugur tertembak oleh pasukan pendudukan, sementara ratusan lainnya terluka.

Dalam kunjungan tersebut, para delegasi mendengarkan penjelasan mengenai kondisi terkini di Beita dari penduduk setempat, mitra WBPC, dan Komisi Perlawanan Tembok Pembatas dan Kolonisasi. Warga setempat mengungkapkan kekhawatiran bahwa mereka akan kehilangan lebih banyak tanah dan menjadi sasaran kekerasan pemukim.

Anggota WBPC dan negara-negara yang berpandangan sama juga mendengar tentang kurangnya tindakan pencegahan yang efektif dan perlindungan yang memadai terhadap korban kekerasan pemukim.

Menurut Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), jumlah total serangan pemukim di Tepi Barat yang mengakibatkan cedera dan atau kerusakan bangunan pada tahun 2021 telah meningkat 46 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2020. Sementara itu, Yesh Din, sebuah organisasi hak asasi manusia Israel, melaporkan bahwa 96 persen penyelidikan oleh otoritas Israel terhadap tindakan kekerasan pemukim tidak mengarah pada pengajuan dakwaan.

Seluruh peserta mengulang kembali penentangan mereka terhadap kebijakan permukiman Israel dan segala tindakan yang terkait dengannya, ungkap pernyataan tersebut. Mereka mengingatkan kembali bagaimana Israel, sebagai kekuatan pendudukan, memiliki kewajiban untuk melindungi populasi Palestina dari serangan. Berdasarkan hukum internasional, Israel memiliki kewajiban untuk menjaga ketertiban umum dengan tidak memihak pada siapa pun dan melindungi warga Palestina serta bangunan mereka.

Para pemukim dan semua pihak yang bertanggung jawab atas kekerasan terhadap warga Palestina harus dimintai pertanggungjawaban. Segala tindak kriminal pun mesti diselidiki dan dilaporkan pada otoritas Israel terkait oleh warga Palestina untuk ditindaklanjuti, tambah pernyataan tersebut. Israel harus mengambil semua langkah yag diperlukan untuk menjamin pencegahan dan perlindungan untuk warga Palestina dari serangan yang dilakukan para pemukim.

Mengunjungi Beita, Konsul Jenderal Inggris Diane Corner mengatakan, “Kami mengutuk setiap insiden kekerasan yang dilakukan pemukim terhadap warga Palestina. Kami mendesak pihak berwenang Israel untuk menangani kekerasan pemukim dan menyelidiki setiap insiden untuk membawa mereka yang bertanggung jawab ke pengadilan dan mengakhiri budaya impunitas.”

 Corner menambahkan, “Posisi Inggris tentang permukiman jelas, permukiman ilegal menurut hukum internasional, menghambat perdamaian, dan mengancam kelangsungan solusi dua negara.”

(T.RA/S: Gaza Post)

leave a reply
Posting terakhir

Serangan Bom di Jeddah Cederai Dua Diplomat Eropa

Sebuah serangan bom terjadi saat acara peringatan Perang Dunia I yang diadakan oleh Kedutaan Prancis di Jedah berlangsung. Serangan ini oleh banyak pihak dianggap mempunyai kaitannnya dengan publikasi kartun Charlie Hebdoe dan kemarahan umat Islam terhadap Presiden Emmanuel Macron.