Haniyeh: Israel dan Amerika Tidak Terima Solusi Apa Pun, Termasuk Negara Palestina di Perbatasan 1967

“Ini adalah politik dan kebijakan lama. Mereka memandang Palestina sebagai tanah air tanpa penghuni dan menganggap orang-orang Palestina adalah penduduk tanpa tanah air. Sikap politik ini ditampilkan dengan menekan rakyat Palestina kami, dan ini mencerminkan sikap asli Israel terhadap rakyat Palestina di hadapan masyarakat internasional,” ungkap Haniyeh.

BY Edited Thu,30 Sep 2021,12:22 PM

 

Istanbul, SPNA - Kepala Biro Politik Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas), Ismail Haniyeh, sebagaimana dilansir dari Palinfo, pada Rabu (29/09/2021), mengatakan bahwa Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Israel Naftali Bennett tidak menerima solusi politik apa pun terkait Palestina.

“Bahkan jika itu hanya berupa negara merdeka Palestina berdasarkan peta perbatasan pada 1967. Sikap politik mereka tidak akan banyak berubah selama pendudukannya terhadap Palestina,” ujar Ismail Haniyeh.

Ia memandang bahwa perubahan politik yang terjadi di Washington dan Tel Aviv hanya sebatas formalitas perubahan nama.

“Pemerintahan Israel tetap melanjutkan politik pendudukan, perampasan tanah, pelanggaran hak rakyat kami di Tapi Barat dan Jalur Gaza,” ujar Haniyeh.

Ia menekankan bahwa tindakan yang dilakukan para pemukim Israel di Tepi Barat dan Yerusalem dengan merampas tanah penduduk Palestina tidak akan pernah berhasil menghilangkan keterikatan bumi Palestina dari pemiliknya, bahkan jika pelanggaran tersebut didukung oleh Amerika Serikat. Haniyeh mencatat bahwa politik Israel sangat tergantung pada kebijakan Amerika Serikat dan kepentingan tinggi Amerika Serikat.

Ia percaya bahwa sikap Bennett yang tidak menyebut nama Palestina dalam pidato PBB menegaskan sikap politik Israel yang berturut-turut, menolak hak rakyat Palestina.

“Ini adalah politik dan kebijakan lama. Mereka memandang Palestina sebagai tanah air tanpa penghuni dan menganggap orang-orang Palestina adalah penduduk tanpa tanah air. Sikap politik ini ditampilkan dengan menekan rakyat Palestina kami, dan ini mencerminkan sikap asli Israel terhadap rakyat Palestina di hadapan masyarakat internasional,” ungkap Haniyeh.

Ia berkeyakinan bahwa sikap politik dan kebijakan terhadap Israel tidak akan berubah.

“Karena ada sejumlah kepentingan yang tinggi yang diharapkan oleh kedua pihak dan kepentingan tersebut saling berkaitan erat satu sama lainnya,” sebut Haniyeh.

Ia menganggap arah kebijakan Bennett dan entitas pendudukan Israel sebagai kebijakan baru yang lama, dengan mengabaikan kepentingan rakyat Palestina dan membuat perjanjian dengan berbagai negara, tanpa mempertimbangkan hak-hak rakyat Palestina yang adil. Haniyeh mengungkapkan kecamannya atas kebijakan Amerika Serikat dalam mendukung sikap politik Israel ini.

Terkait perjanjian normalisasi antara sejumlah Arab dan pendudukan Israel, Haniyeh menekankan bahwa Hamas memandang normalisasi hubungan ini dengan bentuk penyesalan.

“Negara-negara Arab ini melihat bahwa legitimasi mereka berkaitan dengan Amerika Serikat, dan negara-negara ini juga percaya bahwa jalan mencapai Amerika Serikat harus melalui Tel Aviv. Padahal realitasnya tidak seperti itu,”

Haniyeh menekankan bahwa hubungan damai sejumlah pemerintahan Arab dengan Israel atau perjanjian normalisasi yang baru saja ditandatangani tidak berarti penerimaan orang-orang Arab terhadap entitas Israel.

“Sementara itu, kita melihat orang-orang Palestina berjuang demi Palestina dan melindungi tempat-tempat suci mereka, di mana orang-orang Arab mendukung mereka. Di samping itu, kita juga melihat rezim-rezim (Arab) ini mengorbankan Palestina dan rakyat Palestina demi kepentingan sempit, sesaat, tidak mapan dan strategis,” ungkap Haniyeh.

(T.FJ/S: Palinfo)

leave a reply
Posting terakhir

Arab Saudi: Kami Tidak Punya Hubungan Apa Pun dengan Israel

“Kami tidak memiliki hubungan apa pun dengan Israel, jadi perubahan dalam pemerintahan di sana tidak mempengaruhi sikap kami. Namun, kami berharap akan ada sikap yang lebih positif terhadap proses perdamaian,” jawab Bin Farhan sebagai tanggapan dalam konferensi pers di Wina, Austria, atas pertanyaan tentang sikap Kerajaan Arab Saudi.