Penenun Wol Jalur Gaza Melawan Kepunahan

Penggalian artefak kuno di Palestina menunjukkan bahwa alat yang digunakan untuk memintal tenun di Palestina muncul 5000 tahun yang lalu, dan di antara kota penting yang terkenal dengan kerajinan tenun dan permadani adalah kota Al-Majdal, kota Palestina yang telah diduduki Israel sejak 1948.

BY Edited Sun,03 Oct 2021,01:17 PM

Jalur Gaza, SPNA - Kerajinan pemintalan dan tenun berkembang secara historis di sejumlah kota di Palestina. Pada masa sebelumnya, kota Majdal dan Ashkelon, yang saat ini diduduki oleh Otoritas Israel, terkenal dengan pembuatan karpetnya. Dari kedua kota ini, kelompok dagang mengekspor hasil kerajinan mereka melalui jalur laut. Namun, setelah tragedi pengusiran penduduk Majdal dan Ashkelon ke Jalur Gaza,, profesi ini pun mulai menyebar di kota yang terblokade itu.

Adalah Mahmoud al-Sawaf, penduduk Jalur Gaza yang saat ini masih menekuni profesi sebagai penenun wol. Bersama anak-anaknya, pria berusia 75 tahun ini memintal berbagai karpet dan permadani dengan menggunakan alat tenun kayu non mekanis. Alat ini memuat 400 benang yang disusun secara parallel. Di atasnya terdapat kayu yang disebut sisir, yang mengangkat benang-benang tersebut secara merata dan rapat tanpa menciptakan cela sama sekali. Di dalamnya terdapat pula sepotong kayu lain yang disebut mathwaya, yang berfungsi untuk membungkus karpet.

Dalam wawancara dengan Suara Palestina, Mahmoud Al-Sawaf mengatakan bahwa ia sangat tertarik pada profesi ini. Bahkan, saat usianya telah renta dan minat konsumen pada produk ini semakin berkurang.

Ia menyatakan bahwa sebagian besar produk mereka diekspor ke Tepi Barat dan sejumlah negara Arab dan Eropa. Penenun tidak terlalu bergantung pada pasar lokal karena situasi ekonomi yang tidak stabil di Gaza.

“Beberapa dekade yang lalu, industri tenun wol dan mesin tenun tersebar di mana-mana di Jalur Gaza. Namun beberapa tahun terakhir, jumlahnya makin menurun. Terlebih di tengah persaingan pakaian wol siap pakai dan kain industri impor,” ujar Al-Sawaf.

Pembuatan karpet manual dilakukan dengan mengambil bulu wol dari binatang ternak lalu dikirim ke para pemilik industri tenun permadani. Warna wol yang mentah kemudian dipisahkan satu sama lain lalu dilakukan pengeringan. Wol ini kemudian dikirim untuk dipintal, diubah menjadi benang yang selanjutnya diwarnai agar berubah menjadi warna yang cerah.

Sebelum dipintal, wol ini akan menjalani pencucian dengan menggunakan air laut guna menguatkan karakter warnanya. Setelah itu, tangan-tangan terampil para pengrajin akan menggunakan mesin tenun “An-Naul”, alat untuk menenun karpet dan produk tenun wol lainnya yang terdiri dari lubang di tanah seluas 120 cm x 2 meter dan  kedalaman 80 cm.

Di dalam lubang tersebut ditempatkan bagian-bagian alat tenun yang disebut pedal, yang berfungsi untuk memegang bagian luar alat tenun. Proses “penjahitan” pun dilakukan dan akhirnya permadani pun selesai dikerjakan.

“Orang-orang menyebut keluarga kami dengan nama Al-Sawaf (yang berarti pedagang wol). Ini dikaitkan dengan profesi orangtua dan kakek-nenek kami yang sangat terkenal dalam pembuatan dan pemintalan tekstil dan wol,” ujar Mahmoud Al-Sawaf.

Di sela-sela wawancara, ia memperlihatkan berbagai jenis karpet hasil buatan tangannya sendiri selama beberapa tahun terakhir. Ia menyimpan semuanya sebagai karya artistic yang indah. ,

 “Karpet dan wol telah diproduksi keluarga kami selama lebih dari 400 tahun. Distribusi dan penjualannya tidak saja menyentuh negara-negara Arab, tetapi juga ibu kota Eropa seperti Paris, London, dan Washington,” tutur Mahmoud Al-Sawaf.

Ia menjelaskan bahwa semua karpet dan wol dibuat dengan tangan menggunakan mesin tenun manual, “An-Naul”. Keduanya diproses selama berjam-jam dan dengan usaha yang keras. Hasli produksi ini kemudian dijual kepada penduduk Palestina dan warga asing dengan harga yang wajar dan terjangkau.

Dalam perkembangannya, kerajinan tenun tidak hanya terbatas sebagai penghias atau pengalas lantai rumah saja seperti pada masa. Kini, kerajinan ini dijadikan sebagai mural dan hiasan dinding di berbagai hotel dan gedung-gedung sebagai artefak atau benda seni yang mengekspresikan identitas negara. Permadani Arab buatan tangan dihiasi dengan bentuk geometris dan benang wol berwarna, yang menampilkan kemewahan yang indah.

Penggalian artefak kuno di Palestina menunjukkan bahwa alat yang digunakan untuk memintal tenun di Palestina muncul 5000 tahun yang lalu, dan di antara kota penting yang terkenal dengan kerajinan tenun dan permadani adalah kota Al-Majdal, kota Palestina yang telah diduduki Israel sejak 1948.

(T.FJ/SPNA/Noureddine Jamal Al-Harazin)

leave a reply