Human Rights Watch: Tembok Apartheid Israel Batasi Mata Pencaharian Palestina di Tepi Barat

“Jika pelajaran berkuda di tanah Palestina, yang terletak kurang dari 100 meter dari pagar pemisah membuat orang Israel merasa lebih baik, apa kebutuhan keamanan sehingga harus melarang pemilik tanah Palestina ini untuk mengakses tanahnya secara teratur?” tanya Human Rights Watch.

BY 4adminEdited Sat,23 Apr 2022,01:36 PM

New York, SPNA - Human Rights Watch (HRW), organisasi hak asasi manusia yang berkantor pusat di New York, pada Jumat (22/04/2022), mengatakan bahwa tembok pemisah Israel atau yang lebih dikenal sebagai tembok apartheid Israel, yang dibangun pada tahun 2002, telah membatasi kehidupan dan mata pencaharian penduduk Palestina di Tepi Barat yang diduduki.

HRW menyatakan dalam sebuah laporan bahwa tembok, yang dibangun dengan dalih untuk menghentikan gelombang serangan mematikan di Israel, yang dilakukan oleh orang-orang Palestina dari Tepi Barat yang diduduki, tidak hanya meluas di sekitar empat per lima di sepanjang garis perbatasan pra-1967. Namun, juga menembus ke kawasan Tepi Barat, yang secara efektif menghubungkan kawasan permukiman ilegal Israel dan tanah yang ditunjuk sebagai daerah perluasan permukiman ilegal tersebut.

HRW menunjukkan bahwa jalan ini sangat membatasi kebebasan pergerakan penduduk Palestina dalam dua dekade terakhir, dan menghambat kehidupan Palestina.

“Ini adalah kejahatan Israel terhadap kemanusiaan, sikap apartheid, dan tindakan aniaya, di mana petani termasuk kelompok yang paling terpengaruh, karena mereka tidak diberi akses mudah ke tanaman dan ladang pertanian mereka di sisi lain (tembok). Penduduk desa ‘terkepung’ seperti ‘Azzun ‘Atma, yang hampir seluruhnya dikelilingi oleh tembok untuk memisahkan desa tersebut dari empat permukiman Israel di dekatnya,” sebut Human Rights Watch, sebagaimana dilansir RT Arabic.

HRW menyatakan bahwa salah satu permukiman ilegal tersebut adalah Sha’arei Tikva. Penghuninya melintasi pagar asli permukiman untuk mengoperasikan peternakan kuda di zona penyangga, yang terletak di tanah yang berdekatan dengan “tembok” pemisah apartheid tersebut, di mana dindingnya tidak terdiri dari tembok, tetapi pagar kawat yang tinggi. Di sebelah utara pagar ini, para pemilik tanah Palestina dapat melihat dengan jelas di antara pohon-pohon zaitun mereka, pemukim Israel yang sedang nikmat menunggang kuda.

“Jika pelajaran berkuda di tanah Palestina, yang terletak kurang dari 100 meter dari pagar pemisah membuat orang Israel merasa lebih baik, apa kebutuhan keamanan sehingga harus melarang pemilik tanah Palestina ini untuk mengakses tanahnya secara teratur?” tanya Human Rights Watch.

Pada April tahun lalu, Human Rights Watch, menyatakan bahwa otoritas pendudukan Israel melakukan kebijakan diskriminasi penduduk Palestina di semua wilayah yang berada di bawah kendalinya. Namun, mempraktikkan apartheid hanya di wilayah-wilayah di luar perbatasan tahun 1948.

Sedangkan laporan Amnesty International juga menerapkan istilah “apartheid” terhadap pelanggaran rasisme yang dilakukan otoritas pendudukan Israel di dalam perbatasan 1948.

Laporan tersebut menegaskan bahwa hampir semua pemerintahan sipil dan otoritas militer di Israel terlibat dalam penerapan rezim apartheid terhadap penduduk Palestina di seluruh Israel dan di Tepi Barat dan Jalur Gaza, bahkan termasuk  terhadap pengungsi Palestina dan keturunan mereka di luar wilayah tersebut.

(T.FJ/S: RT Arabic)

leave a reply
Posting terakhir