Yerusalem, SPNA - Pada peringatan ke-74 tragedi Nakba Palestina, yang diperingati pada Minggu (15/05/2022), Badan Pusat Statistik Palestina (PCBS), memantau langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah pendudukan Israel yang terus melakukan upaya Yahudisasi Yerusalem, melenyapkan landmark Islam, menggusur penduduk Palestina dari rumah-rumah mereka dan pembangunan permukiman ilegal di Tepi Barat.
Kepala PCBS, Ola Awad, menyatakan bahwa otoritas pendudukan Israel selama tahun 2021 menyetujui pembangunan lebih dari 12.000 unit permukiman ilegal, sebagian besar berada di Yerusalem.
“Pada saat yang sama, mereka (Israel) menghancurkan lebih dari 300 bangunan (Palestina) dan mengeluarkan surat pembongkaran atau penghancuran lebih dari 200 bangunan (Palestina). Selain itu, merekq menyetujui proyek A untuk merampas sebanyak 2050 bangunan Palestina di lahan seluas sekitar 2500 dunum (250 hektare), selama tahun 2021,” ungkap Ola Awad.
Ola Awad menyatakan bahwa di daerah Sheikh Jarrah dan Silwan di Yerusalem Timur, otoritas pendudukan Israel telah memperkuat upaya untuk merebut rumah-rumah Palestina dan mengusir penduduk Palestina dari rumah mereka.
“Mereka melakukannya di bawah undang-undang diskriminatif, dibawah dukungan pengadilan Israel, yang memungkinkan kelompok-kelompok ekstremis Yahudi ini untuk mengejar klaim atas tanah yang mereka klaim dimiliki orang Yahudi di Yerusalem Timur sebelum 1948,” ungkap Ola Awad.
Hukum Israel melarang penduduk Palestina, termasuk penduduk Sheikh Jarrah, yang akan dipindahkan atau diusir, untuk mengklaim kembali properti yang mereka miliki di wilayah pendudukan pada tahun 1948.
Sementara itu, Ola Awad juga menjelaskan bahwa jumlah situs kolonialis Israel dan pangkalan militer mencapai sebanyak 471 unit pada akhir tahun 2020 di Tepi Barat, yang tersebar di 151 permukiman, sebanyak 150 pos permukiman terdepan, dan 144 situs rahasia lainnya yang mencakup kawasan industri, tempat wisata, dan pusat layanan publik, serta kamp-kamp tentara pendudukan Israel.
“Adapun jumlah pemukim penjajah (Israel) di Tepi Barat, mencapai 712.815 jiwa pada akhir tahun 2020, dengan tingkat pertumbuhan penduduk sekitar 3,6 persen,” ungkap Ola Awad berdasarkan data statistik.
Menurut data statistik Palestina, sekitar 47 persen pemukim Israel tersebut tinggal di provinsi Yerusalem dengan jumlah sebanyak 332.294 jiwa, di mana sebanyak 246.909 jiwa di antaranya merupakan pemukim Israel di Yerusalem J1 (termasuk bagian dari provinsi Yerusalem yang dianeksasi oleh pendudukan Israel secara paksa setelah pendudukan Tepi Barat pada tahun 1967).
Sementara itu jumlah pemukim Israel di Tepi Barat mencapai sekitar 23 pemukim Israel untuk setiap 100 penduduk Palestina. Angka tertinggi di provinsi Yerusalem, di mana sekitar terdapat pemukim Israel untuk setiap 100 penduduk Palestina.
Tahun 2021 mencatat peningkatan signifikan dalam laju pembangunan dan perluasan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat, akibat Israel menyetujui pembangunan lebih dari 12.000 unit permukiman ilegal pada tahun 2021, termasuk 9.000 unit di tanah Bandara Qalandia di provinsi Yerusalem, serta rencana yang telah disetujui di mana mencakup pembangunan ribuan unit permukiman ilegal baru di seluruh Tepi Barat, termasuk Yerusalem.
Ola Awad menyatakan bahwa otoritas pendudukan Israel mengeksploitasi klasifikasi tanah menurut Perjanjian Oslo (Zona A, Zona B, dan Zona C) untuk memperketat kontrol atas tanah Palestina, terutama di daerah yang diklasifikasikan sebagai C, yang sepenuhnya berada di bawah kendali Tel Aviv.
Israel secara langsung mengeksploitasi 76 persen total area yang diklasifikasikan sebagai Zona C.
Sedangkan kawasan pengaruh permukiman ilegal Israel di Tepi Barat (termasuk area tertutup yang ditunjuk sebagaia daerah perluasan permukiman ilegal ini) berjumlah sekitar 542 kilometer persegi, seperti yang terjadi pada akhir tahun 2021, di mana mewakili sekitar 10 persen luas Tepi Barat.
Kawasan Tepi Barat Palestina yang dirampok untuk keperluan pangkalan militer dan tempat pelatihan militer Israel sekitar 18 persen dari luas wilayah Tepi Barat. Di samping itu, terdapat tembok apartheid yang mengisolasi lebih dari 10 persen wilayah Tepi Barat. Ola Awad menegaskan bahwa lebih dari 219 komunitas Palestina terkena dampak pembangunan tembok apartheid tersebut.
“Israel menempatkan berbagai hambatan demi memperketat dan membatasi ekspansi perkotaan Palestina, terutama di Yerusalem dan daerah-daerah yang diklasifikasikan sebagai Zona C di Tepi Barat, yang masih berada di bawah kendali penuh pendudukan Israel,” sebut Ola Awad.
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada Senin (25/10/2021), sudah beberapa kali menyatakan keprihatinan besar atas pembangunan dan perluasan unit permukiman ilegal baru di Tepi Barat yang diduduki.
“Semua permukiman tersebut ilegal menurut hukum internasional, dan akan tetap menjadi hambatan utama bagi perdamaian, serta harus segera dihentikan,” sebut Tor Wencesland, Utusan PBB untuk proses penyelesaian Timur Tengah.
(T.FJ/S: RT Arabic, Palinfo)