Israel Menuju Jurang

Dominasi sayap kanan dan meningkatnya ekstremisme di Israel membuat partai-partai agama dan pemukim Israel menjadi perancang koalisi yang berkuasa selama hampir dua dekade. Hal ini menguatkan kesadaran rakyat Palestina terhadap pentingnya persatuan dan kesatuan identitas, yang menimbulkan konfrontasi yang tak terhindarkan, terutama ketika mempertahankan tempat-tempat suci Palestina dan melawan permukiman ilegal Israel.

BY 4adminEdited Sun,29 May 2022,01:24 PM

Tel Aviv, SPNA - Peringatan tragedi Nakba yang diperingati pada setiap pertengahan Mei orang-orang Palestina, hanya untuk menaburkan garam di atas luka mereka dan meningkatkan kerinduan akan tanah air mereka yand dijajah, di mana mereka diusir oleh geng-geng Zionis Israel pada 74 tahun yang lalu.

Kenangan tragedy Nakba yang diperingati tahun 2021 lalu, bertepatan dengan pertempuran “Saif Al-Quds”, yang membangkitkan kesadaran orang-orang Palestina atas wilayah pendudukan, mengingatkan kesatuan takdir dan identitas Palestina dari Jalur Gaza, Tepi Barat, hingga ke daerah Palestina yang diduduki tahun 48 (tanah berdirinya Israel pada hari ini)

Terlepas dari keberhasilan proyek Zionis dalam membangun visi masyarakat internasional, yang pada tiga decade lalu menyerukan penyelesaian konflik dan kesimpulan terhadap perjanjian normalisasi dengan banyak negara Arab, banyak analis mengatkan bahwa kejatuhan otoritas pendudukan Israel akan segera terjadi.

Himpunan masyarakat akan kesadaran Palestina meningkat secara perlahan-lahan, tetapi terus berkembang di tengah ketabahan rakyat Palestina dan akses keterbukaan yang lebih luas terhadap masyarakat di dunia, yang telah lebih memahami narasi tentang isu Palestina setelah serangkaian skandal yang dilakukan oleh otoritas pendudukan Israel, di mana mereka terus melakukan pelanggaran hukum dan kejahatan melawan kemanusiaan.

 

Menuju Jurang

Kebangkitan proyek entitas Zionis yang menipu ini memiliki konsekuensi kejatuhannya. Banyak sejarawan dan analis politik di Israel sendiri membacanya demikian, termasuk Ehud Barak, mantan perdana menteri pemerintah pendudukan Israel.

Semakin meningkatnya intensifitas konflik antara Palestina dan Israel, di mana Israel telah mencapai tahap hegemoni politik, kemajuan ekonomi dan militer, dan banyak mendapatkan sekutu, telah membawa konflik ini kembali ke titik awal yang menandai dimulainya pembebasan Palestina.

Talal Okal, seorang analis politik, menegaskan bahwa proyek Zionis mengalami kemunduran meskipun keberhasilannya tampak jelas dalam kebijakan ekspansionis di wilayah bersejarah Palestina.

“Upaya komunitas internasional untuk mencapai solusi di perbatasan 1967 gagal oleh Israel. Hal ini dengan demikian mendorong konflik ke tahap awal pertama sebagai perjuangan eksistensial atas Palestina dan hak yang diabaikan dan ditangguhkan,” sebut Talal Okal.

Hari demi hari, semangat dan keteguhan Palestina terus tumbuh, dengan membela hak-hak nasional bangsa Palestina dengan berbagai tindakan perlawanan yang sah dalam upaya mengungkap kejahatan otoritas pendudukan Israel, sehingga gerakan boikot tumbuh untuk melawan Israel dan tuntutan hukum diluncurkan.

Terlepas dari solusi dua negara setelah tindakan ke tahap penyelesaian mengalami kegagalan termasuk diskusi tentang solusi satu negara, yang juga ditolak oleh Israel, Palestina akan segera unggul secara demografis, sehingga kemungkinan besar konflik ini akan kembali seperti semula.

Ahmed Rafiq Awad, seorang analis politik, mengatakan bahwa otoritas pendudukan Israel, setelah 74 tahun Nakba, berhasil memperkuat permukiman ilegal di Tepi Barat, terutama di Yerusalem. Israel tidak ingin mundur dari hegemoni dan dominasinya di Tepi Barat, tetapi berharap terbebas atau terlepas dari Jalur Gaza.

“Otoritas pendudukan Israel menguasai Tepi Barat dan memperkuat hubungan dengan negara-negara sekitarnya dan banyak negara Arab di Teluk. Ini adalah keberhasilan otoritas pendudukan Israel, di mana mereka tidak lagi ditolak oleh bangsa Arab setelah gagal melakukan solusi penyelesaian dengan Palestina,” sebut Ahmed Rafiq Awad.

Proyek Zionis Israel tidak lagi hanya bergantung pada kekuatan militer, sebaliknya telah mulai menggunakan alat diplomatik dan hubungan internasional di tingkat ekonomi dan politik, di mana mereka bercita-cita dapat menjadi pemimpin di kawasan.

Dominasi sayap kanan dan meningkatnya ekstremisme di Israel membuat partai-partai agama dan pemukim Israel menjadi perancang koalisi yang berkuasa selama hampir dua dekade. Hal ini menguatkan kesadaran rakyat Palestina terhadap pentingnya persatuan dan kesatuan identitas, yang menimbulkan konfrontasi yang tak terhindarkan, terutama ketika mempertahankan tempat-tempat suci Palestina dan melawan permukiman ilegal Israel.

 

Keteguhan Bangsa Palestina

Normalisasi damai antara sejumlah negara Arab dan otoritas pendudukan Israel menyampingkan keadilan perjuangan Palestina terkait sistem hubungan antara pendudukan Israel dan negara-negara Arab, serta Inisiatif Damai Arab yang disahkan dalam KTT Liga Arab tahun 2002.

Negara-negara yang melakukan normalisasi menjalin hubungan penuh dengan otoritas pendudukan Israel tanpa memperdulikan solusi bagi masalah Palestina, sehingga Palestina kembali memikirkan formulasi baru, sehingga gagasan perlawanan rakyat yang komprehensif tumbuh hari ini.

Talal Okal percaya bahwa kesabaran komunitas internasional atas kejahatan rasisme dan ekstremisme otoritas pendudukan Israel dan tindakan kejahatan yang dilakukan secara nyata tidak akan bertahan selama ditolak dan tidak ditoleransi oleh masyarakat internasional seperti yang terjadi Afrika Selatan pada masa lalu.

Talal Okal menunjukkan bahwa Palestina pada tahap ini, setelah 74 tahun Nakba, lebih berkomitmen untuk memperkuat persatuan, hak, dan identitas mereka, serta meningkatkan tingkat perlawanan terhadap kejahatan pendudukan, terlepas dari perselisihan politik yang terjadi.

Perlawanan Palestina tidak lagi diwujudkan hanya dalam aksi politik, sebaliknya, operasi perlawanan individu telah mengalami peningkatan. Hal ini menyebabkan bentrokan harian terjadi antara penduduk Palestina dan pasukan atau pemukim Israel sebagai entitas penjajah terus meningkat.

Talal Okal menggambarkan tindakan perlawanan yang terus terjadi saat ini sebagai bentrokan lanjutan yang menyerupai perang dingin yang sedang berlangsung dalam adegan ketegangan yang tidak akan pernah hilang selama kejahatan pendudukan terus berlanjut dengan berbagai program ekstremisme dan rasisme terhadap Palestina.

Tanpa melebih-lebihkan, banyak pengamat membaca tindakan perlawanan merupakan bentuk semangat optimisme.

“Orang Palestina saat ini berada dalam kondisi yang lebih baik, ”sebut Ahmed Rafiq Awad.

Ahmed Rafiq Awad menyebutkna bahwa rakyat Palestina telah memperbarui bentuk-bentuk perlawanan dan mempersulit kondisi keamanan bagi Israel. Tindakan menghadapi perlawanan penduduk Palestina menjadi proyek mahal bagi otoritas pendudukan Israel, yang telah merobohkan teori keamanan pasukan pendudukan Israel.

Keteguhan rakyat Palestina terus telah membangun harapan masyarakat terhadap kemajuan dalam mengekspos kejahatan pendudukan Israel ke dunia dan tentang perjuangan bangsa Palestina. Palestina, menurut Ahmed Rafiq Awad berhasil menyampaikan pesan terkait penderitaan penduduk mereka dan memperjelas hak-hak hukum Palestina setelah puluhan tahun didominasi oleh narasi Israel.

Ahmed Rafiq Awad menegaskan bahwa kini banyak para elit di Amerika Serikat, Eropa, dan berbagai negara lain, yakin bahwa negara pendudukan Israel bukanlah negara demokratif, bahkan sebaliknya, mempraktikkan diskriminasi rasial. Tindakan boikot terhadap negara pendudukan Israel telah meningkat dan banyak parlemen pemerintahan telah mengakui negara Palestina.

Aksi simpati yang lambat terhadap perjuangan keadilan Palestina dan sejumlah akumulasi resolusi internasional melawan negara pendudukan Israel pada akhirnya akan mencapai masa pembebasan dan kemerdekaan jika orang-orang Palestina terus meningkatkan kekuatan perlawanan rakyat yang menyeluruh, terus membangun kesadaran dan keyakinan dalam komunitas masyarakat yang bersatu.

(T.FJ/S: Palinfo)

leave a reply
Posting terakhir

Israel mencegah tim sepak bola Gaza menuju Tepi Barat

Sumber itu mengatakan bahwa pihak berwenang Israel mencegah 31 orang -yang terdiri atas tim sepak bola, anggota administrasi dan teknis- untuk menyeberang dari Gaza melalui persimpangan Erez di perbatasan menuju Tepi Barat.