PBB: Sejak Awal Tahun, Israel Hancurkan 300 Bangunan Palestina di Tepi Barat dan Yerusalem

“Hampir tidak mungkin bagi orang Palestina untuk mendapatkan izin semacam itu di Yerusalem yang diduduki. Ini mengacu pada birokrasi dan kebijakan pembatasan (ruang hidup) yang dilakukan oleh otoritas pendudukan Israel terhadap orang-orang Palestina di Yerusalem dan Area C, di mana Israel mengendalikan konstruksi. yang konstruksinya dikontrol oleh Israel,” sebut laporan OCHA.

BY 4adminEdited Tue,07 Jun 2022,01:07 PM

Yerusalem, SPNA - Organisasi PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan di Wilayah Pendudukan Palestina (OCHA) pada Senin (06/06/2022), mengatakan bahwa otoritas pendudukan Israel telah menghancurkan sebanyak 300 bangunan Palestina di Tepi Barat, termasuk Yerusalem yang diduduki, sejak awal tahun ini.

OCHA dalam sebuah laporan memperingatkan bahaya politik penghancuran rumah Palestina yang dilakukan oleh otoritas pendudukan Israel di Yerusalem dan Tepi Barat, terutama di Zona C.

“Bangunan (Palestina) terakhir yang terancam dihancurkan adalah bangunan yang terdiri dari 12 unit rumah yang terletak di daerah Wadi Qaddoum di lingkungan Silwan, Yerusalem timur. Jika pembongkaran dilakukan, 32 orang dewasa dan 42 anak-anak akan terusir dengan paksa,” sebut laporan OCHA.

Dua keluarga di gedung tersebut merupakan pengungsi Palestina dan dua keluarga lainnya akan mengungsi untuk kedua kalinya dalam dua tahun, setelah pembongkaran sebelumnya.

Laporan tersebut menyatakan bahwa dalih otoritas pendudukan Israel dalam melakukan penghancuran di Wadi Qaddoum adalah kurangnya syarat izin bangunan, seperti yang terjadi di sebagian besar penghancuran rumah-rumah dan bangunan Palestina lainnya.

“Hampir tidak mungkin bagi orang Palestina untuk mendapatkan izin semacam itu di Yerusalem yang diduduki. Ini mengacu pada birokrasi dan kebijakan pembatasan (ruang hidup) yang dilakukan oleh otoritas pendudukan Israel terhadap orang-orang Palestina di Yerusalem dan Area C, di mana Israel mengendalikan konstruksi. yang konstruksinya dikontrol oleh Israel,” sebut laporan OCHA.

Otoritas pendudukan bekerja untuk memperuntukkan tanah dan ruang yang tersedia untuk konstruksi di Yerusalem dan kawasan Zona C untuk kepentingan perluasan permukiman ilegal, yang secara internasional dilarang dan bertentangan dengan hukum internasional.

“Orang-orang Palestina di Tepi Barat hidup dalam kondisi sulit, akibat serangkaian kebijakan dan praktik pendudukan jangka panjang, akibat sistem perencanaan yang membatasi dan diskriminatif diterapkan di Zona C, Yerusalem Timur, dan daerah-daerah yang berada di bawah kendali Israel. Ini mencegah orang-orang Palestina untuk memenuhi kebutuhan rumah atau tempat tinggal, mata pencaharian, dan kebutuhan layanan dasar,” kata laporan OCHA.

Saat ini terdapat sekitar 650.000 pemukim Israel yang tinggal di permukiman ilegal Tepi Barat, termasuk Yerusalem yang diduduki, yang tersebar di sebanyak 164 permukiman besar dan 124 pos permukiman terdepan.

Hukum internasional menganggap Tepi Barat dan wilayah pendudukan Yerusalem, dan semua kegiatan pembangunan pemukiman di kawasan tersebut sebagai hal yang ilegal dan bertentangan dengan hukum internasional.

PBB sering kali menyatakan keprihatinan besar atas pembangunan unit permukiman ilegal Israel di Tepi Barat yang diduduki. Tahun lalu, utusan PBB untuk proses penyelesaian Timur Tengah, Tor Wencesland, mengatakan dalam sebuah pernyataan pers bahwa PBB menyatakan menyatakan keprihatinan atas pembangunan unit permukiman baru, dan kelanjutan perluasan permukiman ilegal di wilayah pendudukan Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur.

“Semua permukiman tersebut ilegal menurut hukum internasional, dan akan tetap menjadi hambatan utama bagi perdamaian, serta harus segera dihentikan,” sebut Tor Wencesland.

(T.FJ/S: Palinfo)

leave a reply
Posting terakhir

Israel Hancurkan 241 Rumah dan Bangunan Palestina Sejak Awal Tahun 2021

Pusat Hak Asasi Manusia dan Demokrasi menilai bahwa praktik pendudukan Israel terhadap Palestina telah melanggar hukum humaniter internasional, khususnya Konvensi Jenewa Keempat, dan resolusi internasional yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB, yang menyatakan operasi permukiman dan pengusiran penduduk setempat di negara yang diduduki adalah tindakan kriminal.