Kamp Pengungsi Rashidieh, Kehidupan Tak Layak di Tepi Mediterania

Terletak di pantai Mediterania, sekitar lima kilometer selatan kota Tyre (Sur), Rashidieh tumbuh menjadi kamp pengungsi Palestina terpadat kedua di Lebanon.

BY 4adminEdited Thu,04 Aug 2022,07:09 PM

Beirut, SPNA - Kamp pengungsi Rashidieh adalah kamp pengungsi Palestina terpadat kedua di Lebanon, tepatnya di pantai Mediterania sekitar lima kilometer selatan kota Tyre (Sur).

Pada 2017, kamp ini menampung 8.641 pengungsi Palestina di Lebanon, 560 warga Palestina yang mengungsi dari Suriah, 329 warga Suriah, dengan total hampir 10.000 pengungsi.

Salah seorang pengungsi, Umm Abdel Qader, menuturkan bahwa ia dan pengungsi lainnya menjalani kehidupan yang sangat sulit di kamp ini. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kamp pengungsi lainnya yang terdapat di Lebanon.

Meski terlahir di kamp Rashidieh, wanita berusia 70 tahun ini tetap memupuk harapan untuk bisa kembali dan berkumpul dengan keluarganya di kampng halaman mereka, Acre.

“Suatu hari kami akan meninggalkan Rashidieh dan kembali ke Acre,” tuturnya.

Pengungsi lainnya, Abu Ibrahim, menyerukan perlunya pendirian bendungan laut untuk melindungi rumah mereka agar tidak tenggelam saat musim dingin tibanya. Ia sendiri menyaksikan bagaimana rumahnya yang terletak dekat pantai hancur akibat air pasang.

Rashidieh merasakan dampak yang luar biasa saat perang saudara Lebanon pecah, terutama pada tahun 1982.

Menurut UNRWA, lebih dari 600 tempat penampungan hancur total atau sebagian dan lebih dari 5.000 pengungsi Palestina mengungsi. Tempat penampungan yang tersisa membutuhkan rehabilitasi serius.

Saat ini, 475.075 pengungsi Palestina tinggal di Lebanon dan merupakan hampir sepersepuluh dari populasi negara itu, dengan kondisi sosial dan ekonomi yang memprihatinkan.

Abu Ali, seorang pengungsi yang merupakan ayah dari tiga orang anak, mengatakan bahwa keluarganya menghadapi kondisi hidup yang sangat sulit setelah ia kehilangan pekerjaannya selama wabah COVID-19 dan krisis ekonomi parah yang melanda negara tersebut.

Sementara itu, Hajja Um al-Abed juga mengatakan bahwa ia bahkan tidak dapat membeli obatnya meskipun kondisi kesehatannya sangat buruk.

“Hidup kami menjadi sangat sulit di Lebanon, dan kami tidak bisa lagi menanggung penderitaan ini,” keluhnya.

Kamp pengungsi mengalami beberapa masalah, terutama: "biaya listrik yang tinggi, kurangnya staf medis di rumah sakit kamp, ​​dan tingkat pengangguran yang tinggi," tambahnya dalam sebuah pernyataan kepada Pusat Informasi Palestina.

(T.RA/S: PIC)

leave a reply
Posting terakhir

The Independent: Gaza Sudah Lama Tak Layak Huni

Lima tahun lalu, PBB  telah meramalkan bahwa jika Gaza tak kunjung berubah, wilayah ini akan menjadi tak layak huni tahun 2020. PBB sudah berkali-kali mengeluarkan peringatan ini, dan batas waktunya sudah tiba.  Kenyataannya, Gaza telah lama menjadi wilayah tak layak huni. Gaza bukan bom waktu, namun ledakan yang bergerak lambat.