53 Tahun Pembakaran Al-Aqsha oleh Israel, Apinya Masih Menyala

Syekh Ikrima Sabri menunjukkan bahwa praktik pembakaran terus berlanjut. Namun, dengan berbagai bentuk, termasuk serbuan yang dilakukan kelompok ekstremis Yahudi ke dalam kompleks Al-Aqsha dengan perlindungan pasukan pendudukan Israel, penggalian di bawah kompleks Al-Aqsha, penangkapan jamaah muslim Palestina, dan deportasi penduduk Palestina dari kompleks Al-Aqsha, dan pembatasan terhadap aktivitas restorasi maupun renovasi kompleks Al-Aqsha.

BY 4adminEdited Tue,23 Aug 2022,01:56 PM

Yerusalem, SPNA - Sejak Israel menduduki seluruh kota Yerusalem pada tahun 1967, Masjid Al-Aqsha menghadapi berbagai serangan proyek yahudisasi. Otoritas pendudukan Israel melakukan berbagai cara yang memungkinkan untuk mengubah identitas keislaman Al-Aqsha, di tengah dukungan negara-negara Barat, keterlibatan bangsa Arab, dan bahkan termasuk tidak ada tindakan nyata dari Otoritas Palestina.

Pada 53 tahun yang lalu, seorang ekstremis Yahudi Australia bernama Michael Dennis Rohan membakar Masjid Al-Qibli yang berada di dalam kompleks Masjid Al-Aqsa.

Pada hari itu, terjadi kebakaran di sayap timur Masjid Al-Qibli yang terletak di sisi selatan kompleks Masjid Al-Aqsha. Api tersebut menghanguskan sebagian besar peninggalan sejarah dan keislaman, serta melahap seluruh isi Masjid Al-Qibli, termasuk peninggalan sejarah berupa mimbar Salahuddin Sl-Ayyubi. Api yang terus membesar juga mengancam kubah Masjid Al-Qibli yang merupakan peninggalan sejarah.

Jika bukan karena upaya orang-orang Palestina di Yerusalem yang pada saat itu berusaha sekuat tenaga untuk memadamkan api, api dipastikan akan membakar semua monumen keislaman di Masjid Al-Qibli. Sampai pada hari ini, tembok-tembok Al-Aqsha masih menjadi saksi identitas dan kesucian Al-Aqsha.

 

Malapetaka

Dai dan ulama Masjid Al-Aqsha, Syeikh Ikrima Sabri, dalam wawancara eksklusif dengan Pusat Informasi Palestina (Palinfo) menyatakan bahwa pada pagi hari Kamis, 21 Agustus 1969, dirinya melihat nyala api yang memancar dari kompleks Masjid Al-Aqsha dan di langit kota Yerusalem.

“Saya dan semua orang, laki-laki, perempuan, anak-anak, dan orang tua, bergegas berlarian ke arah Al-Aqsha untuk memadamkan api yang membakar Al-Aqsha. Orang-orang mengangkut pasir dan air dari rumah-rumah yang berdekatan dengan Al-Aqsha menggunakan wadah. Mereka mengangkutnya menggunakan tangan, dari satu tangan ke tangan yang lain. Orang-orang terlihat mengantri dalam antrean panjang saat mengangkut air dan pasir untuk memadamkan api,” cerita Syeikh Ikrima Sabri.

Hingga pada saat itu, petugas pemadam kebakaran belum juga datang ke kompleks Masjid Al-Aqsha untuk memadamkan api.

Syeikh Ikrima Sabri, yang juga merupakan ketua Dewan Islam Tertinggi di Yerusalem, melanjutkan bahwa penduduk Yerusalem baru dapat memadamkan api bekerja sama dengan tim pemadam kebakaran yang tiba pada sore hari dari kotamadya Hebron, Betlehem, Ramallah, dan Al-Bireh, setelah pasukan pendudukan Israel menghalangi kedatangan mereka selama berjam-jam.

Mobil pemadam kebakaran datang sangat terlambat, api telah melalap sebagian besar sisi timur Masjid Al-Qibli dan menghancurkan mosaic, dekorasi bersejarah, menyebar ke mimbar Salahuddin Al-Ayyubi, mihrab, dan kubah.

Syeikh Ikrima Sabri menegaskan bahwa kebakaran ini tidak akan terjadi jika tidak direncanakan oleh otoritas pendudukan Israel. Ia menyimpulkan bahwa bahan yang digunakan untuk menyalakan api sangat mudah terbakar dan tidak ditemukan di pasaran. Bahan tersebut hanya tersedia untuk kebutuhan khusus negara dan tentara pendudukan Israel.

Selain itu, media Israel memalsukan kebenaran terkait kebakaran, dengan mengklaim bahwa kebakaran tersebut disebabkan oleh arus pendek untuk menyesatkan penduduk Palestina dan masyarakat internasional.

Syeikh Ikrima Sabri menyebut bahwa pihak yang melakukan pembakaran adalah sekelompok penjahat, bukan satu orang, tetapi otoritas pendudukan Israel pada saat itu hanya menangkap satu orang: Michael Dennis Rohan.

Otoritas pendudukan Israel menyebutkan bahwa Michael Dennis Rohan adalah orang Australia. Hal yang kemudian dilakukan otoritas pendudukan Israel untuk menutup kasus ini adalah menyebut Michael Dennis Rohan orang yang sakit jiwa, sehingga kebenaran terkait kasus pembakaran ini tidak diungkapkan.

Syeikh Ikrima Sabri mengatakan bahwa keesokan harinya, salat Jumat tidak diadakan di kompleks Al-Aqsha. Hal ini dilakukan untuk menjamin keselamatan para jemaah, dan kemudian tanggul batu bata dipasang untuk mencegah orang menjangkau area kebakaran.

Aktivitas salat diadakan di belakang atau di luar area batu bata. Aktivitas salat seperti ini terus bertahan demikian selama beberapa waktu sampai selesainya proses pembersihan dan dimulainya proses renovasi.

Syeikh Ikrima Sabri menekankan bahwa periode renovasi Masjid Al-Qibli memakan waktu hingga berlangsung selama 20 tahun.

Ia mencontohkan, setelah mimbar Shalahuddin Al-Ayyubi hancur dibakar, para khatib berdiri di atas lantai, kemudian sebuah mimbar besi didirikan. Mimbar yang serupa dengan mimbar aslinya akhirnya didatangkan pada 2007.

 

“Kebakaran” Masih Terjadi

Syekh Ikrima Sabri menjelaskan bahwa serangan dan ancaman terhadap Masjid Al-Aqsha tidak berhenti dengan pembakaran mimbar dan bangunan timur Masjid Al-Qibli. Nyala api masih ada dengan berbagai proyek yahudisasi dan pengepungan Al-Aqsha dari berbagai sisi akibat praktik otoritas pendudukan Israel untuk meyahudisasi Al-Aqsha.

Syekh Ikrima Sabri menunjukkan bahwa praktik pembakaran terus berlanjut. Namun, dengan berbagai bentuk, termasuk serbuan yang dilakukan kelompok ekstremis Yahudi ke dalam kompleks Al-Aqsha dengan perlindungan pasukan pendudukan Israel, penggalian di bawah kompleks Al-Aqsha, penangkapan jamaah muslim Palestina, dan deportasi penduduk Palestina dari kompleks Al-Aqsha, dan pembatasan terhadap aktivitas restorasi maupun renovasi kompleks Al-Aqsha.

Syekh Ikrima Sabri menyebutkan bahwa semua tindakan dan kejahatan tersebut adalah adalah “api yang sangat berbahaya”.

“Oleh karena itu adalah tugas kita setiap tahun untuk mengingat api ini dan untuk mengingatkan kepada seluruh dunia bahwa Masjid Al-Aqsha masih dalam bahaya, dalam konteks masih berlanjutnya ambisi otoritas pendudukan Israel terhadap kompleks Al-Aqsha,” pesan Syekh Ikrima Sabri.

Ia menekankan bahwa Masjid Al-Aqsha hanya diperuntukkan bagi umat Islam saja. Syekh Ikrima Sabri mengatakan bahwa pihak nonmuslim tidak memiliki hubungan dengan masjid ini, baik sebelum atau sesudah praktik pembakaran tersebut.

“Kami tidak membenarkan atau mengakui hak orang-orang Yahudi di dalam Al-Aqsha,” kata Syekh Ikrima Sabri.

 

Propaganda Zionis

Jurnalis dan peneliti Palestina, Sari Orabi, mengatakan bahwa permasalahan Yerusalem secara umum dan Masjid Al-Aqsha secara khusus, memikiki dua kaitan yang sangat kuat. Pertama, terkait dengan propaganda Zionis, yang dilakukan berdasarkan penggunaan alkitabiah dan agama Yahudi untuk tujuan kolonialisasi. Kedua, terkait dengan pemerintah otoritas pendudukan untuk memaksakan kedaulatan atas Yerusalem, terutama kawasan Yerusalam Timur dan Kota Tua Yerusalem, tempat Masjid Al-Aqsha berada.

Sari Orabi mengatakan, bahwa hal tersebut adalah alasan utama Zionis, baik secara politik, keamanan, dan militer. Dalam konteks ini muncul desakan untuk menyerbu Masjid Al-Aqsha dan mengadakan salat Yahudi di dalam kompleks Al-Aqsha dan mengabaikan pemerintah Yordania sebagai otoritas wakaf yang bertanggung jawab terhadap Al-Aqsha.

Sari Orabi menambahkan, adanya motif ketiga terkait perilaku Zionis terhadap Masjid Al-Aqsha, yaitu munculnya pengaruh zionisme agama, seperti Kelompok Al-Khalashiah (Penyelamat) dan Kelompok Al-Haikal (Bait Suci).

Zionisme yahudi ini memperkuat pengaruhnya dalam lembaga keamanan dan militer otoritas pendudukan Israel, untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah Israel secara umum, serta keyakinan yahudi mereka bahwa mereka berperang untuk membawa turunnya Kristus, Sang Juru Selamat.

(T.FJ/S: Palinfo)

leave a reply