Memperingati 75 Tahun Pembagian Tanah Palestina, Apakah Pendapat Bourguiba Benar?

Beberapa tahun setelah Perang Enam Hari 1967, Bourguiba mengumumkan inisiatif pada 2 Juli 1973, yang menetapkan penerimaan pembagian tanah Palestina sesuai dengan Resolusi Majelis Umum PBB 181 tahun 1947, sementara “Permasalahan penetapan perbatasan antara negara-negara Arab dan Israel akan ditarik melalui proses negosiasi dan negara Palestina akan didirikan”.

BY 4adminEdited Wed,30 Nov 2022,01:32 PM

Yerusalem, SPNA - 29 November menandai 75 tahun peringatan keputusan pembagian tanah Palestina yang dikeluarkan oleh Majelis Umum PBB. Keputusan ini ditolak oleh para pemimpin negara-negara Arab selama beberapa dekade. Namun, presiden Tunisia, Habib Bourguiba, kemudian menerima solusi ini dengan berat hati yang juga ditentang oleh pemimpin negara Arab yang lain.

Resolusi PBB menetapkan pembagian tanah Palestina menjadi tiga bagian, di mana dua negara akan didirikan, satu bagi Arab Palestina dan satu bagi Yahudi akan didirikan. Sedangkan kawasan tempat-tempat suci akan ditempatkan di bawah Dewan Perwalian Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Resolusi pembagian ini adalah upaya pertama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menyelesaikan permasalahan Palestina sejak awal. PBB mengeluarkan Resolusi No.181 yang dikeluarkan pada tanggal 29 November 1947. Sebanyak 33 negara memberikan suara mendukungn, sementara 13 negara menentang resolusi ini, sedangkan 10 negara memilih abstain, dari total 56 negara yang mengikuti pemungutan suara, yang merupakan jumlah anggota PBB saat itu, dikurangi Kerajaan Siam, yang sekarang disebut Thailand.

Resolusi ini mempertimbangkan penghentian Mandat Inggris atas Palestina, dan pembentukan tiga entitas baru di tanah Palestina, di antaranya sebagai berikut:

1. Sebuah negara Arab akan didirikan di atas lahan seluas sekitar 11.000 kilometer persegi, yang mewakili 42,3 persen dari total luas tanah Palestina. Kawasan ini terletak di Galilea barat, Acre, Tepi Barat, dan kawasan pantai selatan yang membentang dari utara Ashdod dan selatan ke Rafah, dengan sebagian gurun di sepanjang Jalur perbatasan dengan Mesir.

2. Sebuah negara Yahudi akan didirikan dengan luas 15.000 kilometer persegi, yang mewakili 57,7 persen luasa total tanah Palestina. Kawasan ini terletak di dataran pantai mulai dari Haifa hingga Tel Aviv selatan, timur Galilea, termasuk Danau Galilea, dan Galilee Panhandle, dan Negev termasuk Umm Rashrash, atau yang dikenal dengan Eilat saat ini.

3. Entitas ketiga termasuk kota Yerusalem, Bethlehem, dan kawasan sekitar, akan ditempatkan di bawah Dewan Perwalian PBB.

Delegasi negara-negara Arab menarik diri dari pertemuan Majelis Umum PBB ketika hasilnya diumumkan. Mereka mengumumkan dalam pernyataan kolektif penolakan terhadap resolusi tersebut dan mengecam keputusan sepihak PBB yang membagi tanah Arab Palestina.

Resolusi ini ditolak oleh Palestina dan negara-negara Arab selama beberapa dekade, hingga pada pembentukan Otoritas Nasional Palestina di sebagian Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Resolusi pembagian tanah Palestina ditolak oleh semua pihak pemimpin Arab dan Palestina, kecuali mendiang presiden Tunisia, Habib Bourguiba, yang dalam hal ini dapat dikatakan menentang arus utama pendapat pemimpin dan presiden negara-negara Arab yang lain.

Beberapa tahun setelah Perang Enam Hari 1967, Bourguiba mengumumkan inisiatif pada 2 Juli 1973, yang menetapkan penerimaan pembagian tanah Palestina sesuai dengan Resolusi Majelis Umum PBB 181 tahun 1947, sementara “Permasalahan penetapan perbatasan antara negara-negara Arab dan Israel akan ditarik melalui proses negosiasi dan negara Palestina akan didirikan”.

“Ada dua bangsa yang memperebutkan satu tanah. Saya katakan, mengapa kita tidak bisa membayangkan membagi Palestina antara Palestina dan Israel? Tentu saja, setiap orang akan mengorbankan sesuatu. Untuk bagian mereka (Israel), orang Israel menyerahkan tanah yang mereka duduki dengan kekuatan senjata (Perang Enam Hari 1967) dan mempertahankan apa yang mereka miliki yang diberikan kepada mereka oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1947 di bawah Resolusi Pembagian 181,” kata Habib Bourguiba menjelaskan inisiatifnya dalam sebuah pidato.

Pada saat itu, pemerintah Yordania menanggapi dengan menolak pernyataan Bourguiba dan memutuskan hubungan diplomatik dengan Tunisia. Belakangan, di tengah perkembangan yang buruk di kawasan Arab dan dalam rangka mengkritisi permukiman ilegal Israel yang terus merampas tanah Palestina, sejumlah suara dari kalangan Arab mulai bertanya-tanya, “Apakah pemimpin Arab salah dan Bourguiba benar?”

Hingga saat ini otoritas pendudukan Israel terus-menerus menghancurkan, membuldoser rumah, dan lahan pertanian, serta mengusir penduduk Palestina di Tepi Barat, termasuk Yerusalem yang diduduki. Otoritas pendudukan Israel dan pemukim Israel berniat untuk terus merampas tanah-tanah Palestina di Tepi Barat.

Sekitar 650.000 pemukim Zionis saat ini tinggal di lebih dari 130 pemukiman yang dibangun sejak 1967, ketika Tepi Barat dan Yerusalem Timur diduduki.

Berdasarkan hukum internasional, Tepi Barat dan Yerusalem merupakan wilayah pendudukan, dan semua kegiatan pembangunan permukiman di atas tanah Palestina tersebut adalah tindakan ilegal, bertentangan dengan hukum internasional dan sangat menghambat peluang kemajuan dalam penyelesaian konflik Palestina-Israel.

(T.FJ/S: RT Arabic)

leave a reply
Posting terakhir