Pengungsi Palestina di Suriah, Mati dan Menderita

“Puluhan keluarga pengungsi Palestina dari kamp Handarat yang mengungsi selama perang, mulai melakukan perjalanan pengungsian baru setelah gempa yang terjadi baru-baru ini yang melanda wilayah utara Suriah dan selatan Turki,” kata Fayez Abu Eid.

BY 4adminEdited Tue,14 Feb 2023,01:30 PM

Damaskus, SPNA - Perjalanan panjang kepedihan dan penderitaan hidup pengungsi Palestina di Suriah yang jauh dari tanah airnya yang dijajah masih berlanjut dan berliku. Ini adalah penderitaan yang dimulai sejak pengungsian pertama pada tahun 1948 dan pengungsi Palestina masih menunggu hari pembebasan tanahnya.

Di utara Suriah, nasib menyedihkan yang dialami 62.000 pengungsi Palestina, semakin diperparah dengan kerusakan lainnya akibat gempa bumi yang menambah penderitaan mereka dalam bentuk rasa sakit baru, terutama di kamp Neirab dan Handarat di Aleppo, dan kamp Raml di Lattakia.

Dalam sepekan setelah gempa dahsyat terjadi, jumlah korban jiwa penduduk Palestina, berdasarkan laporan Kementerian Luar Negeri Otoritas Palestina mencapai 91 orang, 40 di antaranya berada di Turki.

 

Penderitaan yang Bertambah

Setelah akhir pekan pertama gempa dahsyat Turki-Suriah, tidak semua detail bencana terungkap. Hal yang terungkap hanyalah ribuan keluarga kehilangan anggota keluarganya yang meninggal dunia, terluka, hilang, dan juga kehilangan tempat tinggal. Tampaknya penderitaan akan segera berakhir. Namun, tidak segera berakhir, karena orang-orang Palestina dan Suriah mulai menelusuri jalan penderitaan yang baru.

Selain itu, tingginya krisis di kamp-kamp pengungsi Palestina di Suriah, yang mirip dengan krisis di kamp-kamp Palestina di sejumlah negara lainnya di sekitar Palestina, seperti pembangunan dan akses layanan dasar, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Krisis ini membuat mereka tidak memiliki daya tahan terhadap peristiwa besar seperti gempa bumi, yang memperparah penderitaan dan menambah rasa sakit.

Pengungsi Palestina sama halnya dengan rakyat Suriah di daerah mereka yang menjadi korban gempa bumi, mayat-mayat terjebak di bawah reruntuhan bangunan, rumah-rumah hancur, jalan-jalan rusak, akses layanan dasar tidak berfungsi, dan bantuan tidak ada.

Hidup mereka telah berubah menjadi neraka dan yang tersisa hanyalah naluri bertahan hidup. Sedangkan sebagian yang lain masih mencari anggota keluarga yang telah terpisah, akibat pengusian maupun suaka sebelumnya, dan sekarang oleh gempa bumi.

Bahkan ketika dan setelah bencana gempa bumi terjadi, mereka tidak mampu melakukan upaya penyelamatan yang memadai akibat kurangnya pengetahuan menangani krisis dan minimnya peralatan penyelamatan. Takdir seolah-olah telah menetapkan kematian hanya untuk mereka.

Semua kru penyelamat mengalami kendala di lapangan akibat lemahnya kemampuan dalam menangani krisis gempa dan sedikitnya peralatan yang mereka miliki untuk melakukan evakuasi. Singkatnya, para pengungsi Palestina mencoba menyelamatkan diri dan keluarga mereka yang terjebak di bawah puing-puing bangunan dengan hanya bermodal kuku mereka.

 

Kematian dan Pengungsian

Koresponden Pusat Informasi Palestina, Palinfo, menelepon Fayez Abu Eid, petugas media Kelompok Aksi untuk Palestina di Suriah, sepekan setelah bencana, menyebutkan bahwa kelompoknya telah mendokumentasikan kematian 53 pengungsi Palestina dari Suriah.

Fayez Abu Eid mengindikasikan bahwa 17 penduduk Palestina tewas di utara Suriah di wilayah Jenderes dan Salqin, tiga anak di kamp Neirab, satu keluarga dengan 7 anggota di kota Jableh, dan seorang pengungsi di kamp Al-Aedin di Hama.

“Puluhan keluarga pengungsi Palestina dari kamp Handarat yang mengungsi selama perang, mulai melakukan perjalanan pengungsian baru setelah gempa yang terjadi baru-baru ini yang melanda wilayah utara Suriah dan selatan Turki,” kata Fayez Abu Eid.

Fayez Abu Eid menjelaskan bahwa sebanyak lima keluarga Palestina yang melakukan perjalanan pengungsian baru berasal dari daerah berbeda di Aleppo. Mereka menuju tempat yang paling tidak terkena dampak gempa, setelah mereka diberitahu untuk meninggalkan rumah yang hancur di Al-Midan dan Ashrafieh. Sementara itu, tiga keluarga Palestina lainnya mengungsi dari Al-Maysar Aleppo ke sebuah sekolah yang dekat dengan daerah tersebut setelah adanya peringatan adanya retakan pada tempat tinggal mereka.

Fayez Abu Eid mengungkapkan bahwa sejumlah bangunan yang nyaris hancur akibat perang di kamp Yarmouk di Damaskus, runtuh akibat gempa, tanpa adanya laporan korban jiwa dan luka-luka.

 

Bantuan Internasional

Fayez Abu Eid mengatakan bahwa bantuan internasional yang tiba ke Suriah, terutama kepada pengungsi Palestina sangat sedikit, tidak sebanding dengan kehancuran dan penderitaan yang mereka alami. Terdapat ribuan pengungsi di jalanan, termasuk ratusan warga Palestina yang tinggal di jalanan dan di tenda-tenda di utara Suriah, selatan Turki, dan kamp Raml.

Fayez Abu Eid menunjuk pada secercah harapan dalam bantuan individu dan gerakan ataupun aksi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga Palestina, seperti “Falisthin Ma’akum”.

Adapun bantuan internasional, Fayez Abu Eid menekankan bahwa meskipun bantuan telah dijanjikan, akan tetapi tidak mencukupi dan kurang. Ia menyerukan organisasi dan lembaga internasional untuk mempercepat aksi dalam memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan para korban gempa di utara Suriah dan di berbagai kamp pengungsi Palestina di Suriah.

Berkaitan dengan Badan Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), Fayez Abu Eid menegaskan bahwa bantuan tersebut masih sangat kurang dan tidak signifikan.

Fayez Abu Eid meminta UNRWA untuk ikut terlibat bertanggung jawab terhadap para pengungsi Palestina, terutama di utara Suriah, termasuk 1.600 keluarga Palestina yang mengungsi dari sejumlah kota dan desa-desa di Damaskus.

Berkaitan dengan upaya rekonstruksi pasca-gempa, Fayez Abu Eid menyebutkan bahwa proses rekontruksi akan memakan waktu. Ia menyebut bahwa saat ini ada ribuan keluarga yang tinggal di tempat terbuka, orang-orang yang rumah dan tempat tinggalnya telah hancur.

“Berdasarkan laporan internasional, rekonstruksi akan berlangsung selama bertahun-tahun. Turki dapat menanganinya, sementara Suriah, yang lelah karena perang, mungkin tidak akan mampu menangani krisis ini dalam waktu dekat. Keluarga yang menghadapi penderitaan akan berlipat ganda,” kata Fayez Abu Eid.

 

Nasib Pengungsi Palestina di Suriah

Sejak terusir dalam peristiwa Nakba pada 1948, lebih dari 438.000 pengungsi Palestina saat ini menetap di 12 kamp pengungsi yang tersebar di wilayah Suriah, sedangkan jutaan lainnya mengungsi di negara-negara lain. Mereka terpaksa pergi meninggalkan kampung halaman akibat agresi Israel.

Pada 2011, peperangan meletus di Suriah dan berdampak besar bagi rakyatnya, termasuk para pengungsi Palestina yang menumpang tinggal di kamp-kamp tersebut. Ratusan ribu korban jiwa tercatat tewas akibat konflik yang terjadi di Suriah itu, ratusan di antaranya adalah pengungsi Palestina.

Gempa dahsyat berkekuatan Magnitudo 7,8 dan gempa-gempa susulan yang terjadi di Turki dan Suriah pada Senin (06/02/2023), telah menewaskan puluhan ribu orang. Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengatakan bahwa 57.000 pengungsi Palestina di Suriah ikut terdampak bencana tersebut.

(T.FJ/S: Palinfo)

leave a reply