Menolak Lupa, 9 Tahun Agresi Isreal di Gaza

Agresi Israel atas Gaza pada tahun 2014 meninggalkan dampak yang tidak proporsional terhadap anggota masyarakat yang paling rentan. Serangan tersebut membuat infrastruktur Gaza hancur, di mana rumah sakit, sekolah, dan bangunan tempat tinggal menjadi puing-puing.

BY 4adminEdited Mon,10 Jul 2023,03:56 AM

Gaza, SPNA - Bulan ini menandai peringatan 9 tahun agresi Israel 2014 di Jalur Gaza. Serangan yang berlangsung selama 50 hari ini meninggalkan jejak yang tak terhapuskan di wilayah tersebut, selamanya mengubah kehidupan banyak orang. Kisah-kisah kehilangan, rasa sakit, dan ketangguhan yang muncul dari periode ini berfungsi sebagai pengingat yang gamblang tentang nilai manusia.

Selama musim panas tahun itu, Jalur Gaza mengalami serangan brutal saat pasukan Israel melancarkan kampanye militer terhadap wilayah kantong yang terkepung itu. Pada 8 Juli 2014, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) melancarkan Operasi Perlindungan Tepi (Operation Protective Edge). Ini adalah operasi militer yang paling mematikan setelah Intifada Kedua. Pengeboman yang intens mengakibatkan kehancuran yang meluas dan hilangnya nyawa. Menurut PBB, sekitar 2.251 warga Palestina tewas selama agresi tersebut.

Tragisnya, mayoritas dari korban ini adalah perempuan dan anak-anak, menyoroti dampak yang tidak proporsional dari agresi terhadap anggota masyarakat yang paling rentan. Serangan tersebut membuat infrastruktur Gaza hancur, di mana rumah sakit, sekolah, dan bangunan tempat tinggal menjadi puing-puing.

Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) mencatat bahwa 1,5 juta penduduk Gaza terkena dampak terbatasnya dan/atau berkurangnya persediaan air, 26 fasilitas kesehatan rusak, 968 rumah (64.650 orang) hancur total atau rusak parah, dan rumah milik 33.100 orang rusak namun masih bisa ditinggali. Di seluruh Jalur Gaza, penduduknya hanya mendapat pasokan listrik selama tiga jam per hari.

Agresi 2014 juga sangat merugikan kesehatan mental dan emosional penduduk Gaza. Ketakutan, trauma, dan ketidakpastian yang terus-menerus dialami selama konflik meninggalkan luka mendalam yang terus mempengaruhi penduduk hingga saat ini.

Menurut sebuah laporan oleh Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), diperkirakan 1,3 juta warga Gaza, hampir 75% dari populasi, membutuhkan bantuan dan perlindungan kemanusiaan, termasuk dukungan kesehatan mental.

Sementara agresi 2014 di Jalur Gaza mengakibatkan penderitaan manusia yang luar biasa, hal itu juga menyoroti ketahanan dan tekad rakyat Palestina. Dalam menghadapi kesulitan yang luar biasa, masyarakat berkumpul untuk membangun kembali, saling mendukung untuk memulihkan keadaan menjadi normal.

Namun, banyak keluarga yang terus menunggu rekonstruksi yang dijanjikan, terjebak dalam siklus ketidakpastian dan pengungsian. Keterlambatan dalam membangun kembali telah memperdalam luka mereka, memperpanjang penderitaan mereka dan menghambat kemampuan mereka untuk membangun kembali kehidupan mereka.

(T.RA/S: Day of Palestine)

leave a reply