417 Akademisi Dunia: Israel Praktekkan Apartheid

“Mereka (penduduk Palestina) menghadapi kekerasan terus-menerus. Tahun ini saja, pasukan Israel membunuh lebih dari 190 orang Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza, serta menghancurkan lebih dari 590 bangunan. Sementara itu, para pemukim (Israel) melakukan pembakaran, penjarahan, dan pembunuhan (penduduk Palestina), tanpa dihukum,” sebut petisi tersebut.

BY 4adminEdited Wed,09 Aug 2023,01:28 PM

Washington, SPNA - Ratusan akademisi dunia dalam petisi yang ditandatangani pada Senin (08/08/2023), menyatakan bahwa pendudukan jangka panjang Israel atas tanah Palestina telah menghasilkan “rezim apartheid”.

Pernyataan ini diungkapkan 417 akademisi dari berbagai latar belakang, mulai dari Israel, Amerika Serikat, beberapa negara lainnya, dalam petisi yang berjudul “The Elephant in the Room” atau gajah di dalam ruangan. Gajah dalam ruangan merupakan ungkapan metafora yang berarti permasalahan besar yang dihindari orang untuk didiskusikan atau diakui.

Akademisi yang menandatangani petisi tersebut di antaranya merupakan akademisi Amerika Serikat dari Universitas Yale, Harvard, Chicago, Michigan, Washington dan Princeton, profesor dari sejumlah universitas Inggris dan Jerman. Akademisi Israel dari Universitas Tel Aviv, Hebrew, Haifa, dan Universitas Ben-Gurion di Israel.

Petisi tersebut menyinggung hubungan langsung antara serangan terbaru sistem peradilan dan rezim pendudukan ilegal Israel atas tanah Palestina di mana jutaan penduduk Palestina tinggal.

Selama berminggu-minggu, aksi demonstrasi dan protes terus berlanjut setelah pemerintah sayap kanan Israel mencoba mengesahkan serangkaian amandemen peradilan, yang digambarkan oleh oposisi sebagai cara “mengubah Israel menjadi rezim kediktatoran”.

Petisi itu juga menyatakan bahwa penduduk Palestina hampir tidak mendapatkan semua hak dasar, termasuk hak untuk memilih dan memprotes.

“Mereka (penduduk Palestina) menghadapi kekerasan terus-menerus. Tahun ini saja, pasukan Israel membunuh lebih dari 190 orang Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza, serta menghancurkan lebih dari 590 bangunan. Sementara itu, para pemukim (Israel) melakukan pembakaran, penjarahan, dan pembunuhan (penduduk Palestina), tanpa dihukum,” sebut petisi tersebut.

Petisi menyebutkan bahwa tidak ada demokrasi bagi orang-orang Yahudi di Israel selama orang-orang Palestina hidup di bawah kebijakan apartheid.

Petisi menegaskan bahwa tujuan akhir reformasi peradilan yang dilakukan Israel adalah untuk memperketat blokade di Jalur Gaza, menyangkal persamaan hak warga Palestina di luar dan di dalam Zona Hijau, merampas lebih banyak tanah Palestina, dan secara etnis membersihkan semua tanah tersebut dari penduduk Palestina di bawah kekuasaan Israel.

“Yahudi Amerika telah lama berada di garis depan permasalahan keadilan sosial, dari kesetaraan ras hingga hak aborsi, tetapi mereka tidak memperhatikan ‘gajah di dalam ruangan’. Pendudukan jangka panjang Israel (atas tanah Palestina) yang rutin kami ulang-ulangi, telah menghasilkan rezim apartheid.” sebut petisi tersebut.

Petisi yang ditandatangani oleh ratusan akademisi lintas negara meminta para pemimpin Yahudi Amerika, pemimpin lembaga, cendekiawan, rabi, dan akademisi untuk mendukung gerakan protes Israel. Dalam beberapa tahun terakhir, lembaga hak asasi manusia Israel dan internasional telah menyatakan lebih dari satu kali bahwa “Israel mempraktekkan kebijakan apartheid”.

(T.FJ/S: Elbalad)

leave a reply
Posting terakhir