Sabra dan Shatila, Peringatan 41 Tahun Luka Berdarah Pengungsi Palestina

Mereka kemudian membunuh semua orang, mulai dari orang tua, wanita, anak-anak, bahkan balita. Mereka juga masuk ke rumah sakit, membunuh perawat, dokter, dan pasien yang melarikan diri dari pembantaian tersebut. Selama 3 hari tiga malam, mereka melakukan pembantaian keji terhadap penghuni kamp Sabra dan Shatila yang tidak berdaya, menggunakan senapan mesin, pistol, pisau, dan parang.

BY 4adminEdited Sun,17 Sep 2023,11:28 AM

Ramallah, SPNA – Tepat 41 tahun yang lalu, pada 16 September 1982, di bawah perlindungan dan dukungan tentara Israel di bawah komando Ariel Sharon, milisi Lebanon pro-Israel memasuki kamp pengungsi Sabra dan Shatila di Beirut dan melakukan salah satu pembantaian paling mengerikan dalam sejarah modern.

Selama tiga hari serangan penuh kekerasan di Sabra dan Shatila, di bawah pengawasan tentara Israel, lebih dari 4.000 orang, di mana mayoritasnya merupakan pengungsi Palestina (mulai dari anak-anak, hingga orang tua, baik laki-laki maupun Perempuan) dibantai di rumah dan di jalan-jalan.

Sehari sebelum aksi pembantaian terjadi, 15 September tentara Israel mengepung dua kamp pengungsi tersebut. Pengepungan ini terjadi setelah para pejuang Palestina pergi dari Lebanon pada bulan Agustus dalam sebuah kesepakatan yang dimediasi oleh Amerika.

Berdasarkan kesepakatan tersebut, pasukan multinasional yang terdiri dari Amerika, Italia, dan Prancis akan memberikan perlindungan kepada kamp pengungsi Palestina di Beirut, yang pada saat itu berada di bawah pengepungan tentara Israel. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa pengungsi sipil tidak diganggu dan dirugikan dengan cara apa pun.

Hal sebaliknya terjadi, pasukan Amerika mundur pada tanggal 10 September, pasukan Italia pada hari berikutnya, dan pasukan Prancis pada tanggal 13 September. Aksi penarikan pasukan ini terjadi hampir 10 hari sebelum mandat resmi mereka berakhir, sehingga kamp pengungsi tersebut sangat rentan menjadi target sasaran serangan.

Semua tanda menunjukkan bahwa serangan dan pembantaian sangat mungkin dilakukan milisi Lebanon yang pro-Israel dan di bawah perlindungan dan kolaborasi tentara Israel setelah menyerbu ibu kota Lebanon, Beirut. Padahal, ada perjanjian yang ditengahi Amerika yang menetapkan tentara Israel tidak akan memasuki Beirut setelah kepergian para pejuang Palestina.

Setelah pengepungan kamp pengungsi Sabra dan Shatila pada 15 September, tentara Israel menyalakan suar api ke langit ketika milisi bersenjata Lebanon memasuki kamp melalui barisan tentara Israel. Pembantaian dimulai pada malam hari tanggal 16 September 1982. Mereka menyebar ke seluruh jalan dan gang-gang, serta mengambil kendali penuh atas wilayah tersebut.

Mereka kemudian membunuh semua orang, mulai dari orang tua, wanita, anak-anak, bahkan balita. Mereka juga masuk ke rumah sakit, membunuh perawat, dokter, dan pasien yang melarikan diri dari pembantaian tersebut. Selama 3 hari tiga malam, mereka melakukan pembantaian keji terhadap penghuni kamp Sabra dan Shatila yang tidak berdaya, menggunakan senapan mesin, pistol, pisau, dan parang.

Para saksi yang menyaksikan pembantaian melaporkan pemandangan beberapa wanita hamil yang perutnya dibelah dan tubuhnya dibuang ke gang-gang, anak-anak yang anggota tubuhnya dipotong, dan puluhan bagian tubuh yang telah dimutilasi berserakan di jalan-jalan dan di dalam rumah-rumah yang hancur. Perawat dan dokter juga dibawa dari Rumah Sakit Akka ke tempat lain, di mana akhirnya mereka dibunuh.

Selama tiga hari, di bawah pengawasan tentara Ariel Sharon, milisi Lebanon pro-Israel melanjutkan pembantaian sampai berita pembantaian tersebut bocor ke luar dan foto-foto mengerikan korban pembantaian tersebar ke seluruh dunia. Baru setelah itu, Israel melalui milisi Lebanon menghentikan serangan sebelum adanya tekanan dunia internasional.

Meski sudah lama berlalu sejak pembantaian tersebut, perdebatan terkait jumlah korban masih menjadi pembahasan. Korban jiwa diperkirakan antara 700 hingga 5.000 orang.

Jumlah korban jiwa yang tampaknya paling akurat di antara semua daftar yang telah dipublikasikan adalah daftar yang disampaikan peneliti Palestina, Bayan Nuwayhed Al-Hout. Ia menyebutkan dalam bukunya “Sabra and Shatila - September 1982,” bahwa dirinya memperkirakan jumlah korban tewas sedikitnya mencapai 1.300 orang. Angka ini diperoleh setelah membandingkan dan meneliti 17 daftar berbeda yang memuat nama-nama korban dan sumber lainnya.

(T.FJ/S: Palinfo)

leave a reply
Posting terakhir

Palestina Peringati Pembantaian Sabra dan Shatila yang Dilakukan Israel

“Tragedi yang sangat mengerikan dan salah satu kejadian paling berdarah dalam sejarah rakyat Palestina. Pembantaian ini bertujuan untuk mengintimidasi orang-orang Palestina, memaksa mereka untuk meninggalkan Lebanon setelah mereka diusir dari Palestina. Selain itu, pembantaian ini juga menanam benih-benih perselisihan antara Palestina dan saudara-saudara Lebanon,” sebut Ahmed Mohsin.