Gaza, SPNA - Mengapa Amerika Serikat mendukung Israel dalam segala kondisi, meskipun negara Zionis itu secara jelas-jelas melanggar hukum internasional, tetapi tidak dikenakan sanksi.
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, menolak bertemu dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, akibat pembentukan pemerintahan bersama politisi sayap kanan ekstrem dan tuduhan Netanyahu mendukung Donald Trump dalam pemilu. Namun, setelah serangan pertama yang dilakukan oleh Gerakan Perlawanan Islam “Hamas” dan krisis tahanan Palestina, tidak mengherankan jika Joe Biden dan Amerika “sekali lagi” mengumumkan dukungan terhadap Israel dan bersedia untuk memberikan bantuan.
Jika melihat dari segi militer, ekonomi, dan strategis, Israel adalah “sekutu yang dapat diandalkan" bagi Amerika.
Selain itu, meskipun ada beberapa permasalahan di antara keduanya, tetapi ada hal yang menghubungkan Israel dan Amerika Serikat secara erat. Bahkan, jika narasi-narasi pernyataannya berubah, kebijakan Amerika Serikat tidak pernah berubah.
Pakar hubungan internasional, Hakan Akbas, menilai Israel telah menjadi mitra strategis yang dapat diandalkan di Timur Tengah bagi Amerika Serikat sejak era Uni Soviet. Israel dianggap punya peran penting dalam mencapai keseimbangan regional bagi Amerika Serikat.
Hakan Akbas mengatakan bahwa terdapat kerja sama intelijen dan militer yang erat antara kedua pihak. Selain proyek ekonomi, Amerika dan Israel bekerja sama dalam banyak proyek teknologi dan intelijen. Israel mengimpor senjata dan teknologi dalam jumlah besar dari Amerika Serikat. Selain itu, Kongres AS memberikan bantuan keuangan dan peralatan terbesar kepada Israel berdasarkan Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional.
Selain itu, kelompok lobi Zionis yang kuat di Amerika Serikat mendukung Israel. Calon presiden selalu bekerja sama dengan kelompok lobi ini dan memberikan janji kepada mereka.
Direktur Institut Kebijakan Luar Negeri di Universitas Teknik Timur Tengah dan profesor hubungan internasional, Hussein Bagchi, mengatakan bahwa kelompok lobi Israel kuat di Amerika Serikat, dan mempengaruhi sikap Washington di kawasan.
Hoaks Pemenggalan dan Propaganda
Dukungan penuh Amerika juga terlihat dengan diterimanya semua berita yang berasal dari Israel oleh pimpinan tertinggi di Amerika Serikat, meskipun berita tersebut hoaks dan hanya rekayasa, seperti yang terjadi pada berita Hamas yang memenggal anak-anak Israel yang direkayasa oleh sumber-sumber Israel dan diberitakan oleh Israel. Berita ini diterima mentah-mentah dan disampaikan oleh Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, dan media-media Barat yang terkenal.
Laporan yang diterbitkan "Middle East Eye" menyatakan bahwa media Inggris didominasi oleh laporan tentang pembantaian yang dilakukan oleh pejuang Hamas di pemukiman di selatan Israel. Media-media tersebut menyebarkan berita, tanpa proses verifikasi, dengan mengklaim bahwa Hamas memenggal kepala anak-anak.
Namun laporan-laporan yang diakui oleh sejumlah media tidak diverifikasi dan dibantah serta dikecam oleh jurnalis-jurnalis lain, menimbulkan tuduhan bahwa publikasi tersebut ingin menyebarkan “berita palsu” yang bertujuan sebagai senjata untuk memicu Islamofobia, dan sebagai alat propaganda Israel untuk melegalisasi kejahatan di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk wilayah Palestina yang diduduki, Francesca Albanese, menyampaikan kekhawatiran terkait penyebaran berita hoaks tersebut dan menyerukan para jurnalis untuk berhati-hati dalam membuat laporan dan menyebarkan informasi.
Sejumlah surat kabar melaporkan, dengan mengutip hal yang disampaikan tentara Israel pada saluran berita Israel "I24 News", tentang pemenggalan kepala bayi-bayi (Israel)".
The Sun menulis di halaman depannya, “Orang-orang biadab memenggal kepala anak-anak dalam pembantaian.” The Times mengatakan, "Hamas menggorok leher anak-anak dalam sebuah pembantaian". Kedua media ini adalah perusahaan media di Inggris milik Rupert Murdoch, seorang Zionis pendukung Israel.
Mark Owen Jones, jurnalis dan akademisi yang meneliti misinformasi di Timur Tengah, mengatakan kepada Middle East Eye bahwa cuitan di akun X (Twitter) tentang cerita “pembunuhan 40 anak” telah menarik 44 juta interaksi pada Rabu siang (10/10).
Gerakan Terorganisir
Mark Owen Jones mengakui bahwa ia tidak tahu apakah ada gerakan terorganisir di balik penyebaran cerita ini. Namun, ia menyebut bahwa cerita tentang anak-anak yang dibunuh bersifat “sentimental” dan digunakan dalam kampanye propaganda sejak Perang Dunia I untuk menjelek-jelekkan musuh.
Beberapa surat kabar dan situs web yang menerbitkan cerita tersebut mengutip laporan jurnalis Nicole Zedeck dari saluran “i24” sebagai sumber utama mereka.
“Salah satu komandan mengatakan kepada saya bahwa mereka melihat kepala anak-anak dipenggal. Para tentara mengatakan kepada saya bahwa mereka yakin 40 anak-anak terbunuh,” kata Zedeck dalam postingan media sosialnya.
Wartawan-wartawan lain yang mengunjungi lokasi tersebut mengatakan belum mendengar atau melihat bukti yang mendukung laporan tersebut.
Pada Rabu lalu, jurnalis di “+972 Magazine”, Oren Ziv, menulis di media sosial bahwa “selama tur, kami tidak melihat bukti apa pun mengenai hal ini. Juru bicara atau komandan militer tidak menyebutkan insiden semacam itu”.
Oren Ziv menambahkan bahwa jurnalis diperbolehkan berbicara dengan ratusan tentara di permukiman tanpa pengawasan tim juru bicara militer. Namun tidak satupun dari mereka berbicara tentang anak-anak yang kepalanya dipenggal.
Kewajiban Verifikasi
“Saya baru saja melihat halaman depan surat kabar di Inggris hari ini dan merasa ngeri dengan berita utama yang menyatakan ‘Hamas memenggal 40 anak di Kfar Aza’,” tulis Bethan McKernan, wartawan Guardian di Yerusalem.
Pada hari Rabu, juru bicara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Tal Heinrich, mengatakan kepada CNN bahwa bayi dan anak kecil ditemukan “tanpa kepala”. Ia juga menyatakan ini kepada stasiun radio Inggris LBC. Tal Heinrich mengatakan bahwa “tentara di lapangan” melaporkan “pemenggalan” ini.
Sementara itu, Hamas “menyangkal keras tuduhan palsu yang dipromosikan oleh beberapa media Barat, seperti pejuang Palestina yang membunuh anak-anak dan menargetkan warga sipil”.
Juru bicara Center for Media Monitoring, sebuah organisasi yang mendorong pemberitaan yang adil dan bertanggung jawab tentang Muslim dan Islam di Inggris, mengatakan bahwa tugas jurnalis adalah memverifikasi keakuratan rincian tuduhan yang dipublikasikan.
Center for Media Monitoring menekankan bahwa setiap klaim dari tentara Israel harus diperlakukan dengan hati-hati dan diverifikasi sebelum dipublikasikan, apalagi menjadi berita di halaman depan.
Wartawan CNN, Sara Sidner, pada Kamis (12/10), mengeluarkan permintaan maaf setelah membela klaim Israel bahwa Hamas memenggal kepala bayi dalam serangan akhir pekan lalu melalui siaran langsung. Ia mengakui bahwa laporan tersebut tidak dikonfirmasi.
Sara Sidner memposting permintaan maaf di situs “X” di mana ia mengatakan bahwa dirinya menyesal telah menyebarkan tuduhan tentang “pemenggalan bayi-bayi Israel” selama siaran langsung.
Setelah permintaan maaf tersebut, Sara Sidner menghadapi kritik secara online dan menuduhnya menyebarkan propaganda perang yang dapat membenarkan Israel membombardir Jalur Gaza tanpa kenal ampun yang menargetkan penduduk sipil dan orang-orang tak berdosa.
Video Sebaliknya
Di sisi lain, sejumlah video yang diambil pada awal pertempuran “Badai Al-Aqsha” dan kesaksian sejumlah penduduk sipil Israel, mendokumentasikan bahwa perempuan dan anak-anak tidak menjadi sasaran atau kejahatan selama operasi penyerbuan ke permukiman Israel di sekitar Jalur Gaza oleh kelompok perlawanan Palestina.
Pada Rabu (11/10/2023), Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) melaporkan bahwa berita yang beredar mengenai penargetan anak-anak Israel adalah kebohongan. Hamas meminta media Barat untuk bersikap adil, akurat, dan tidak bias terhadap narasi Zionis.
Hamas mengatakan bahwa kelompok perlawanan Palestina dan Brigade Al-Qassam menghindari penargetan penduduk sipil dan hanya menargetkan sistem militer Zionis dalam pertempuran ini. Hamas menyebut bahwa laporan kebohongan media Barat yang menyebut bahwa Hamas membunuh bayi, memenggal kepala mereka, dan menargetkan penduduk sipil adalah kegagalan media dalam upaya menutupi kejahatan Israel di Jalur Gaza.
Hingga pada Selasa (17/10), Kementerian Kesehatan Palestina menyebut bahwa lebih dari 2.800 penduduk sipil Palestina meninggal dunia dan lebih dari 9.500 orang mengalami luka-luka dalam serangan udara Israel di Jalur Gaza. Korban jiwa akan terus bertambah di tengah serangan terus menerus Israel hingga saat ini yang menargetkan apa saja, termasuk pemukiman penduduk, sekolah, hingga rumah sakit.
(T.FJ/S: Aljazeera)