Tak Peduli Langgar Hukum Internasional, Inilah Alasan Israel Ubah Rumah Sakit Al-Shifa Menjadi Medan Perang

Setelah pengabdian selama bertahun-tahun, Rumah Sakit Al-Shifa kini berubah menjadi “medan perang dan kuburan bagi rakyat Palestina”. Israel mengepung rumah sakit dari berbagai penjuru selama beberapa hari terakhir, menutup akses masuk, bahan bakar, menembak ambulans, bahkan melakukan serangan bom di lokasi sekitar, disusul dengan menerobos masuk ke dalam kompleks rumah sakit

BY 4adminEdited Wed,15 Nov 2023,04:49 PM
Tak Peduli Langgar Hukum Internasional, Inilah Alasan Israel Ubah Rumah Sakit Al-Shifa Menjadi Medan Perang

Jalur Gaza, SPNA – Rumah Sakit Al-Shifa telah berdiri di Jalur Gaza Pusat sejak tahun 1946, dua tahun sebelum Israel merdeka. Sejak didirikan, Al-Shifa memberikan pelayanan medis bermutu kepada pasien di Gaza. Selama 77 tahun, Al-Shifa juga konsisten meraih berbagai prestasi serta berhasil menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga internasional.

Dari Mandat Inggris sampai otoritas Mesir, diakhiri dengan cengkraman Israel yang kemudian memberlakukan blokade tak manusiawi terhadap Gaza, Al-Shifa tetap kokoh berdiri.

Setelah pengabdian selama bertahun-tahun, Rumah Sakit Al-Shifa kini berubah menjadi “medan perang dan kuburan bagi rakyat Palestina”. Israel mengepung rumah sakit dari berbagai penjuru selama beberapa hari terakhir, menutup akses masuk,  bahan bakar, menembak ambulans, bahkan melakukan serangan bom di lokasi sekitar, disusul dengan menerobos masuk ke dalam kompleks rumah sakit pada Rabu dini hari (15/11/2023).

Rumah sakit adalah fasilitas yang tidak boleh disentuh. Melakukan penyerangan terhadap fasilitas kesehatan secara hukum internasional adalah “haram”, namun pertanyaannya apa yang membuat Israel begitu berhasrat melanggar hukum menyerang Rumah Sakit Al-Shifa?

Pertama: Misi Tak Kunjung Berhasil, Israel Cari Tumbal Perang

Pada 7 Oktober lalu, Israel dibangunkan dengan serangan Badai Al-Aqsa yang dilancarkan sayap militer Hamas Al-Qassam secara mendadak. Al-Qassam berhasil membobol perbatasan, melumpuhkan pangkalan militer Israel (IDF), bahkan menerobos masuk ke permukiman sipil.

Lebih dari itu, Al-Qassam berhasil menawan ratusan warga dan personel militer. Israel disebut mengalami kegagalan intelejen terparah sejak berdiri.

Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu lalu mendeklarasikan “Operasi Pedang Besi” untuk membalas serangan Hamas. Benar saja, Militer Israel (IDF) melancarkan serangan brutal dan mematikan dari darat, laut dan udara tanpa membedakan Hamas dan warga sipil. Selama hampir 40 hari, 11.320 warga Gaza dilaporkan gugur.  

Meskipun sudah melakukan serangan brutal dan menewaskan belasan ribu, Israel masih belum mampu menyelesaikan dua misi perang mereka; melumpuhkan Hamas dan memulangkan tawanan.

Meskipun memakan waktu puluhan hari, IDF masih tak mampu menyelamatkan satu tawanan mereka di Gaza dan belum mampu menangkap seorang pun pemimpin Hamas.

IDF masih belum membuktikan bahwa mereka mampu melumpuhkan gerakan perlawanan Palestina.

Hal ini membuat kampanye perang yang dipimpin Benyamin Netanyahu terhadap Hamas disinyalir hanya untuk menyelamatkan Perdana Menteri itu dari jerat hukum atas kasus korupsi dan pengkhianatan.

Satu-satunya prestasi yang diperlihatkan Israel adalah penghancuran rumah-rumah penduduk, rumah sakit, sekolah serta menewaskan warga sipil.

Sementara itu, pejuang Palestina setiap hari memposting video memperlihatkan kesuksesan mereka menghancurkan ratusan tank dan membunuh prajurit Israel.

Tak terima menghadapi kegagalan itu, Israel membuat narasi fiktif demi menyakinkan publik bahwa markas besar Hamas terdapat di terowongan yang berlokasi di bawah rumah sakit Al-Shifa.

Hal ini dijadikan dalih bahwa Israel perlu menghancurkan rumah sakit yang menampung ribuan pasien dan pengungsi tersebut demi melumpuhkan Hamas.

Hamas membantah tudingan tersebut dan menuntut dunia internasional agar mengutus penyidik independen untuk melihat sendiri apakah tudingan Israel tersebut benar atau akal-akalan IDF yang semakin terpuruk akibat perang.

Di tengah sikap tak acuh dunia internasional, Israel bisa saja mengumumkan “kemenangan palsu” dan membuat publik percaya bahwa mereka berhasil menghancurkan markas petinggi Hamas yang bersembunyi di terowongan bawah tanah Rumah Sakit Al-Shifa.

Meskipun demikian, pernyataan Israel itu dibantah oleh Dr. Mads Gilbert, seorang dokter ahli anestesi dan trauma asal Norwegia yang sudah mengabdi di Gaza sejak 2008. Dia menegaskan bahwa dia tidak pernah menemukan markas Hamas di Rumah Sakit Al-Shifa seperti yang ditudingkan Israel.

“Saya muak dan bosan dengan klaim Israel bahwa ada pusat komando Hamas di Rumah Sakit Al-Shifa. Kami belum pernah melihatnya. Kami belum pernah melihat petinggi Hamas di Al-Shifa. Kami bisa berkeliaran dengan bebas di sana,” tegasnya kepada Aljazera (12/11/2023).

Kedua: Al-Shifa Simbol Keteguhan dan Perlawanan Rakyat Gaza Yang Ingin Diruntuhkan

Al-Shifa adalah Rumah Sakit dengan luas 45.000 m2 yang memiliki berbagai fasilitas kesehatan baik sektor operasi bedah, penyakit dalam, persalinan, dialisis, radiologi dan lain-lain.

Sejak tahun 2007, Al-Shifa telah menjadi markas perjuangan. Para aktivis yang berjuang dalam demonstrasi melawan blokade Israel dirawat di rumah sakit ini. Al-Shifa juga menjadi pusat berbagai konferensi yang membongkar kejahatan Israel, dimana konferensi tersebut didukung sejumlah lembaga internasional.

Agustus lalu, Al-Shifa menerima utusan dari lembaga kemanusiaan internasional. Rumah Sakit kebanggan rakyat Gaza itu menuai pujian karena berhasil mengembangkan layanan medis modern bahkan mampu menciptakan berbagai inovasi meskipun dalam keterbatasan akibat blokade.

18 September 2023, Rumah Sakit Al-Shifa menerima delegasi Doctors Without Borders  yang dipimpin Dr. Guillemette Thomas dalam rangka mendirikan dan mengembangkan arthroplasty, bedah payudara, wajah dan mulut.

Doctors Without Borders memberikan pujian kepada Al-Shifa atas prestasi mereka dalam memberikan pelayanan berkualitas.

Menurut pengamat militer Yordania, Kolonel Faez Al-Doweri, Rumah Sakit Al-Shifa telah menjadi simbol ketangguhan dan perlawanan warga Palestina dan Israel ingin meruntuhkannya.

Menurutnya Al-Shifa telah memainkan peran membentuk opini publik melawan pendudukan bahkan dinobatkan sebagai tuan rumah konferensi yang membongkar pelanggaran yang dilakukan Israel, “Karena itu Israel berupaya menutup mulut mereka.”

Ketiga: Israel Ingin Menyiksa Korban di Gaza

Bukti-bukti di lapangan menunjukkan bahwa Israel tidak hanya ingin menghancurkan simbol perlawanan seperti Rumah Sakit Al-Shifa, namun juga ingin membuat warga sipil Palestina di Jalur Gaza menderita.

Israel terbukti secara sengaja melakukan penyerangan terhadap sekolah-sekolah, rumah sakit dan lembaga kemanusiaan. Serangan terhadap rumah sakit Al-Shifa disinyalir bertujuan agar warga sipil tidak mendapatkan perawatan medis, akhirnya mereka gugur secara perlahan atau dengan kata lain: Genosida.

(T.RS/S:Aljazera)

leave a reply
Posting terakhir