Madrid, SPNA - Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez, pada Selasa (05/12/2023), mengatakan bahwa langkah Spanyol untuk mengakui negara Palestina akan terus berlanjut meskipun tidak mendapat dukungan yang cukup dari Uni Eropa.
Pedro Sanchez mengarahkan kritik tajam kepada para pemimpin negara-negara Uni Eropa. Ia kembali menyebutkan visinya bahwa untuk mengakhiri konflik antara Israel dan Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) harus berdasarkan pada solusi dua negara.
“Negara Palestina harus diakui terlebih dahulu, untuk menyelenggarakan inisiatif konferensi perdamaian internasional yang dipimpin oleh Spanyol. Lebih dari 130 negara telah mengakui negara Palestina, sementara Amerika Serikat dan sejumlah negara Uni Eropa belum mengakuinya,” kata Pedro Sanchez.
Pedro Sanchez mengatakan bahwa upaya untuk mengambil inisiatif di Uni Eropa untuk mengakui Palestina harus dilakukan dan jika hal itu tidak terjadi, pendekatan Madrid untuk mengakui Palestina akan terus berlanjut.
Kritik terhadap Uni Eropa
Pedro Sanchez meminta Uni Eropa untuk mengambil sikap yang sama terkait serangan Rusia ke Ukraina sehubungan dengan serangan Israel di Jalur Gaza, dan menyerukan para pemimpin negara-negara Uni Eropa untuk menahan diri dari kebijakan standar ganda.
Ia menambahkan bahwa jika Uni Eropa tetap diam melihat pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Israel dan kejahatan pendudukan di Jalur Gaza dan Tepi Barat, maka mereka akan menghadapi risiko isolasi di komunitas internasional. Ia menyebut bahwa Uni Eropa harus meninjau kembali kebijakan-kebijakannya.
Pedro Sanchez menekankan bahwa penyelesaian masalah yang ada antara Israel dan Palestina adalah kepentingan Eropa, secara moral dan geopolitik. Ia kembali mengkritik agresi Israel di Jalur Gaza dan menganggap penargetan penduduk sipil tidak dapat diterima.
Pernyataan Pedro Sanchez ini menimbulkan kemarahan Israel. Menteri Luar Negeri Israel, Eli Cohen, mengatakan bahwa pernyataan tersebut mengulangi tuduhan palsu dan memberikan dorongan terhadap terorisme.
Palestina mengumumkan bahwa jumlah korban jiwa akibat perang Israel di Jalur Gaza telah meningkat menjadi 16,248 orang, di mana lebih dari 70 persen di antaranya adalah anak-anak dan Perempuan. Sementara itu jumlah korban luka-luka mencapai 43,616 orang.
Selama agresi di Jalur Gaza, pesawat tempur Israel telah menjatuhkan lebih dari 50.000 ton bahan peledak ke rumah-rumah penduduk sipil, rumah sakit, sekolah, dan berbagai gedung milik sipil. Palestina menyebut bahwa komunitas internasional bertanggung jawab penuh akibat dukungan yang berikan agar pendudukan Israel terus berlanjut di tanah Palestina.
Sebelumnya, Lembaga Pemantau HAM internasional, Euro-Med Monitor, menyoroti bahwa berat bom nuklir yang dijatuhkan Amerika Serikat di Hiroshima dan Nagasaki di Jepang pada akhir Perang Dunia II pada Agustus 1945 diperkirakan sekitar 15.000 ton bahan peledak.
Euro-Med Monitor menyebut bahwa akibat perkembangan teknologi mempengaruhi potensi bom, bahan peledak yang dijatuhkan di Gaza mungkin dua kali lebih kuat dari bom nuklir. Ini berarti bahwa kekuatan destruktif dari bahan peledak yang dijatuhkan di Gaza melebihi kekuatan bom yang dijatuhkan di Hiroshima. Euro-Med Monitor mencatat bahwa kota Hiroshima di Jepang memiliki luas 900 kilometer persegi, sedangkan luas wilayah Gaza lebih 360 kilometer persegi.
“Ribuan warga sipil terbunuh, terutama anak-anak dan perempuan. Negara-negara di dunia yang Merdeka dan organisasi internasional bertanggung jawan terhadap bencana kemanusiaan terhadap warga sipil, melalui penghancuran lebih dari 61 persen rumah dan unit perumahan di Jalur Gaza, di mana Israel telah menghancurkan 305,000 unit rumah, di mana 52.000 unit rumah hancur total dan 253.000 unit rumah hancur sebagian. Ini adalah perang genosida yang menyeluruh,” kata Kantor Informasi Pemerintah Palestina di Gaza.
(T.FJ/S: Aljazeera)
