Investigasi Ungkap Israel Tahu Serangan Hamas 7 Oktober, Begini Ceritanya

Pejabat senior di tubuh militer Israel mengadakan konsultasi yang mendesak pada malam hari sebelum serangan Badai Al-Aqsha terjadi. Namun, tidak ada satu pun pejabat militer yang memperingatkan penyelenggara atau peserta festival musik dan bahkan ketika serangan terjadi, selama 9 jam tidak ada tim militer yang datang untuk menyelamatkan mereka.

BY 4adminEdited Thu,07 Dec 2023,02:16 AM

Gaza, SPNA - Tentara Israel bisa saja bergerak untuk mencegah serangan operasi kelompok perlawanan Palestina (Hamas), Badai Al-Aqsha, yang dilancarkan terhadap permukiman Israel di sekitar Jalur Gaza pada tanggal 7 Oktober, yang menyebabkan sebanyak 1.200 tentara dan pemukim Israel tewas.

Serangan yang dilakukan Hamas ini merupakan tindakan perlawanan diri menghadapi pendudukan Israel dan berbagai tindak kejahatan yang dilakukan hampir setiap hari oleh tentara dan pemukim Israel terhadap penduduk Palestina, termasuk di Tepi Barat dan Yerusalem.

Berdasarkan penyelidikan baru yang diterbitkan oleh media Israel, Haaretz, tentara Israel tidak bergerak dan gagal menghadapi serangan tersebut, padahal mereka mengetahui akan terjadinya serangan sebelum serangan tersebut dilancarkan.

Menurut penyelidikan, dinas intelijen mengeluarkan peringatan sebelum serangan Badai Al-Aqsha, akan tetapi tentara Israel tidak bergerak untuk mengevakuasi konser yang diadakan di tempat terbuka di dekat pemukiman Ra’im.

Pejabat senior di tubuh militer Israel mengadakan konsultasi yang mendesak pada malam hari sebelum serangan Badai Al-Aqsha terjadi. Namun, tidak ada satu pun pejabat militer yang memperingatkan penyelenggara atau peserta festival musik dan bahkan ketika serangan terjadi, selama 9 jam tidak ada tim militer yang datang untuk menyelamatkan mereka.

Investigasi menyatakan bahwa pasukan keamanan Israel menerima peringatan yang cukup yang menunjukkan bahwa Hamas akan melakukan serangan ke kawasan pemukiman Israel di sekitar Jalur Gaza.

Sangat aneh, militer Israel masih mengizinkan penyelenggaraan festival musik tersebut dan ketika mereka mengetahui peringatan serangan, tidak ada seorang pun dari pihak tentara yang memberi tahu ribuan orang tentang bahaya serangan atau meminta penghentian festival tersebut.

Menurut penyelidikan, sebanyak 360 penonton konser tewas dalam serangan kelompok perlawanan Palestina dan 40 lainnya ditawan di Jalur Gaza.

Namun, penyelidikan lain yang dilakukan militer Israel sebelumnya mengungkapkan bahwa tentara Israel sendiri yang membunuh para peserta konser melalui serangan udara yang bertujuan mencegah Hamas membawa beberapa peserta konser untuk dijadikan sebagai tawanan ke Gaza. Sebuah video yang beredar yang menunjukkan helikopter Apache membunuh sebagian besar peserta festival yang melarikan diri dari acara tersebut. Pilot juga mengaku awalnya menembaki semua mobil tanpa mengetahui mobil mana yang dikendarai Hamas dan penduduk sipil.

Salah satu penyelenggara mengatakan bahwa jika mereka menerima peringatan satu jam sebelum serangan, mereka bisa mengevakuasi tempat tersebut dan menyelamatkan peserta dari serangan dan dijadikan tawanan.

Pukul 12:00 dan 03:00

Pertemuan pertama pihak militer dilakukan melalui telepon dan diadakan sekitar tengah malam dan melibatkan pejabat senior militer dari Dinas Keamanan Dalam Negeri (Shin Bet) dan intelijen militer, bersama dengan kepala cabang operasi angkatan darat, Jenderal Oded Basyuk, dan perwira senior lainnya.

Kepala Staf Herzi Halevi diberitahu tentang peringatan adanya serangan dan diperlukan konsultasi mendesak untuk membicarakan hal tersebut.

Pertemuan kedua diadakan pukul tiga pagi pada hari Sabtu dan melibatkan kepala Shin Bet, Ronen Bar. Setelah pertemuan ini, tentara Israel memutuskan untuk mengikuti pendapat Shin Bet bahwa Hamas hanya melakukan manuver dan tidak mempersiapkan serangan di dalam Israel.

Karena kekhawatiran intelijen, tentara Israel setuju bahwa pasukan militer selatan akan tetap waspada, jika Hamas hendak melancarkan serangan.

Investigasi menyebutkan, Komandan Brigade Utara Divisi Gaza, Kolonel Haim Cohen, mengetahui adanya peringatan serangan tersebut pada saat sebelumnya menandatangani izin penyelenggaraan konser atau festival musik.

Usai pertemuan kedua, komandan pangkalan militer Palmachim, Jenderal Omri Dor, mendapat perintah untuk memperkuat pemantauan pergerakan di Jalur Gaza melalui drone. Pengoperasian drone pada akhir pekan berarti ada perasaan bahaya yang akan segera terjadi.

Belakangan, Shin Bet menyimpulkan bahwa pendapat bahwa Hamas hanya melakukan pelatihan merupakan penilaian yang tidak terlalu pasti dan mengirimkan tim khusus ke pemukiman Nahal Oz untuk mencegah operasi penangkapan yang mungkin terjadi.

Tentara Israel kemudian memutuskan untuk menempatkan beberapa pasukan dalam keadaan siaga untuk sementara waktu dalam rangka menghadapi gangguan apa pun yang mungkin terjadi dan pasukan khusus akan dipanggil ketika diperlukan.

Seorang tentara Perempuan yang bertugas mengawasi area di sekitar pemukiman Kissufim melaporkan adanya orang yang mencurigakan di dekat pagar yang memisahkan Jalur Gaza dan Israel.

Kemudian pasukan dari Brigade Golani tiba di lokasi dan menembakkan tabung gas air mata, lalu pergi dan meminta tentara perempuan tersebut untuk meminta mobilisasi angkatan bersenjata.

Pukul 04:00-06:30

Pada pukul 04:00 pagi, setelah ada kekhawatiran dari pihak keamanan, tim kecil pasukan anti-terorisme disuruh bersiaga hingga pagi.

Berdasarkan informasi yang diperoleh pertama kali oleh media Israel, Haaretz, pada pukul 05:00 pagi, pasukan dari Brigade Golani dikerahkan di dekat pagar permukiman Nahal Oz, karena ada yang mendekati perbatasan.

Pasukan tersebut berangkat ke lokasi dengan menggunakan jip. Namun, dalam perjalanan, mereka menerima perintah dari komandan untuk tidak mendekati pagar, karena takut akan peluru anti-tank atau rudal yang ditembakkan dari Jalur Gaza.

Sepanjang malam itu, tidak ada seorang pun dari militer atau Shin Bet yang datang ke tempat konser berlangsung, untuk memberi tahu panitia atau peserta festival musik terkait masalah keamanan di perbatasan.

Namun pada pukul 06:30 pagi, penyelenggara festival musik menemukan bahwa pasukan perlindungan tidak ditempatkan di dekat pagar.

Salah satu komandan mengatakan kepada Haaretz bahwa tidak ada yang memberi tahu pasukan yang bersiaga malam itu tentang festival yang diadakan.

Momen Kehancuran

Dengan cepat, Brigade Izzuddin Al-Qassam menghancurkan pagar apartheid yang memblokade Jalur Gaza sejak 2006 tersebut dan operasi Badai Al-Aqsha terjadi tanpa mampu ditangani oleh militer Israel.

Haaretz menyebutkan bahwa pejuang Al-Qassam membunuh petugas polisi dan penjaga keamanan, serta menawan pemukim Israel.  Petugas keamanan Israel berusaha menghadapi kolompok pejuang Palestina, akan tetapi tidak mampu bertahan lama.

Pada pukul 07:00 pagi, penyelenggara upacara menghubungi otoritas militer dan berbicara dengan Letnan Kolonel Elad Zindani, kepala Komando Front Dalam Negeri di Divisi Gaza, dan menceritakan apa yang terjadi.

Pada saat itu Divisi Gaza sedang terpuruk, sehingga Zindani menjawab tidak mampu membantu dan menyarankan agar mereka mempertahankan diri. Tidak ada pasukan tentara yang tiba di lokasi upacara sebelum pukul 03:00 sore.

Sebelumnya, juru bicara militer Israel mengatakan bahwa pihaknya pada saat ini sedang fokus pada perang. Namun, ia menegaskan bahwa penyelidikan mendalam akan dilakukan terhadap kejadian pada 7 Oktober dan realitas sebenarnya akan terungkap pada waktunya.

Pembantaian Israel Terus Berlanjut

Kantor Informasi Pemerintah Palestina di Gaza, pada Selasa (05/12/2023), mengumumkan bahwa selama agresi di Jalur Gaza, pesawat tempur Israel menjatuhkan lebih dari 50.000 ton bahan peledak ke rumah-rumah penduduk sipil, rumah sakit, sekolah, dan berbagai gedung milik sipil. Angka ini terus bertambah, karena hingga saat berita ini ditulis Israel masih terus membombardir Jalur Gaza.

Palestina mengumumkan bahwa serangan Israel di Jalur Gaza telah membunuh sebanyak 16,248 penduduk Palestina, di mana lebih dari 70 persen di antaranya adalah anak-anak dan Perempuan. Sementara itu jumlah korban luka-luka mencapai 43,616 orang.

Selama agresi di Jalur Gaza sejak 7 Oktober, pesawat tempur Israel telah menjatuhkan lebih dari 50.000 ton bahan peledak ke rumah-rumah penduduk sipil, rumah sakit, sekolah, dan berbagai gedung milik sipil. Palestina menyebut bahwa komunitas internasional bertanggung jawab penuh akibat dukungan yang berikan agar pendudukan Israel terus berlanjut di tanah Palestina.

Sebelumnya, Lembaga Pemantau HAM internasional, Euro-Med Monitor, menyoroti bahwa berat bom nuklir yang dijatuhkan Amerika Serikat di Hiroshima dan Nagasaki di Jepang pada akhir Perang Dunia II pada Agustus 1945 diperkirakan sekitar 15.000 ton bahan peledak.

Euro-Med Monitor menyebut bahwa akibat perkembangan teknologi mempengaruhi potensi bom, bahan peledak yang dijatuhkan di Gaza mungkin dua kali lebih kuat dari bom nuklir. Ini berarti bahwa kekuatan destruktif dari bahan peledak yang dijatuhkan di Gaza melebihi kekuatan bom yang dijatuhkan di Hiroshima. Euro-Med Monitor mencatat bahwa kota Hiroshima di Jepang memiliki luas 900 kilometer persegi, sedangkan luas wilayah Gaza lebih 360 kilometer persegi.

“Ribuan warga sipil terbunuh, terutama anak-anak dan perempuan. Negara-negara di dunia yang Merdeka dan organisasi internasional bertanggung jawan terhadap bencana kemanusiaan terhadap warga sipil, melalui penghancuran lebih dari 61 persen rumah dan unit perumahan di Jalur Gaza, di mana Israel telah menghancurkan 305,000 unit rumah, di mana 52.000 unit rumah hancur total dan 253.000 unit rumah hancur sebagian. Ini adalah perang genosida yang menyeluruh,” kata Kantor Informasi Pemerintah Palestina di Gaza.

Hampir dua bulan setelah pecahnya perang di Jalur Gaza, Koordinator PBB untuk Urusan Kemanusiaan di Wilayah Palestina, Lynn Hastings, memperingatkan terjadi skenario yang lebih mengerikan di Jalur Gaza, yang mungkin tidak dapat ditangani oleh operasi kemanusiaan.

(T.FJ/S: Aljazeera, RT Arabic)

leave a reply
Posting terakhir

Begini Detail Pelarian Narapida Palestina dari Penjara Israel

Penjara Gilboa, tempat para tahanan berhasil melarikan diri dianggap sangat aman dan memiliki sistem keamanan yang ketat. Penjara ini dibangun pada tahun 2004, tempat para narapidana dengan status “sangat berbahaya” bagi eksistensi pendudukan Israel dikurung.