Belajar dari Mesir, Boikot Israel Bangkitkan Produk Lokal yang Berusia 100 Tahun

“Setidaknya ini yang bisa kami lakukan untuk mendukung rakyat Palestina yang diserang. Ini bukan tindakan sementara yang akan saya lakukan. Saya tidak akan makan atau minum sesuatu yang memungkinkan terjadinya pembunuhan terhadap orang Palestina yang tidak berdosa,” kata Sahar Azazi.

BY 4adminEdited Wed,20 Dec 2023,02:13 AM
Merek yang berusia satu abad ini hadir sebagai gambaran solidaritas masyarakat Mesir terhadap Palestina [Spiro Spathis via Facebook]

Kairo, Mesir - Spiro Spathis, perusahaan minuman berkarbonasi tertua di Mesir, kembali mengalami kebangkitan yang luar biasa besar setelah serangan keji Israel terhadap Palestina di Jalur Gaza, yang hingga kini telah membunuh lebih 19.000 penduduk, di mana sekitar 70 persen merupakan anak-anak dan perempuan. Aksi boikot produk Israel dan produk-produk yang mendukung Israel menggema di seluruh penjuru dunia untuk menghetikan penjajahan dan kejahatan kemanusiaan di Palestina, yang sudah berlangsung sejak 1948.

Spiro Spathis yang didirikan pada tahun 1920 oleh seorang peternak lebah asal Yunani dari Kefalonia bernama “Spathis” telah menjadi bagian dari kehidupan generasi Mesir hingga lebih satu abad.

Kini, berkat aksi kampanye nasional untuk memboikot produsen-produsen Barat yang mendukung Israel, merek berusia satu abad ini kembali mendapat popularitas dan dukungan kuat dari rakyat Mesir untuk meninggalkan produk pro-Israel. Aksi boikot ini menjadi contoh solidaritas solidaritas Mesir terhadap penderitaan rakyat Palestina, yang juga berkontribusi besar membangkitkan produk lokal.

Spiro Spathis, yang selalu bangga dengan perannya sebagai merek minuman ringan pertama di Mesir, meluncurkan slogan-slogan seperti “100 Persen Asli Buatan Mesir” dan “Gazouza Asli Mesir”, istilah Mesir yang diperkirakan berasal dari bahasa Prancis “Gazeuse” (berkarbonasi) dan banyak digunakan untuk menyebut minuman bersoda.

Permintaan Meningkat Tajam

Salah satu pemilik toko bercerita bahwa minuman Spiro Spathis mulai kehilangan peminatnya, akibat bersaing dengan minuman-minuman berkarbonasi dari luar. Namun, genosida yang dilakukan Israel dan aksi boikot yang diserukan para aktivis telah membuah produk ini kembali dilirik dan dinikmati oleh masyarakat Mesir.

“Saya sudah menjual minuman mereka selama empat tahun. Selalu ada beberapa konsumen yang lebih menyukai Spiro dibandingkan minuman lain, tapi jumlahnya tidak banyak,” kata Mohammed, pemilik toko kelontong di Provinsi Sharqia.

Mohammad menyebutkan bahwa botol-botol Spiro Spathis pada saat ini langsung habis. Penjualannya meningkat cukup tajam, bahkan hingga lebih puluhan kali lipat.

“Kalau sebelum boikot, saya hanya bisa menjual empat atau mungkin lima kotak Spathis dalam seminggu. Sekarang saya bisa jual sebanyak 50 kotak dalam sehari kalau ada stok sebanyak itu. Lonjakan permintaannya besar sekali,” kata Mohammed.

Sementara itu, kepala pemasaran perusahaan dan salah satu dari tiga bersaudara pemilik perusahaan Spiro Spathis, Morcus Talaat mengatakan bahwa permintaan meningkat tiga kali lipat selama sebulan terakhir.

Hal ini disampaikan Morcus Talaat ketika berbicara kepada Aljazeera di sela-sela pertemuan berturut-turut di apartemen sederhana dengan dua kamar tidur di lantai dasar di kawasan kelas atas Kairo tempat Sprio Spathis berkantor pusat.

“Kami telah menerima ratusan telepon dari klien baru dan ada sejumlah permintaan dari restoran,” kata Morcus Talaat.

Spiro Spathis telah melakukan upaya rekrutmen dan menerima lebih dari 15.000 pelamar untuk pekerjaan yang diiklankan demi memenuhi permintaan konsumen yang terus meningkat.

Di kawasan Madinat Nasr, Kairo, seorang pemilik kios mengatakan bahwa dirinya tidak mampu menyediakan cukup Spiro Spathis untuk memenuhi permintaan.

“Saya hanya menerima empat pengiriman dalam sebulan terakhir, tetapi habis terjual pada hari yang sama. Sebelumnya, minuman Spathis bertahan lebih lama,” katanya.

Boikot adalah Senjata untuk Protes

Pengeboman dan invasi darat Israel yang tiada henti di Jalur Gaza, yang dimulai sejak tanggal 7 Oktober dan sejauh ini telah membunuh lebih dari 19.000 penduduk Palestina, telah memicu gelombang protes massal di seluruh dunia.

Hal ini juga menyebabkan banyak orang memboikot merek internasional seperti McDonald’s dan Starbucks.

Di Indonesia, konsumen mulai memboikot McDonald’s dan bisnis lainnya pada pertengahan Oktober setelah McDonald’s Israel mengumumkan di media sosial bahwa mereka telah membagikan ribuan makanan gratis kepada militer Israel selama perang di Gaza.

Pengumuman tersebut mendorong sejumlah organisasi, termasuk Gerakan Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS), dan sejumlah ormas Islam menyerukan boikot terhadap McDonald's dan bisnis lain yang dianggap pro-Israel, termasuk Burger King.

Ketika pengunjuk rasa membanjiri jalan-jalan kota-kota besar di seluruh dunia, mulai dari Washington, hingga London, dan Cape Town, cabang-cabang restoran waralaba, kedai kopi, dan toko yang dulunya ramai di Dunia Arab sebagian besar kini kosong.

“Boikot adalah salah satu bentuk senjata umum bagi masyarakat agar mereka didengar, dan merupakan cara paling ampuh untuk menekan negara-negara kolonialisme dan kapitalisme Barat. Memboikot produk-produk ini juga menciptakan peluang bagi produk lokal,” kata profesor ilmu politik di Universitas Suez Mesir, Jamal Zahran.

Unjuk rasa di dekat US Capitol, pada 13 November 2023 {Probal Rashid/LightRocket via Getty Images]

 

Lalat di Logo Spiro Spathis?

Sejak awal perang, masyarakat Mesir telah menggunakan media sosial untuk saling bertukar informasi tentang merek apa saja yang dianggap mendukung Israel dan harus dihindari. Sejumlah aplikasi juga mencantumkan alternatif pengganti merek Barat dengan menyebut merek lokal dengan kualitas yang sama atau serupa.

“Apakah merek itu bersama kita (mendukung Palestina) atau tidak?” adalah pertanyaan yang sering ditanyakan pada postingan Meta tentang berbagai merek, saat orang meneliti merek mana yang harus dihindari atau diboikot.

Hasilnya adalah munculnya produk lokal pengganti produk lokal, seperti salah satunya adalah Spiro Spathis, yang dulunya merupakan satu-satunya produsen minuman soda di negara dengan populasi terbesar di dunia Arab.

 

 

Logo asli Spiro Spathis, merek minuman soda tertua di Mesir, bergambar seekor lebah, menandai profesi asli pendiri perusahaan – peternak lebah [Yasmin Shabana/Al Jazeera]

 

Namun, ketika merek internasional lainnya memasuki pasar Mesir sekitar 70 tahun yang lalu, kemudian membanjiri pasar lokal, merek Spiro Spathis tersingkir. Spiro Spathis bahkan menutup total produksinya pada tahun 2014.

“Kami adalah generasi kedua orang Mesir yang memiliki perusahaan ini. Ayah kami membeli perusahaan ini (Spiro Spathis) pada tahun 1998 dan menjalankannya hingga dia meninggal pada tahun 2009. Pada tahun 2014, kami menutup Spiro Spathis, sebelum akhirnya membukan kembali pada tahun 2019. Sejak saat itu Spiro Spathis ada di pasar setiap hari,” kata Morcus Talaat.

Meskipun bukan satu-satunya perusahaan minuman soda lokal di Mesir, Spiro Spathis dipuji banyak konsumen dan pengguna media sosial di Mesir sebagai minuman soda lokal Mesir terbaik.

Trending di media sosial, Sejarah, dan logo perusahaan telah menarik perhatian dan rasa ingin tahu generasi muda yang belum mengenal Spiro Spathis.

“Mengapa ada lalat di logonya?” beberapa bertanya di media sosial.

Menurut Talaat, logo berusia satu abad itu sebenarnya adalah seekor lebah, bukan lalat. Lebah ini merupakan refleksi dari profesi asli pendiri pertama Spiro Spathis sebagai peternak lebah di pulau Kefalonia, Yunani.

Pengguna media sosial pun bercanda tentang sulitnya menemukan Spiro Spathis karena meningkatnya permintaan dan terbatasnya pasokan. “Saya sedang mencoba untuk menemukan diri saya sendiri dan Spiro Spathis,” sindir salah satu pengguna Meta.

Pihak Spiro Spathis bekerja sepanjang waktu untuk lonjakan permintaan yang bertambah pesat beberapa waktu ini. Morcus Talaat menyebut telah melaksanakan rencana ekspansi, pertumbuhan, dan distribusi untuk memenuhi kebutuhan Spiro Spathis.

Selain melakukan ekspansi secara geografis, Spiro Spathis meningkatkan produksi delapan rasa dan merekrut tim untuk merespon masukan konsumen dan mengelola pesanan distributor. Morcus Talaat juga mengatakan Perusahaan Spiro Spathis berencana menambahkan rasa cola baru yang diminta pelanggan untuk menggantikan cola yang diboikot di Mesir.

Tidak Bersifat Sementara

Sejak serangan Israel ke Jalur Gaza, pengguna media sosial Mesir memperhatikan penawaran dan diskon produk-produk buatan Barat yang mereka tinggalkan. Banyak juga masyarakat Mesir yang terlibat dalam perdebatan daring mengenai efektivitas boikot yang menurut sebagian orang merugikan penghidupan para pekerja Mesir yang dipekerjakan oleh perusahaan waralaba.

Sahar Azazi (31 tahun) yang tinggal di Kairo, mengatakan memboikot merek Barat dan pendukung Israel adalah tindakan kemanusiaan yang paling jelas yang bisa dilakukan.

“Setidaknya ini yang bisa kami lakukan untuk mendukung rakyat Palestina yang diserang. Ini bukan tindakan sementara yang akan saya lakukan. Saya tidak akan makan atau minum sesuatu yang memungkinkan terjadinya pembunuhan terhadap orang Palestina yang tidak berdosa,” kata Sahar Azazi, seraya menambahkan bahwa Spiro Spathis sebagai produk lokal sama baiknya dengan minuman pro-Israel yang tidak lagi ia konsumsi.

Serangan Brutal Israel Terus Berlanjut

Sementara itu, Israel hingga saat ini masih terus membombardir dan melancarkan serangan darat di Jalur Gaza. Kementerian Kesehatan Palestina di Jalur Gaza, pada Senin (18/12/2023), mengumumkan bahwa jumlah korban jiwa akibat pemboman Israel di Jalur Gaza telah meningkat menjadi 19,453 orang dan 52,286 lainnya mengalami luka-luka. Lebih lebih 8.000 korban jiwa pemboman Israel adalah anak-anak dan sebanyak lebih 6.200 adalah perempuan.

Perang di Jalur Gaza telah memasuki hari ke-74. Tentara Israel terus membombardir berbagai kawasan di utara dan selatan Jalur Gaza, di tengah ketakutan internasional akan memburuknya bencana kemanusiaan.

(T.FJ/S: RT Arabic)

leave a reply
Posting terakhir