Laporan: Inilah Alasan Mengapa Hamas Lakukan Serangan 7 Oktober

Kami ingin mengklarifikasi kepada rakyat (Palestina) kami dan masyarakat merdeka di dunia tentang kenyataan yang terjadi pada tanggal 7 Oktober, motif di balik serangan tersebut, konteks umum yang terkait dengan perjuangan Palestina, serta bantahan terhadap tuduhan Israel dan menempatkan fakta ke dalam perspektif yang benar.

BY 4adminEdited Fri,09 Feb 2024,02:42 AM

Gaza, SPNA - Kelompok Perlawanan Palestina, Hamas, pada Minggu (21/01/2024), menerbitkan laporan setebal 16 halaman yang menyoroti alasan di balik serangan terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 atau juga dikenal dengan serangan Badai Al-Aqsha.

Laporan yang diberi judul “Narasi Kami, Operasi Badai Al-Aqsha” dan bertujuan untuk membantah klaim Israel, mengatakan bahwa Operasi Badai Al-Aqsha adalah langkah penting dan merupakan reaksi alami terhadap rencana Israel untuk melenyapkan perjuangan Palestina, merampas tanah, melakukan Yahudisasi terhadap tanah maupun bangunan Palestina, merebut kendali penuh Masjid Al-Aqsha, dan tempat-tempat suci Palestina.

Dokumen tersebut dirilis dalam bahasa Arab dan Inggris oleh Kantor Media Hamas. Hal ini memberikan gambaran yang langka tentang alasan yang menyebabkan para pemimpin Perlawanan Palestina melakukan operasi Perlawanan besar-besaran pada tanggal 7 Oktober, selain apa yang sebenarnya terjadi pada hari itu.

Pendahuluan

Mengingat agresi Israel yang masih sedang terjadi di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Ketika rakyat kami melanjutkan perjuangan untuk meraih kemerdekaan, martabat, dan kebebasan dari pendudukan Israel yang selama ini mereka telah menunjukkan keberanian dan kepahlawanan terbaik dalam sejarah dalam menghadapi mesin pembunuh dan agresi Israel.

Kami ingin mengklarifikasi kepada rakyat (Palestina) kami dan masyarakat merdeka di dunia tentang kenyataan yang terjadi pada tanggal 7 Oktober, motif di balik serangan tersebut, konteks umum yang terkait dengan perjuangan Palestina, serta bantahan terhadap tuduhan Israel dan menempatkan fakta ke dalam perspektif yang benar.

Mengapa Melakukan Operasi Badai Al-Aqsha (7 Oktober)?

1. Perjuangan rakyat Palestina melawan pendudukan dan kolonialisme tidak dimulai pada tanggal 7 Oktober. Namun dimulai 105 tahun yang lalu, termasuk 30 tahun penjajahan Inggris dan 75 tahun pendudukan Zionis Israel. Pada tahun 1918, rakyat Palestina memiliki 98,5 persen tanah Palestina dan mewakili 92 persen penduduk di tanah Palestina. Sementara orang-orang Yahudi, yang dibawa ke Palestina dalam operasi imigrasi massal yang dikoordinasikan antara otoritas kolonial Inggris dan Gerakan Zionis, berhasil menguasai tidak lebih dari 6 persen tanah di Palestina dan merupakan 31 persen dari populasi sebelum tahun 1970-an. Pada tahun 1948 ketika negara entitas Zionis Israel diumumkan di tanah bersejarah Palestina, pada saat itu, rakyat Palestina tidak diberi hak untuk menentukan nasib sendiri dan geng-geng Zionis terlibat dalam operasi pembersihan etnis terhadap rakyat Palestina yang bertujuan untuk mengusir mereka dari tanah dan wilayah mereka. Akibatnya, geng-geng Zionis menguasai secara paksa 77 persen tanah Palestina, di mana mereka mengusir 57 persen rakyat Palestina dan menghancurkan lebih dari 500 desa dan kota Palestina, serta melakukan puluhan pembantaian terhadap rakyat Palestina yang semuanya berpuncak pada berdirinya entitas Zionis Israel pada tahun 1948. Selain itu, sebagai kelanjutan agresi, pasukan Israel pada tahun 1967 menduduki seluruh wilayah Palestina termasuk Tepi Barat, Jalur Gaza dan Yerusalem, serta sejumlah wilayah Arab di sekitar Palestina.

2. Selama beberapa dekade yang panjang ini, rakyat Palestina menderita segala bentuk penindasan, ketidakadilan, perampasan hak-hak dasar dan kebijakan apartheid. Jalur Gaza, misalnya, pada tahun 2007 menderita akibat blokade yang mencekik selama 17 tahun yang menjadikannya penjara terbuka terbesar di dunia. Rakyat Palestina di Gaza juga menderita akibat lima perang/agresi yang merusak, dimana “Israel” adalah pihak yang bersalah. Masyarakat di Gaza pada tahun 2018 juga memprakarsai aksi demonstrasi damai di dekat diding perbatasan, Masirah Al-‘Audah Al-Kubra atau Great March of Return untuk memprotes secara damai blokade Israel, kondisi kemanusiaan yang menyedihkan, dan menuntut hak pengungsi Palestina untuk kembali ke tanah mereka. Namun, pasukan Israel menanggapi protes damai ini dengan kekerasan brutal yang menyebabkan 360 penduduk sipil Palestina dibunuh dan 19.000 lainnya terluka termasuk lebih dari 5.000 anak-anak dalam waktu beberapa bulan.

3. Berdasarkan angka resmi, selama periode antara (Januari 2000 dan September 2023), Israel membunuh 11.299 penduduk Palestina dan melukai 156.768 lainnya, di mana sebagian besar adalah penduduk sipil. Sayangnya, pemerintah AS dan sekutunya tidak memperhatikan penderitaan rakyat Palestina selama beberapa tahun terakhir. Namun, justru menutupi agresi Israel. Mereka hanya menyesali tentara Israel yang terbunuh pada 7 Oktober bahkan tanpa mencari kebenaran atas apa yang terjadi, dan secara keliru berada di belakang narasi Israel dengan mengutuk dugaan penargetan warga sipil Israel. Pemerintahan AS memberikan dukungan finansial dan militer terhadap pembantaian Israel terhadap penduduk sipil Palestina dan agresi brutal di Jalur Gaza. Namun, para pejabat AS terus mengabaikan kejahatan pasukan Israel di Gaza yaitu pembunuhan massal dan genosida.

4. Pelanggaran dan kebrutalan Israel didokumentasikan oleh banyak organisasi PBB dan kelompok hak asasi manusia internasional termasuk Amnesty International dan Human Rights Watch, dan bahkan didokumentasikan oleh kelompok hak asasi manusia Israel. Namun, laporan dan kesaksian ini diabaikan dan Israel belum bisa dimintai pertanggungjawaban. Misalnya, pada 29 Oktober 2021, Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan menghina sistem PBB dengan merobek laporan Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada saat berpidato di Majelis Umum, dan membuangnya ke tempat sampah sebelum meninggalkan podium. Namun, pada tahun berikutnya, pada tahun 2022, ia diangkat sebagai wakil presiden Majelis Umum PBB.

5. Pemerintah Amerika dan sekutu-sekutunya di Barat memperlakukan Israel sebagai negara yang kebal hukum; memberikan mereka perlindungan untuk terus memperpanjang kejahatan pendudukan dan menindas orang-orang Palestina, membiarkan Israel melakukan eksploitasi untuk mengambil lebih banyak tanah Palestina dan melakukan Yahudisasi terhadap tempat-tempat suci Palestina. Meskipun PBB mengeluarkan lebih dari 900 resolusi selama 75 tahun yang mendukung rakyat Palestina, Israel menolak untuk mematuhi resolusi-resolusi tersebut, VETO AS selalu hadir di Dewan Keamanan PBB untuk mencegah kecaman terhadap kebijakan dan pelanggaran Israel. Itu sebabnya kita melihat AS dan negara-negara Barat terlibat dan bermitra dengan Israel dalam kejahatan dan penderitaan rakyat Palestina.

6. Mengenai “proses penyelesaian damai”. Meskipun Perjanjian Oslo ditandatangani pada tahun 1993 dengan PLO, perjanjian ini menetapkan pembentukan negara merdeka Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza; Israel secara sistematis dengan sengaja menghancurkan segala kemungkinan pendirian negara Palestina melalui operasi pembangunan permukiman ilegal dan Yahudisasi tanah Palestina di Tepi Barat dan Yerusalem yang diduduki. Para pendukung proses perdamaian setelah 30 tahun menyadari bahwa mereka telah menemui jalan buntu dan bahwa proses tersebut mempunyai akibat yang sangat buruk bagi rakyat Palestina. Israel dalam beberapa kesempatan menegaskan penolakan mutlak terhadap pembentukan negara Palestina. Hanya 1 bulan sebelum Operasi Badai Al-Aqsha, Netanyahu menyajikan peta “Timur Tengah Baru”, yang menggambarkan “negara Israel” yang membentang dari Sungai Yordan hingga Laut Mediterania termasuk Tepi Barat dan Jalur Gaza. Seluruh dunia yang hadir di podium Majelis Umum PBB itu pun bungkam atas pidatonya yang penuh arogansi dan ketidakpedulian terhadap hak-hak rakyat Palestina.

7. Setelah 75 tahun pendudukan dan penderitaan tanpa henti, setelah gagalnya semua inisiatif pembebasan, dan pemulangan rakyat Palestina kami, setelah hasil buruk proses perdamaian, apa yang dunia harapkan dari rakyat Palestina dalam menanggapi hal-hal berikut ini:

-Rencana Yahudisasi Israel terhadap Masjid Al-Aqsha, upaya pembagian ruang dan waktu, serta serangan rutin pemukim Israel ke dalam kompleks Masjid Al-Aqsha yang sarat dengan pelecehan terhadap masjid suci umat Islam.

-Praktik pemerintah ekstremis dan sayap kanan Israel yang secara praktis mengambil langkah-langkah untuk mencaplok seluruh Tepi Barat dan Yerusalem ke dalam “kedaulatan Israel” di tengah rencana pejabat Israel untuk mengusir warga Palestina dari rumah dan wilayah mereka.

-Ribuan tahanan Palestina di penjara-penjara Israel yang mengalami perampasan hak-hak dasar serta serangan dan penghinaan di bawah pengawasan langsung menteri fasis Israel Ben-Gvir.

-Blokade udara, laut, dan darat yang tidak adil diberlakukan di Jalur Gaza selama 17 tahun.

-Perluasan pemukiman ilegal Israel di Tepi Barat dalam tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, serta kekerasan sehari-hari yang dilakukan oleh pemukim terhadap penduduk sipil Palestina dan properti mereka.

-Tujuh juta penduduk sipil Palestina yang hidup dalam kondisi ekstrem di kamp pengungsi dan daerah lain yang ingin kembali ke tanah air mereka, yang diusir 75 tahun lalu.

-Gagalnya komunitas internasional dan keterlibatan negara adidaya dalam mencegah berdirinya negara Palestina.

Apa yang diharapkan dari rakyat Palestina setelah semua itu? Untuk terus menunggu dan terus mengandalkan PBB yang tidak berdaya! Atau mengambil inisiatif dalam membela rakyat, tanah, hak dan kesucian Palestina; mengetahui bahwa tindakan pembelaan adalah hak yang tercantum dalam hukum, norma dan konvensi internasional. Berdasarkan hal di atas, Operasi Banjir Al-Aqsa pada tanggal 7 Oktober merupakan langkah penting dan respons normal untuk menghadapi semua konspirasi Israel terhadap rakyat Palestina dan perjuangan mereka. Hal ini merupakan tindakan defensif dalam rangka menyingkirkan pendudukan Israel, merebut kembali hak-hak Palestina dan menuju pembebasan dan kemerdekaan seperti yang dilakukan semua bangsa di dunia.

Respon terhadap Tuduhan Israel tentang Serangan 7 Oktober

1. Mengingat tuduhan palsu yang dibuat Israel terhadap Operasi Badai Al-Aqsha pada 7 Oktober dan dampaknya, kami, Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), mengklarifikasi hal berikut:

Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober menargetkan situs militer Israel, dan berupaya menangkap tentara musuh untuk menekan pemerintah Israel agar membebaskan ribuan penduduk Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel melalui kesepakatan pertukaran tahanan. Oleh karena itu, operasi tersebut difokuskan pada penghancuran Divisi Gaza tentara Israel, situs militer Israel yang ditempatkan di dekat pemukiman Israel di sekitar Gaza.

2. Menghindari kerugian terhadap warga sipil, terutama anak-anak, Perempuan, dan orang lanjut usia merupakan komitmen agama dan moral seluruh pejuang Brigade Al-Qassam. Kami menegaskan kembali bahwa perlawanan Palestina sepenuhnya disiplin dan berkomitmen terhadap nilai-nilai Islam selama operasi dan bahwa para pejuang Palestina hanya menargetkan tentara Israel dan pihak yang membawa senjata. Sementara itu, para pejuang Palestina berusaha keras untuk tidak melukai warga sipil meskipun faktanya kelompok perlawanan tersebut bahkan tidak memiliki senjata yang tepat. Selain itu, jika ada kasus yang menargetkan warga sipil; hal ini terjadi secara tidak sengaja dan selama konfrontasi dengan pasukan Israel. Sejak didirikan pada tahun 1987, Gerakan Hamas berkomitmen untuk menghindari kerugian terhadap warga sipil. Setelah penjahat Zionis, Baruch Goldstein, pada tahun 1994 melakukan pembantaian terhadap jamaah Palestina di Masjid Al-Ibrahimi di Kota Hebron yang diduduki, Gerakan Hamas mengumumkan sebuah inisiatif untuk menghindari warga sipil dari beban pertempuran yang dilakukan semua pihak, namun Israel menolaknya dan bahkan tidak memberikan komentar apapun mengenai hal ini. Gerakan Hamas juga mengulangi seruan serupa beberapa kali, namun tidak didengarkan oleh Israel yang terus melakukan penargetan dan pembunuhan terhadap warga sipil Palestina.

3. Mungkin ada beberapa kesalahan yang terjadi selama pelaksanaan Operasi Badai Al-Aqsha karena hancurnya sistem keamanan dan militer Israel dengan cepat, dan kekacauan yang terjadi di sepanjang wilayah perbatasan dengan Gaza. Sebagaimana dibuktikan oleh banyak orang, Gerakan Hamas menangani dengan cara yang positif dan baik terhadap semua warga sipil yang ditahan di Gaza. Sejak awal agresi kami berusaha untuk membebaskan mereka, dan itulah yang terjadi selama gencatan senjata kemanusiaan selama seminggu di mana warga sipil tersebut dibebaskan dengan imbalan pembebasan perempuan dan anak-anak Palestina dari penjara Israel.

4. Apa yang dipromosikan oleh Israel atas tuduhan bahwa Brigade Al-Qassam pada tanggal 7 Oktober menargetkan warga sipil Israel hanyalah kebohongan dan rekayasa. Sumber tuduhan ini adalah narasi resmi Israel dan tidak ada sumber independen yang membuktikan satu pun tuduhan tersebut. Sudah menjadi fakta umum bahwa narasi resmi Israel selalu berupaya untuk menjelek-jelekkan kelompok perlawanan Palestina, sekaligus melegalkan agresi brutalnya terhadap Gaza. Berikut beberapa rincian yang bertentangan dengan tuduhan Israel:

-Klip video yang diambil pada hari itu (7 Oktober), bersama dengan kesaksian warga Israel sendiri yang dirilis kemudian menunjukkan bahwa pejuang Brigade Al-Qassam tidak menargetkan warga sipil, dan banyak warga Israel yang dibunuh oleh tentara dan polisi Israel karena kebingungan mereka sendiri.

-Kebohongan terkait “40 bayi yang dipenggal” yang dilakukan para pejuang Palestina pun telah dibantah dengan tegas, bahkan sumber-sumber Israel pun membantah kebohongan tersebut. Sayangnya banyak agensi media barat mengadopsi tuduhan ini dan menyebarkannya.

-Dugaan bahwa pejuang Palestina melakukan pemerkosaan terhadap perempuan Israel dibantah sepenuhnya termasuk oleh Gerakan Hamas. Sebuah laporan dari situs berita Mondoweiss pada 1 Desember 2023, antara lain, mengatakan tidak ada bukti adanya “pemerkosaan massal” yang diduga dilakukan oleh anggota Hamas pada 7 Oktober dan bahwa Israel menggunakan tuduhan tersebut “untuk memicu genosida di Jalur Gaza”.

-Berdasarkan dua laporan media Israel Yedioth Ahronoth pada 10 Oktober dan Haaretz pada 18 November, banyak warga sipil Israel terbunuh akibat serangan helikopter militer Israel khususnya korban yang berada di festival musik Nova dekat perbatasan Gaza, di mana 364 warga sipil Israel terbunuh. Kedua laporan tersebut mengatakan para pejuang Hamas mencapai area festival tanpa sepengetahuan penyelenggara festival tersebut sebelumnya, di mana helikopter Israel melepaskan tembakan ke arah para pejuang Hamas dan para peserta festival. Yedioth Ahronoth juga mengatakan bahwa tentara Israel, untuk mencegah infiltrasi lebih lanjut dari Gaza dan untuk mencegah warga Israel ditangkap oleh pejuang Palestina, menyerang lebih dari 300 sasaran di daerah sekitar Jalur Gaza.

-Kesaksian Israel lainnya menegaskan bahwa serangan dan operasi tentara Israel menewaskan banyak tawanan Israel dan para penculiknya. Tentara Israel mengebom rumah-rumah di permukiman Israel di mana para pejuang Palestina dan warga Israel berada di dalamnya. Hal ini merupakan penerapan yang jelas dari “Protokol Hannibal” yang terkenal di kalangan tentara Israel yang dengan jelas mengatakan bahwa “lebih baik sandera atau tentara atau warga sipil mati daripada ditangkap hidup-hidup” untuk menghindari pertukaran tahanan dengan perlawanan Palestina.

-Selain itu, otoritas Israel merevisi jumlah tentara dan warga sipil yang terbunuh dari 1.400 menjadi 1.200, setelah menemukan bahwa 200 mayat yang dibakar adalah milik para pejuang Palestina yang terbunuh dan bercampur dengan mayat Israel. Artinya, yang membunuh para pejuang Palestina adalah hal yang sama yang membunuh warga Israel. Hanya tentara Israel yang memiliki pesawat militer yang memiliki intensitas membunuh, membakar, dan menghancurkan sebesar itu di wilayah Israel pada 7 Oktober.

-Serangan udara besar-besaran Israel di Gaza yang menyebabkan kematian hampir 60 tawanan Israel juga membuktikan bahwa Israel tidak peduli dengan kehidupan tawanan mereka di Jalur Gaza.

5. Faktanya juga sejumlah pemukim Israel di permukiman sekitar Gaza bersenjata, dan bentrok dengan pejuang Palestina pada 7 Oktober. Para pemukim tersebut terdaftar sebagai warga sipil padahal faktanya mereka adalah orang-orang bersenjata yang berperang bersama tentara Israel.

6. Ketika berbicara tentang warga sipil Israel, harus diketahui bahwa wajib militer berlaku bagi semua warga Israel yang berusia di atas 18 tahun (laki-laki yang telah menjalani wajib militer selama 32 bulan dan perempuan yang telah menjalani wajib militer selama 24 bulan), di mana semua orang yang telah menjalani wajib militer ini dapat membawa dan menggunakan senjata. Hal ini didasarkan pada teori keamanan Israel tentang “rakyat bersenjata” yang mengubah entitas Israel menjadi tentara yang terikat dengan negara.

7. Pembunuhan brutal terhadap warga sipil merupakan pendekatan sistematis entitas Israel dan salah satu cara untuk mempermalukan rakyat Palestina. Pembunuhan massal warga Palestina di Gaza adalah bukti nyata dari praktik tersebut.

8. Jaringan berita Al Jazeera mengatakan dalam sebuah film dokumenter bahwa selama satu bulan agresi Israel di Gaza, rata-rata Israel membunuh sebanyak 136 anak-anak Palestina setiap hari di Jalur Gaza. Sedangkan rata-rata anak-anak di Ukraina yang terbunuh selama agresi Rusia dalam Perang Ukraina adalah satu anak setiap hari.

9. Pihak yang membela agresi Israel tidak melihat peristiwa tersebut secara obyektif, akan tetapi justru membenarkan pembunuhan massal yang diakukan Israel terhadap penduduk sipil Palestina dengan mengatakan akan ada korban jiwa di kalangan warga sipil ketika menyerang pejuang Hamas. Namun, mereka tidak akan menggunakan asumsi tersebut jika menyangkut peristiwa Badai Al-Aqsha pada 7 Oktober.

10. Kami yakin bahwa setiap penyelidikan yang adil dan independen akan membuktikan kebenaran narasi kami dan akan membuktikan besarnya kebohongan dan informasi menyesatkan di pihak Israel. Hal ini juga mencakup tuduhan Israel terhadap rumah sakit di Jalur Gaza bahwa kelompok perlawanan Palestina menggunakan rumah sakit tersebut sebagai pusat komando militer. Sebuah tuduhan yang tidak terbukti dan telah dibantah oleh sejumlah pemberitaan banyak kantor pers barat.

Investigasi Internasional yang Transparan

1. Palestina adalah negara anggota Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) dan menyetujui Statuta Roma pada tahun 2015. Ketika Palestina meminta penyelidikan atas kejahatan perang Israel yang dilakukan di wilayahnya, mereka dihadapkan pada sikap keras kepala dan penolakan Israel, serta ancaman untuk menghukum Palestina atas permintaan tersebut ke ICC. Sangat disayangkan juga untuk menyebutkan bahwa ada negara-negara besar, yang mengklaim memegang nilai-nilai keadilan, sepenuhnya berpihak pada narasi pendudukan Israel dan menentang langkah-langkah Palestina dalam sistem mahkamah internasional. Kekuatan-kekuatan ini ingin menjaga “Israel” sebagai negara di atas hukum atau mengangkangi hukum dan memastikan negara tersebut lolos dari tanggung jawab dan akuntabilitas.

2. Kami mendesak negara-negara ini, terutama pemerintah Amerika Serikat, Jerman, Kanada, dan Inggris, jika mereka ingin menegakkan keadilan seperti yang mereka klaim, mereka harus mengumumkan dukungan terhadap jalannya penyelidikan atas semua kejahatan yang dilakukan di wilayah pendudukan Palestina dan memberikan dukungan penuh kepada pengadilan internasional untuk melakukan tugasnya secara efektif.

3. Meskipun ada keraguan dari negara-negara ini untuk menegakkan keadilan, kami tetap mendesak Jaksa ICC dan timnya untuk segera dan segera datang ke Palestina yang diduduki untuk menyelidiki kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan di sana, daripada hanya mengamati situasi dari jarak jauh atau tunduk pada pembatasan yang dilakukan Israel.

4. Pada Desember 2022, ketika Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi yang meminta pendapat Mahkamah Internasional (ICJ) mengenai konsekuensi hukum dari pendudukan ilegal “Israel” di wilayah Palestina, (beberapa) negara tersebut mendukung “Israel” dengan mengumumkan penolakan terhadap langkah yang disetujui oleh hampir 100 negara. Ketika rakyat Palestina kita bersama kelompok hukum dan hak asasi manusia berusaha untuk menuntut para penjahat perang Israel di depan pengadilan negara-negara Eropa melalui sistem yurisdiksi universal, rezim-rezim Eropa menghalangi langkah-langkah tersebut demi kepentingan para penjahat perang Israel agar bisa tetap bebas.

5. Peristiwa 7 Oktober harus ditempatkan dalam konteks yang lebih luas dan agar semua kasus perjuangan melawan kolonialisme dan pendudukan di masa sekarang dapat diangkat. Pengalaman perjuangan ini menunjukkan bahwa pada tingkat penindasan yang sama yang dilakukan oleh penjajah; akan ada tanggapan serupa dari orang-orang yang berada di bawah pendudukan.

6. Rakyat Palestina dan masyarakat di seluruh dunia menyadari besarnya kebohongan dan penipuan yang dilakukan pemerintah yang mendukung praktik narasi Israel dalam upaya untuk membenarkan bias buta dan menutupi kejahatan Israel. Negara-negara ini mengetahui akar penyebab konflik yaitu pendudukan dan pengingkaran hak rakyat Palestina untuk hidup bermartabat di tanah mereka. Negara-negara ini tidak menunjukkan minat terhadap blokade yang tidak adil terhadap jutaan warga Palestina di Gaza, dan juga tidak menunjukkan minat terhadap ribuan tahanan Palestina di penjara-penjara Israel yang ditahan dalam kondisi, di mana sebagian besar hak-hak dasar mereka diabaikan.

7. Kami memuji masyarakat bebas di dunia yang berasal dari semua agama, etnis, dan latar belakang yang berkumpul di seluruh ibu kota dan kota-kota di seluruh dunia untuk menyuarakan penolakan terhadap kejahatan dan pembantaian Israel, serta untuk menunjukkan dukungan terhadap hak-hak rakyat Palestina dan tujuan mereka yang adil.

Mengenal Hamas

1. Gerakan Perlawanan Islam “Hamas” adalah gerakan pembebasan dan perlawanan nasional Islam Palestina. Gerakan ini bertujuan untuk membebaskan Palestina dan melawan proyek Zionis. Landasannya adalah Islam, yang menentukan prinsip dan tujuan gerakan. Hamas menolak penganiayaan terhadap manusia mana pun atau pelemahan hak-haknya atas dasar nasionalis, agama, atau sektarian.

2. Hamas menegaskan bahwa konfliknya adalah dengan proyek Zionis, bukan dengan orang-orang Yahudi karena agama yang mereka anut. Hamas tidak melakukan perlawanan terhadap kaum Yahudi karena mereka Yahudi, akan tetapi melakukan perlawanan terhadap Zionis yang menduduki Palestina. Namun, Zionislah yang terus-menerus mengidentifikasi Yahudi sebagai proyek kolonial dan entitas ilegal mereka sendiri.

3. Rakyat Palestina selalu menentang penindasan, ketidakadilan, dan pembunuhan massal terhadap warga sipil, siapa pun pelakunya. Berdasarkan nilai-nilai agama dan moral, kami dengan jelas menyatakan penolakan terhadap hal yang diungkap oleh Nazi Jerman kepada orang-orang Yahudi. Di sini, kami mengingatkan bahwa masalah Yahudi pada dasarnya adalah masalah Eropa, sedangkan kawasan Arab dan Islam sepanjang sejarah adalah tempat yang aman bagi orang-orang Yahudi dan orang-orang dari kepercayaan dan etnis lain. Kawasan Arab dan Islam adalah contoh hidup berdampingan, interaksi budaya dan kebebasan beragama. Konflik yang terjadi saat ini disebabkan oleh perilaku agresif Zionis dan aliansinya dengan kekuatan kolonial barat; oleh karena itu, kami menolak eksploitasi penderitaan Yahudi di Eropa untuk membenarkan penindasan terhadap rakyat kami di Palestina.

4. Gerakan Hamas berdasarkan hukum dan norma internasional merupakan gerakan pembebasan nasional yang mempunyai tujuan dan misi yang jelas. Hamas mendapatkan legitimasi untuk melawan pendudukan sebagai bagian dari hak Palestina untuk membela diri, membebaskan, dan menentukan nasib sendiri. Hamas selalu membatasi perjuangan dan perlawanan terhadap pendudukan Israel di wilayah Palestina yang diduduki, akan tetapi Israel tidak mematuhi hal tersebut dan melakukan pembantaian dan pembunuhan terhadap warga Palestina.

5. Kami menekankan bahwa melawan pendudukan Israel dengan segala cara termasuk perlawanan bersenjata adalah hak yang dilegitimasi oleh semua norma, agama, hukum internasional termasuk Konvensi Jenewa dan protokol tambahan pertama serta resolusi PBB terkait. Resolusi Majelis Umum PBB 3236, yang diadopsi pada sidang Majelis Umum ke-29 pada tanggal 22 November 1974, menegaskan hak-hak yang tidak dapat dicabut dari rakyat Palestina di Palestina, termasuk hak untuk menentukan nasib sendiri dan hak untuk kembali ke “rumah dan bangunan milik mereka, tempat mereka diusir dan terusir.

6. Rakyat Palestina yang teguh dan kelompok perlawanan Palestina melakukan perjuangan heroik untuk mempertahankan tanah dan hak nasional melawan pendudukan kolonial yang paling lama dan brutal. Rakyat Palestina sedang menghadapi agresi Israel yang belum pernah terjadi sebelumnya yang melakukan pembantaian keji terhadap penduduk sipil Palestina, yang sebagian besar adalah anak-anak dan perempuan. Selama agresi di Gaza, Israel merampas makanan, air, obat-obatan, dan bahan bakar rakyat kami di Gaza, serta merampas semua sarana penghidupan mereka. Sementara itu, pesawat-pesawat tempur Israel dengan kejam menyerang seluruh infrastruktur dan bangunan publik di Jalur Gaza termasuk sekolah, universitas, masjid, gereja, dan rumah sakit sebagai tanda jelas pembersihan etnis yang bertujuan untuk mengusir rakyat Palestina dari Jalur Gaza. Namun, para pendukung pendudukan Israel tidak berbuat apa-apa selain terus melakukan genosida terhadap rakyat kami.

7. Dalih “pembelaan diri” yang dilakukan oleh Israel untuk membenarkan penindasannya terhadap rakyat Palestina adalah sebuah proses kebohongan, penipuan, dan pemutarbalikan fakta. Entitas Israel tidak mempunyai hak untuk membela kejahatan dan pendudukannya, akan tetapi rakyat Palestina yang mempunyai hak untuk mewajibkan penjajah untuk mengakhiri kejahatan pendudukan tersebut.

Pada tahun 2004, Mahkamah Internasional (ICJ) memberikan pendapat penasehat dalam kasus mengenai “Konsekuensi Hukum Pembangunan Tembok di Wilayah Pendudukan Palestina” yang menyatakan bahwa “Israel” sebagai kekuatan pendudukan yang brutal tidak dapat mengandalkan hak untuk membela diri dengan membangun tembok semacam itu di wilayah Palestina. Selain itu, Jalur Gaza menurut hukum internasional masih merupakan wilayah yang diduduki, sehingga pembenaran untuk melakukan agresi terhadap Jalur Gaza tidak berdasar dan tidak memiliki kapasitas hukum, serta tidak memiliki esensi gagasan pertahanan diri.

Hal yang Dibutuhkan

Israel adalah kekuatan pendudukan, tidak peduli bagaimana ia menggambarkan atau menamai dirinya, dan tetap menjadi alat untuk mematahkan keinginan masyarakat dan terus menindas. Di sisi lain, pengalaman masyarakat\bangsa sepanjang sejarah tentang bagaimana melepaskan diri dari penjajahan pendudukan dan kolonialisme menegaskan bahwa perlawanan adalah pendekatan strategis dan satu-satunya cara menuju pembebasan dan mengakhiri pendudukan. Pernahkah ada negara yang terbebas dari pendudukan tanpa perjuangan, perlawanan atau pengorbanan?

Kepentingan kemanusiaan, etika, dan hukum mengharuskan semua negara di dunia untuk mendukung perlawanan rakyat Palestina agar tidak berkolusi melawan hal tersebut. Mereka seharusnya melawan kejahatan dan agresi pendudukan Israel, serta mendukung perjuangan rakyat Palestina untuk membebaskan tanah dan memberikan hak bagi mereka untuk menentukan nasib sendiri seperti semua orang di seluruh dunia.

Berdasarkan hal tersebut kami menyerukan hal-hal berikut:

1. Penghentian segera agresi Israel di Gaza, kejahatan, dan pembersihan etnis yang dilakukan terhadap seluruh penduduk Jalur Gaza, membuka pintu penyeberangan dan memungkinkan masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza termasuk peralatan rekonstruksi.

2. Meminta pertanggungjawaban kejatahan atas pendudukan Israel secara hukum atas hal yang menyebabkan penderitaan manusia terhadap rakyat Palestina, dan menuntut pelaku kejahatan terhadap warga sipil, infrastruktur, rumah sakit, fasilitas pendidikan, masjid dan gereja.

3. Memberikan dukungan terhadap perlawanan Palestina dalam menghadapi pendudukan Israel dengan segala cara sebagai hak yang sah berdasarkan hukum dan norma internasional.

4. Kami menyerukan kepada masyarakat merdeka di seluruh dunia, khususnya negara-negara yang pernah dijajah atau terjajah, untuk menyadari penderitaan rakyat Palestina, dengan mengambil sikap serius dan efektif terhadap kebijakan standar ganda yang dilakukan negara-negara kuat (Barat) yang mendukung pendudukan Israel. Kami menyerukan kepada negara-negara ini untuk memulai gerakan solidaritas global terhadap rakyat Palestina dan menekankan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan serta hak masyarakat untuk hidup bebas, merdeka, dan bermartabat.

5. Negara-negara adidaya, terutama Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis, harus berhenti memberikan perlindungan akuntabilitas kepada entitas Zionis, dan berhenti memperlakukan Zionis sebagai negara yang kebal hukum. Perilaku tidak adil yang dilakukan negara-negara ini memungkinkan Israel selama 75 tahun melakukan kejahatan terburuk yang pernah terjadi terhadap rakyat, tanah, dan tempat-tempat suci Palestina. Kami mendesak negara-negara di seluruh dunia, saat ini dan lebih dari sebelumnya, untuk menjunjung tinggi tanggung jawab terhadap hukum internasional dan resolusi PBB yang relevan yang menyerukan diakhirinya pendudukan Israel atas tanah Palestina.

6. Kami dengan tegas menolak proyek internasional atau Israel yang bertujuan menentukan masa depan Jalur Gaza yang hanya memperpanjang pendudukan. Kami menekankan bahwa rakyat Palestina mempunyai kapasitas untuk menentukan masa depan dan mengatur urusan dalam negeri mereka sendiri, dan dengan demikian tidak ada pihak di dunia ini yang mempunyai hak untuk memaksakan segala bentuk perwalian terhadap rakyat Palestina atau mengambil keputusan atas nama mereka.

7. Kami mendesak untuk menentang upaya Israel yang menyebabkan gelombang pengusiran lagi atau Nakba baru terhadap rakyat Palestina khususnya di tanah yang diduduki pada tahun 1948 dan Tepi Barat. Kami menekankan bahwa tidak akan ada pengusiran ke Sinai atau Yordania atau tempat lain mana pun, dan jika ada relokasi ke rakyat Palestina, maka hal tersebut akan dilakukan ke rumah dan wilayah tempat mereka diusir pada tahun 1948, sebagaimana ditegaskan dalam banyak resolusi PBB.

8. Kami menyerukan untuk menjaga tekanan rakyat di seluruh dunia sampai berakhirnya pendudukan; kami menyerukan untuk menentang upaya normalisasi dengan entitas Israel dan melakukan boikot menyeluruh terhadap Israel dan para pendukungnya.

(T.FJ/S: Palestine Chronicle)

leave a reply
Posting terakhir