UNRWA: Israel Ingin Lenyapkan UNRWA untuk Tutupi Masalah Pengungsi Palestina

UNRWA tidak mengomentari tuduhan terbaru Yoav Gallant, akan tetapi menyatakan bahwa UNRWA secara teratur memberikan nama-nama karyawannya kepada Israel dan mengambil tindakan terhadap siapa pun yang terbukti melanggar aturan netralitas PBB.

BY 4adminEdited Sun,18 Feb 2024,12:06 PM

 Jenewa, SPNA - Komisaris Jenderal Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA), Philippe Lazzarini, sebagaimana dilansir RT Arabic, pada Sabtu (17/02/2024), menyatakan bahwa Israel melancarkan serangan terkoordinasi yang bertujuan untuk melenyapkan UNRWA dan menghancurkan gagasan bahwa penduduk Palestina adalah pengungsi dan memiliki hak untuk kembali suatu hari nanti.

Philippe Lazzarini menuduh Israel memiliki “tujuan politik jangka panjang” untuk melenyapkan UNRWA, lembaga yang didirikan lebih dari 70 tahun yang lalu untuk membantu warga Palestina yang melarikan diri atau terpaksa meninggalkan rumah mereka dalam perang tahun 1948.

“Saat ini, kita sedang menghadapi serangan Israel yang semakin diperluas dan terpusat, untuk menghancurkan UNRWA,” kata Philippe Lazzarini.

Philippe Lazzarini menunjukkan bahwa Israel tampaknya percaya bahwa jika UNRWA dilenyapkan, permasalahan status pengungsi Palestina akan selesai untuk selamanya.

Termasuk hak pengungsi Palestina untuk kembali ke tanah mereka (yang menjadi Israel saat ini),” kata Philippe Lazzarini.

Nasib pengungsi Palestina dan keturunan mereka merupakan titik pertikaian utama antara Israel dan Palestina dalam perundingan perdamaian sebelumnya yang gagal lebih dari satu dekade yang lalu, di mana Israel menolak tuntutan Palestina untuk mengizinkan keturunan para pengungsi kembali ke tempat yang sekarang disebut Israel, dengan alasan akan menghilangkan mayoritas Yahudi.

Israel mengklaim bahwa 12 pegawai UNRWA ikut serta dalam serangan Hamas di selatan Israel pada 7 Oktober. Amerika Serikat, negara donor terbesar, juga menangguhkan pendanaannya kepada UNRWA dan mencari alternatif selain UNRWA.

Lazzarini menyatakan bahwa UNRWA akan terpaksa menghentikan operasinya pada bulan April tanpa pendanaan dari Amerika Serikat dan negara donor lainnya yang juga menghentikan pendanaan mereka, dengan total dana sebesar 438 juta dolar Amerika.

Sementara itu, utusan khusus Amerika Serikat untuk permasalahan kemanusiaan di Timur Tengah, David Satterfield, dalam sebuah acara yang diselenggarakan Carnegie Endowment for International Peace, pada hari Jumat (16/02), menjelaskan bahwa Kongres Amerika telah mengkonfirmasi bahwa pendanaan Amerika Serikat untuk UNRWA badan tersebut akan dihentikan selamanya.

“Ini bukan penangguhan. Ini adalah larangan untuk memberikan pendanaan lebih lanjut,” kata David Satterfield.

Pada saat yang sama, Amerika Serikat ingin misi penting UNRWA dalam memberikan bantuan dan dukungan kepada Palestina terus berlanjut, sesuatu yang sangat bertolak belakang dengan pemutusan pendanaan UNRWA yang sangat bergantung dari pendanaan dari luar.

“Kami bekerja sekuat mungkin dengan keluarga PBB dan badan-badan PBB, untuk melihat bagaimana misi-misi utama ini dapat dipertahankan dalam beberapa bulan ke depan,” kata Satterfield.

Tidak jelas bagaimana peran utama UNRWA dalam melindungi dan mendukung ratusan ribu penduduk Gaza yang berjumlah 2,3 juta jiwa akan dialihkan ke organisasi-organisasi yang jauh lebih kecil di Jalur Gaza. Sekitar 80 persen penduduk Gaza telah mengungsi, sedangkan bantuan medis, makanan, dan bantuan lain yang diizinkan masuk ke Jalur Gaza jauh lebih sedikit dibandingkan sebelum perang.

Ketika awal UNRWA didirikan, lembaga bantuan pengungsi ini bertujuan untuk menyediakan layanan kesehatan, pendidikan, dan layanan sosial kepada sekitar 700.000 penduduk Palestina. Saat ini, layanan ini diberikan kepada sekitar 6 juta pengungsi Palestina dan keturunan mereka di Tepi Barat, Gaza, Yordania, Suriah, dan Lebanon.

Lazzarini menyatakan bahwa semua layanan ini akan terkena dampak ketika UNRWA menghentikan operasinya, ia mencatat bahwa pemerintah Israel telah memberikan tekanan dengan berbagai cara untuk menghancurkan UNRWA.

“Parlemen Israel, misalnya, mengajukan rancangan undang-undang yang melarang aktivitas kantor pusat UNRWA di Yerusalem. Mereka tidak ingin lagi membebaskan UNRWA dari pajak pertambahan nilai di masa depan. Pihak berwenang Israel memerintahkan kontraktor di pelabuhan Ashdod untuk berhenti mengirimkan sejumlah kiriman makanan ke UNRWA. Semua tuntutan ini datang dari pemerintah,” kata Lazzarini.

Lazzarini membenarkan bahwa Israel juga menginginkan pengunduran dirinya, sebuah tuntutan yang menurutnya tidak diajukan oleh pemerintah lain mana pun selama krisis yang terjadi saat ini.

Israel telah lama menuduh UNRWA bekerja sama dengan Hamas atau menutup mata terhadap aktivitas gerakan tersebut, dan selama perang. Israel menerbitkan gambar terowongan yang dibangun di sebelah fasilitas UNRWA, di mana tuduhan ini tidak terbukti hingga saat ini.

UNRWA menyangkal bekerjasama dengan Hamas. Lembaga bantuan PBB ini telah memecat pegawai yang dituduh terlibat dalam serangan 7 Oktober dan membuka penyelidikan. UNRWA juga menunjukkan bahwa 158, dari 13.000 karyawannya di Gaza, tewas dalam perang tersebut.

Jumat kemarin (16/02), Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, mengeluarkan tuduhan baru terhadap UNRWA, dengan mengatakan bahwa intelijen Israel memiliki “indikasi penting” bahwa lebih dari 30 karyawan tambahan lembaga PBB tersebut berpartisipasi dalam serangan 7 Oktober. Yoav Gallant mengklaim bahwa hampir 1.500 karyawan atau 12 persen tenaga kerja badan tersebut adalah anggota Hamas atau Jihad Islam, dan lebih dari 230 di antaranya berada di sayap bersenjata kedua kelompok tersebut.

UNRWA tidak mengomentari tuduhan terbaru Yoav Gallant, akan tetapi menyatakan bahwa UNRWA secara teratur memberikan nama-nama karyawannya kepada Israel dan mengambil tindakan terhadap siapa pun yang terbukti melanggar aturan netralitas PBB.

Sementara itu, Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, pada Jumat (16/02/), mengumumkan bahwa jumlah korban jiwa akibat pemboman Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober lalu telah meningkat menjadi 28.775 orang dan 68. 552 lainnya mengalami luka-luka, di mana mayoritas korban korban jiwa pemboman Israel adalah anak-anak dan perempuan.

Sejak 7 Oktober lalu, Israel telah melancarkan perang dahsyat di Jalur Gaza yang telah membunuh puluhan ribu penduduk sipil, di mana sebagian besar merupakan adalah anak-anak dan perempuan.

Israel terus melakukan genosida dengan melakukan pemboman secara brutal terhadap pusat-pusat pemukiman penduduk, tempat ibadah, sekolah, rumah sakit, hingga tempat-tempat penampungan pengungsi, yang menyebabkan kehancuran infrastruktur besar-besaran.

(T.FJ/S: RT Arabic)

leave a reply
Posting terakhir