Tel Aviv, SPNA - Parlemen Israel, Knesset, pada Rabu (21/02/2024), memutuskan mendukung Perdana Menteri, Benjamin Netanyahu, yang menolak pengakuan “sepihak” atas pembentukan negara Palestina. Hal ini dilakukan seiring dengan meningkatnya seruan internasional untuk menghidupkan kembali perundingan dengan dasar solusi dua negara.
Resolusi yang dikeluarkan selama perang Israel di Gaza masih berlanjut ini juga mendapat dukungan dari anggota partai oposisi dengan 99 dari 120 anggota parlemen memberikan suara mendukung penolakan pengakuan terhadap pembentukan negara Palestina.
Israel berpendapat bahwa setiap kesepakatan permanen dengan Palestina harus dicapai melalui perundingan langsung antara kedua belah pihak dan bukan melalui perintah internasional.
Netanyahu secara terbuka menyatakan penolakan terhadap pembentukan negara Palestina dan mencitrakan diri kepada masyarakat Israel sebagai benteng yang melawan pendirian negara Palestina. Tidak ada pembicaraan mengenai perundingan yang diadakan sejak tahun 2014, ketika Israel menolak untuk menerima negara Palestina yang mencakup seluruh wilayah Palestina yang diduduki secara ilegal oleh Israel.
“Knesset bersatu dalam jumlah besar menentang upaya untuk memaksakan pembentukan negara Palestina kepada kami, yang tidak hanya gagal membawa perdamaian tetapi juga membahayakan negara Israel,” kata Netanyahu.
Kementerian Luar Negeri Palestina mengutuk keputusan Knesset dan menuduh Israel menyandera hak-hak rakyat Palestina dengan menduduki wilayah di mana orang-orang Palestina berusaha untuk mendirikan negara. Kementerian Luar Negeri Palestina menegaskan bahwa keanggotaan penuh negara Palestina di PBB dan pengakuannya oleh negara lain tidak memerlukan izin dari Netanyahu.
Tanpa melibatkan rakyat Palestina, Majelis Umum PBB pada 1947 memutuskan untuk membagi tanah Palestina yang dikuasai Inggris menjadi negara-negara Arab dan Yahudi, dengan Yerusalem ditempatkan di bawah rezim internasional khusus. Pembagian tersebut sedianya diberlakukan pada Mei 1948, ketika mandat Inggris akan berakhir. Namun, faktanya hanya negara Israel yang didirikan dan Israel menduduki tanah yang diperuntukkan bagi negara Palestina.
PBB memberikan status pengamat Palestina pada tahun 2012, dan di antara 193 negara anggota PBB, 139 negara sejauh ini telah mengakui Palestina sebagai negara merdeka.
Sementera itu, Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, pada Kamis (22/02), mengumumkan bahwa jumlah korban jiwa akibat pemboman Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober lalu telah meningkat menjadi 29.410 orang dan 69.465 lainnya mengalami luka-luka, di mana mayoritas korban korban jiwa pemboman Israel adalah anak-anak dan perempuan.
Berdasarkan laporan pihak berwenang Jalur Gaza dan organisasi internasional, lebih dari 85 persen atau sekitar 1,9 juta penduduk Palestina di Jalur Gaza terpaksa harus mengungsi setelah kehilangan tempat tinggal dan penghidupan akibat pemboman Israel.
(T.FJ/S: Palinfo)