Lembaga Internasional: Sejumlah Negara yang Kirim Bantuan Lewat Udara Adalah Pemasok Senjata Bagi Israel

Lembaga-lembaga tersebut menekankan pentingnya segera menghentikan transfer senjata, menerapkan langkah-langkah untuk segera memberlakukan sanksi kepada Israel, menekan Israel untuk melakukan gencatan senjata, membuka akses bantuan kemanusiaan tanpa batas, dan membuka akuntabilitas internasional.

BY 4adminEdited Fri,15 Mar 2024,03:25 AM

Gaza, SPNA - Sebanyak 25 lembaga kemanusiaan internasional yang bekerja di Jalur Gaza, pada Rabu (13/03/2024), mengatakan bahwa sejumlah negara yang mengirimkan bantuan melalui udara adalah pemasok senjata kepada rezim pendudukan Israel yang digunakan dalam kejahatan genosida di Jalur Gaza.

Lembaga-lembaga tersebut menyatakan dalam pernyataan bersama yang diterbitkan Amnesty International bahwa sejumlah negara tidak dapat bersembunyi di balik bantuan udara dan upaya untuk membuka koridor laut untuk menciptakan ilusi bahwa mereka telah melakukan cukup banyak hal untuk mendukung kebutuhan di Jalur Gaza.

“Beberapa negara yang memberikan bantuan melalui udara, yaitu Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis, juga memasok senjata ke Israel,” sebut lembaga-lembaga tersebut.

Lembaga-lembaga tersebut menekankan pentingnya segera menghentikan transfer senjata, menerapkan langkah-langkah untuk segera memberlakukan sanksi kepada Israel, menekan Israel untuk melakukan gencatan senjata, membuka akses bantuan kemanusiaan tanpa batas, dan membuka akuntabilitas internasional.

“Bantuan yang diberikan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang sangat besar di Jalur Gaza dan tidak dapat memberi makan serta menyembuhkan 2,3 juta orang yang hidup dalam situasi bencana. Tanggung jawab utama negara-negara ini adalah untuk mencegah terjadinya kejahatan kekejaman, dan untuk memberikan tekanan politik yang efektif untuk mengakhiri pemboman yang sedang berlangsung di Jalur Gaza dan pembatasan yang menghalangi akses aman terhadap bantuan kemanusiaan,” kata lembaga-lembaga tersebut dalam pernyataan bersama.

Selama lebih dari satu setengah pekan ini, beberapa negara telah melakukan operasi untuk mengirimkan bantuan ke Jalur Gaza melalui udara. Hal ini dilakukan dengan dalih ketidakmampuan negara-negara ini untuk mengambil keputusan terkait dengan pengamanan koridor darat yang aman bagi masuknya bantuan dan memastikan aliran bantuan dari negara lain tanpa hambatan.

Organisasi internasional dan hak asasi manusia internasional beberapa kali memperingatkan kasus penyebaran kelaparan di antara penduduk Palestina di Jalur Gaza, khususnya di wilayah utara. Krisis kemanusiaan belum dapat diatasi dengan bantuan yang diberikan melalui udara.

Baru-baru ini, Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat, Martin Griffiths, mengatakan bahwa setengah juta orang di Jalur Gaza berada di ambang kelaparan, dan kekurangan kebutuhan dasar berupa makanan, air, dan layanan kesehatan.

Sejak tanggal 7 Oktober hingga saat ini, dengan dukungan Amerika dan Eropa, tentara Israel masih terus melanjutkan agresi terhadap Jalur Gaza dan juga melakukan serangan di berbagai kawasan di Tepi Barat. Pesawat tempur Israel mengebom kawasan di sekitar rumah sakit, gedung, apartemen, dan rumah penduduk sipil Palestina. Israel juga mencegah dan memblokade masuknya air, makanan, obat-obatan, dan bahan bakar ke Jalur Gaza.

Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, pada Kamis (14/03), mengumumkan bahwa jumlah korban jiwa akibat pemboman Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 lalu telah meningkat menjadi 31.341 orang dan 73.13421 lainnya mengalami luka-luka, di mana mayoritas korban korban jiwa pemboman Israel adalah anak-anak dan perempuan.

Sementara itu, berdasarkan laporan pihak berwenang Jalur Gaza dan organisasi internasional, lebih dari 85 persen atau sekitar 1,9 juta penduduk Palestina di Jalur Gaza terpaksa harus mengungsi setelah kehilangan tempat tinggal dan penghidupan akibat pemboman Israel.

(T.FJ/S: Palinfo, Aljazeera)

 

leave a reply
Posting terakhir

Netanyahu Otak di Belakang Rencana Biden untuk Kirim Bantuan Lewat Laut

Pada 13 Oktober, satu minggu sebelum Netanyahu menyarankan pengiriman bantuan melalui laut, Kementerian Intelijen Israel membocorkan rencana untuk mendeportasi paksa 2,3 juta penduduk Jalur Gaza dengan alasan kemanusiaan. Rencana tersebut mengusulkan agar menjadikan Jalur Gaza sebagai tempat tidak layak huni dan sangat berbahaya bagi kehidupan, sehingga penduduknya secara sukarela memilih untuk meninggalkan Jalur Gaza yang terus menerus dibombardir dan dikepung.

Lewat RUU Baru, Likud Ingin Permalukan Partai Arab Bersatu Israel

Rancangan Undang-Undang (RUU) ini nantinya akan mewajibkan pendidikan bahasa Arab di semua sekolah menengah di seluruh Israel. Langkah ini disebut sebagai upaya partai oposisi untuk menciptakan kebingungan dan rasa malu bagi partai koalisi pemerintah pimpinan Naftali Bennett, yang didukung partai berhaluan kiri dan partai Arab.