Gaza, SPNA - Militer Israel, sebagaimana dilansir RT Arabic, pada Rabu (13/03/2024), berencana untuk memindahkan sekitar 1,4 juta penduduk sipil Palestina yang terperangkap di kota Rafah, selatan Jalur Gaza, ke “pulau kemanusiaan” di tengah Gaza sebelum melancarkan invasi darat.
Juru bicara militer Israel, Daniel Hagari, mengatakan bahwa pemindahan penduduk sipil Palestina yang berada di Rafah ke wilayah yang ditentukan Israel, menurutnya akan dilakukan melalui koordinasi dengan pihak internasional. Ini adalah bagian penting dari persiapan tentara Israel untuk kemungkinan invasi ke Rafah.
“Kita perlu memastikan bahwa 1,4 juta orang atau setidaknya sejumlah besar dari 1,4 juta orang, akan pindah. Ke mana? ke pulau-pulau kemanusiaan yang akan kita ciptakan bersama komunitas internasional,” kata Daniel Hagari.
Ia menegaskan, pulau-pulau tersebut akan menyediakan tempat tinggal sementara, makanan, air, dan kebutuhan lainnya bagi warga Palestina yang akan dievakuasi.
Daniel Hagari tidak menyebutkan kapan Rafah akan dievakuasi atau kapan serangan terhadap Rafah akan dimulai. Ia menjelaskan bahwa Israel ingin waktunya tepat dari sudut pandang operasional dan harus dikoordinasikan dengan Mesir, yang menyatakan tidak ingin pengungsi Palestina melintasi perbatasannya.
Kondisi Rafah telah penuh sesak dengan pengungsi dalam beberapa bulan terakhir ketika penduduk Palestina di Jalur Gaza melarikan diri dari serangan Israel di hampir setiap sudut Jalur Gaza. Israel memerintahkan penduduk Palestina pindah ke selatan Jalur Gaza dan menyebutnya sebagai wilayah dari serangan. Namun, nyatanya Israel juga membombardir selatan Jalur Gaza, khususnya kota Rafah, sehingga mengakibatkan jatuhnya korban sipil, seperti di kota-kota lainnya.
Pada saat ini tenda-tenda memenuhi kota Rafah. Kondisi penduduk di Rafah telah menjadi sumber kekhawatiran besar bagi sekutu Israel, termasuk Amerika Serikat dan organisasi kemanusiaan, yang percaya bahwa serangan terhadap Rafah yang dipenuhi pengungsi akan menjadi bencana. Di sisi lain, Rafah juga merupakan pintu masuk utama bantuan yang sangat dibutuhkan di Gaza.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa serangan terhadap Rafah sangat penting untuk mencapai tujuan yang dinyatakan Israel untuk menghancurkan Hamas setelah serangan yang dilancarkan oleh Hamas pada tanggal 7 Oktober.
Sejak tanggal 7 Oktober hingga saat ini, dengan dukungan Amerika dan Eropa, tentara Israel masih terus melanjutkan agresi terhadap Jalur Gaza dan juga melakukan serangan di berbagai kawasan di Tepi Barat. Pesawat tempur Israel mengebom kawasan di sekitar rumah sakit, gedung, apartemen, dan rumah penduduk sipil Palestina. Israel juga mencegah dan memblokade masuknya air, makanan, obat-obatan, dan bahan bakar ke Jalur Gaza.
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, pada Kamis (14/03), mengumumkan bahwa jumlah korban jiwa akibat pemboman Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 lalu telah meningkat menjadi 31.341 orang dan 73.13421 lainnya mengalami luka-luka, di mana mayoritas korban korban jiwa pemboman Israel adalah anak-anak dan perempuan.
Sementara itu, berdasarkan laporan pihak berwenang Jalur Gaza dan organisasi internasional, lebih dari 85 persen atau sekitar 1,9 juta penduduk Palestina di Jalur Gaza terpaksa harus mengungsi setelah kehilangan tempat tinggal dan penghidupan akibat pemboman Israel.
(T.FJ/S: RT Arabic)