Gaza, SPNA - Israel terus membombardir Rafah, kota paling selatan di Jalur Gaza, pada Rabu (08/05/2024). Lebih dari satu juta penduduk Palestina di kota Rafah menghadapi ancaman kematian dan kehancuran setelah pasukan Israel merebut perbatasan Rafah dengan Mesir, satu hari sebelumnya.
Israel juga menyerang Rafah menggunakan fosfor putih, bom ilegal dan dilarang untuk digunakan pada penduduk sipil dan infrastruktur sipil serta dianggap sebagai kejahatan perang berdasarkan hukum internasional.
“Semalam hingga (Rabu) dini hari, militer Israel terus menggempur bagian timur kota Rafah. fasilitas kesehatan di Rafah tidak mampu menampung banyak korban jiwa,” lapor Al-Jazeera.
Tentara Israel telah berulang kali menggunakan fosfor putih pada warga sipil di Gaza dan Lebanon sejak awal perang. Kelompok hak asasi manusia menyerukan penyelidikan segera setelah beberapa jenazah penduduk sipil Palestina ditemukan hancur melepuh di Jalur Gaza, yang menunjukkan kemungkinan penggunaan senjata ilegal oleh Israel untuk menargetkan penduduk sipil.
PBB telah memperingatkan bahwa operasi Israel yang sedang berlangsung di penyeberangan Rafah akan sangat menghambat upaya bantuan kemanusiaan.
Sejumlah penduduk sipil Palestina dibunuh dan mengalami luka-luka, termasuk anak-anak, dalam pemboman intensif Israel di Rafah pada tanggal 7 Mei. Bayi berusia empat bulan, enam tahun, dan delapan tahun dibunuh Israel dalam pemboman di rumah keluarga Qishta di Rafah pada Selasa sore. Sementara itu, seorang pemuda dibunuh Isael dalam serangan udara di dekat perbatasan Rafah.
Pada Selasa, Israel mengumumkan telah merebut penyeberangan perbatasan Rafah. Rekaman video di media sosial menunjukkan tank Israel di persimpangan Rafah. Tentara mulai bergerak menuju penyeberangan Rafah pada Senin malam dan menguasainya pada Selasa pagi hari.
Permulaan operasi militer di penyeberangan Rafah itu disertai dengan pemboman besar-besaran Israel terhadap Rafah.
Rafah pada saat ini sangat penuh sesak dengan lebih dari satu juta penduduk sipil Palestina, di mana sebagian besar terpaksa mengungsi dari tempat lain di Jalur Gaza selama serangan Israel. Israel mengklaim kota Rafah adalah benteng terakhir Hamas dan kunci kemenangan Israel dalam perang tersebut, di mana Israel telah berencana untuk menyerang kota tersebut selama berbulan-bulan.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, pada hari Rabu memperingatkan bahwa serangan besar-besaran terhadap Rafah akan menjadi “kesalahan strategis, bencana politik, dan mimpi buruk kemanusiaan”.
Sejak tanggal 7 Oktober hingga saat ini, dengan dukungan Amerika dan Eropa, tentara Israel masih terus melanjutkan agresi terhadap Jalur Gaza dan juga melakukan serangan di berbagai kawasan di Tepi Barat. Pesawat tempur Israel mengebom kawasan di sekitar rumah sakit, gedung, apartemen, dan rumah penduduk sipil Palestina. Israel juga mencegah dan memblokade masuknya air, makanan, obat-obatan, dan bahan bakar ke Jalur Gaza. Israel terus menerus melakukan kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional.
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, pada Selasa (07/05), mengumumkan bahwa jumlah korban jiwa akibat pemboman Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 lalu telah meningkat menjadi sekitar 34.789 orang dan 78.204 lainnya mengalami luka-luka, di mana mayoritas korban korban jiwa pemboman Israel adalah anak-anak dan perempuan.
Sementara itu, berdasarkan laporan pihak berwenang Jalur Gaza dan organisasi internasional, lebih dari 85 persen atau sekitar 1,9 juta penduduk Palestina di Jalur Gaza terpaksa harus mengungsi setelah kehilangan tempat tinggal dan penghidupan akibat pemboman Israel.
(T.FJ/S: RT Arabic)