Gaza, SPNA - Rincian terbaru terkait peran Amerika Serikat telah terungkap. Dalam laporan Ynet dan jurnalis New York Times (NYT) Ronen Bergman yang diterbitkan, pada Senin (10/06/2024), merinci kerja sama intelijen Israel dengan Amerika Serikat dan Inggris dalam operasi penyelamatan tawanan di kamp pengungsi Nuseirat di Gaza pada hari Sabtu. Operasi ini menyelamatkan empat tawanan Israel dengan membunuh 274 penduduk Palestina.
Keberhasilan operasi ini bergantung pada pemboman besar-besaran dari udara di daerah padat penduduk sipil Palestina yang sedang berlindung, dan eksekusi berdarah dingin terhadap penduduk sipil Palestina di gedung perumahan mereka.
Berdasarkan laporan Ynet dan NYT, para militer maupun intelijen Israel dan AS membentuk sel fusi untuk bekerja sama dan berbagi foto drone dan satelit, serta pemantauan komunikasi dan informasi tambahan apa pun yang mungkin membantu mengidentifikasi lokasi para tawanan.
Selama Operasi Badai Al-Aqsha pada 7 Oktober, Hamas menangkap 253 tentara Israel dan warga sipil Israel untuk ditukar dengan ribuan penduduk Palestina yang diculik dan ditawan di penjara Israel.
Laporan tersebut menyebut bahwa setelah lokasi seorang tawanan dapat diidentifikasi dengan pasti, perencanaan penyelamatan yang intensif pun dimulai.
Seorang pejabat senior Israel menyatakan bahwa ketika operasi dimulai, drone AS dan Inggris bergabung dengan drone Israel untuk mengawasi Gaza dalam jangka waktu yang lebih lama dan wilayah yang lebih luas.
Pada awal perang, intelijen Israel percaya bahwa sebagian besar tawanan ditahan di terowongan. Namun, kemudian laporan menyebut bahwa intelijen percaya bahwa menahan para tawanan di apartemen di berbagai lokasi di seluruh Gaza ternyata lebih mudah.
Seiring waktu dan dengan bantuan dari penasihat militer AS dan Inggris, operasi intelijen Israel terhadap para tawanan meningkat. Pada saat yang sama, para pejabat Israel dan AS mengatakan bahwa akibat serangan Israel di Jalur Gaza, area di mana Hamas dapat menyembunyikan tawanan semakin berkurang, dan peluang untuk menemukan mereka semakin meningkat.
Pemboman Israel telah menghancurkan sebagian besar kota dan lahan pertanian di Jalur Gaza, membuat banyak daerah tidak dapat dihuni. Serangan-serangan tersebut telah menyebabkan 80 persen penduduk mengungsi dan dalam banyak kasus mereka terpaksa mengungsi berkali-kali.
Laporan tersebut mengatakan bahwa menurut klaim pejabat Israel, para pemimpin Hamas memerintahkan para penjaga yang menahan para tawanan dan jika mereka mengira pasukan Israel akan datang, hal pertama yang harus mereka lakukan adalah menembak para tawanan tersebut.
Namun, laporan itu menambahkan bahwa para pemimpin Hamas telah melakukan upaya besar untuk menyembunyikan para tawanan, karena menyadari bahwa tawanan adalah alat tawar-menawar terbaik yang dimiliki Hamas dalam negosiasi perjanjian gencatan senjata.
Laporan NYT menyatakan bahwa 43 dari 253 warga Israel yang ditahan oleh Hamas sejak 7 Oktober telah tewas dalam penawanan, akan tetapi tidak menyebutkan siapa yang mungkin membunuh mereka, yang menyiratkan bahwa Hamas telah melakukannya.
Namun, para tawanan Israel yang telah dibebaskan menyatakan bahwa ketakutan terbesar mereka adalah dibunuh dalam serangan pemboman Israel dan bahkan para tawanan tersebut melaporkan bahwa anggota Hamas berusaha sekuat tenaga untuk melindungi mereka.
Hamas mengatakan tiga tawanan Israel tewas dalam operasi penyelamatan pada hari Sabtu (08/06), yang melibatkan pemboman besar-besaran terhadap pemukiman penduduk.
Meskipun para pemimpin Israel dan AS merayakan penyelamatan empat warga Israel dan mengabaikan kematian ratusan penduduk sipil Palestina dalam operasi tersebut, kecil kemungkinan penyelamatan tersebut akan mengubah dinamika konflik di masa depan.
Letnan Kolonel Avi Kalo, mantan kepala Divisi Tahanan dan Orang Hilang di Unit Intelijen militer Israel, menyebut bahwa pembebasan empat sandera merupakan pencapaian taktis yang tidak bisa mengubah aspek strategis.
“Hamas masih memiliki puluhan sandera, yang sebagian besar, jika tidak semuanya, tidak akan dibebaskan dalam operasi penyelamatan, akan tetapi hanya dapat diselamatkan melalui kesepakatan gencatan senjata,” kata Avi Kalo.
Sementara itu, sejak tanggal 7 Oktober hingga saat ini, dengan dukungan Amerika dan Eropa, tentara Israel masih terus melanjutkan agresi terhadap Jalur Gaza dan juga melakukan serangan di berbagai kawasan di Tepi Barat. Pesawat tempur Israel mengebom kawasan di sekitar rumah sakit, gedung, apartemen, dan rumah penduduk sipil Palestina. Israel juga mencegah dan memblokade masuknya air, makanan, obat-obatan, dan bahan bakar ke Jalur Gaza.
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, pada Selasa (11/06), mengumumkan bahwa jumlah korban jiwa akibat pemboman Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 lalu telah meningkat menjadi 37.164 orang dan 84.832 lainnya mengalami luka-luka, di mana mayoritas korban korban jiwa pemboman Israel adalah anak-anak dan perempuan. Sekitar 11.000 orang hilang, diperkirakan meninggal dunia di bawah reruntuhan rumah yang dibom oleh Israel.
Sementara itu, berdasarkan laporan pihak berwenang Jalur Gaza dan organisasi internasional, lebih dari 85 persen atau sekitar 1,7 juta penduduk Palestina di Jalur Gaza terpaksa harus mengungsi setelah kehilangan tempat tinggal dan penghidupan akibat pemboman Israel.
(T.FJ/S: The Cradle)