Washington, SPNA – Beberapa pejabat pemerintahan Presiden AS, Joe Biden dilaporkan mengundurkan diri karena tidak puas terhadap penanganan Gedung Putih terhadap agresi Israel di Gaza. Mereka kini dilaporkan bekerja sama untuk mendukung oposisi dan menekan pemerintah agar mengubah kebijakannya, Aljazera melaporkan, Rabu (03/07/2024).
Biden dilapkrkan menghadapi tekanan dari dalam dan luar negeri karena dukungannya terhadap Israel setelah delapan bulan konflik di Gaza. Meskipun retorika pemerintah semakin tegas memperingatkan agar Israel lebih melindungi warga sipil dan membiarkan lebih banyak bantuan masuk, namun kebijakannya tetap tidak banyak berubah.
Dilansir oleh CNN, pejabat yang telah mengundurkan diri dan kini menentang Joe Biden diantaranya adalah Josh Paul, Harrison Mann, Tarek Habbash, Anel Shilin, Hala Harith, Lily Greenberg Cole, Alex Smith, dan Stacy Gilbert.
Para pejabat tersebut mengatakan bahwa pandangan, pengalaman, dan kekhawatiran mereka diabaikan oleh pemerintah yang dinilai mengabaikan korban jiwa akibat perang Israel. Gedung Putih juga tidak peduli terhadap dampak perang pada kredibilitas Washington.
Para mantan pejabat yang berbicara dengan CNN sepakat bahwa mereka memiliki banyak rekan yang masih bekerja di pemerintahan tetapi setuju dengan keputusan mereka untuk mundur.
Mereka mengungkapkan bahwa tujuan mereka kini adalah memberikan dukungan dan nasihat kepada rekan-rekan mereka yang memilih keluar atau tetap beroposisi dari dalam, serta menekan pemerintah untuk mengubah arah kebijakannya.
Josh Paul, yang merupakan pejabat pertama yang mengundurkan diri karena perang di Gaza setelah keluar dari Departemen Luar Negeri AS pada Oktober, mengatakan, “Kami berpikir tentang cara menggunakan kepentingan bersama kami dan terus menekan untuk perubahan.”
Semnatara itu, Alex Smith menambahkan bahwa para matan pejabat ini tetap berhubungan satu sama lain dan berharap menggunakan kekuatan kolektif mereka untuk menyuarakan pendapat kami dengan baik dan berbicara atas nama banyak karyawan yang masih bekerja tetapi tidak bisa berbicara karena ingin mempertahankan pekerjaan mereka.
Kesadaran Awal
Beberapa mantan pejabat mengakui bahwa mereka menyadari lebih awal setelah operasi Toufan Al-Aqsa yang dilakukan oleh gerakan perlawanan Palestina pada 7 Oktober, bahwa respons pemerintah Israel akan sangat keras.
Lily Greenberg, mantan pegawai Departemen Dalam Negeri yang merupakan pejabat Yahudi pertama yang mundur secara terbuka, mengatakan: “Saya menghabiskan beberapa minggu pertama merasakan trauma dan sedih karena kehilangan, tetapi saya juga langsung menyadari bahwa Israel akan merespon dengan lebih brutal dan mengerikan.”
Greenberg mengatakan bahwa dia merasa “kecewa” sejak awal dengan respon pemerintah, tetapi ingin melihat apa yang bisa dia lakukan dari dalam karena kedekatannya dengan kekuasaan. Dia mengungkapkan bahwa kekhawatiran yang dia sampaikan diabaikan dan dianggap “pembuat masalah.”
“Saya sampai pada titik di mana saya tidak bisa lagi jujur pada diri sendiri dan mewakili pemerintah,” kata Greenberg yang mengumumkan pengunduran dirinya pada Mei lalu.
Harrison Mann, seorang perwira militer Yahudi yang menjadi anggota komunitas intelijen pertama yang mengundurkan diri pada November, juga berbicara tentang pengalamannya. “Saya putus asa tentang jalannya perang di Gaza. Jelas sejak awal bahwa orang Israel akan membunuh banyak warga sipil secara acak,” ungkap Mann.
Dia menjelaskan bahwa proses pengunduran dirinya sangat lambat dan panjang, sehingga dia baru secara resmi meninggalkan pekerjaannya minggu ini dan tidak memberi tahu orang-orang tentang alasannya sampai baru-baru ini karena takut menjadi “orang yang tidak diinginkan.”
Tanggapan Pemerinntah
Sebagai tanggapan, pejabat pemerintahan Biden menegaskan bahwa mereka menghormati perbedaan pendapat. Juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller mengatakan, “Kami mendengarkan orang-orang. Kami ingin mendengar pendapat mereka. Kami ingin mendengar keahlian yang mereka bawa. Tetapi pada akhirnya, presiden dan pejabat senior lainnya yang membuat keputusan tentang apa yang harus menjadi kebijakan Amerika Serikat.”
Samantha Power, Direktur Badan Pembangunan Internasional AS, mengatakan, “Kami memiliki banyak pandangan di lembaga yang mengkritik kebijakan luar negeri Amerika. Kami memiliki pandangan yang percaya bahwa kami melakukan semua yang kami bisa, dan tugas saya adalah mendengarkan pandangan tersebut, terutama yang didukung oleh fakta di lapangan.”
(T.RS/S:Aljazera)