Tel Aviv, SPNA - Kepala dinas keamanan Shin Bet Israel, Ronen Bar, baru-baru ini memperingatkan dalam suratnya kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir bahwa terdapat sekitar 21.000 penduduk Palestina di penjara-penjara di seluruh Israel. Ia menyebut masalah ini sebagai “krisis penahanan”
Surat itu disampaikan kepada Netanyahu dan Ben Gvir pekan lalu. Isinya terungkap dalam laporan situs berita Ibrani Ynet pada Selasa (02/07/2024).
Dalam surat tersebut, yang juga dikirimkan kepada komandan polisi Israel Kobi Yacovi dan Jaksa Agung Gali Baharav-Miara, Ronen Bar memperingatkan bahwa “krisis penahanan merupakan krisis strategis yang nyata”.
Situasi di penjara-penjara Israel adalah “bom waktu,” kata Bar. Ia mengungkapkan bahwa hal tersebut dapat membahayakan warga Israel di luar negeri dan membuat mereka dihadapkan pada pengadilan internasional, mengingat fakta bahwa kondisi dan perilaku terhadap warga Palestina di penjara-penjara ini “dekat dengan pelecehan”.
Ronen Bar mengkritik keras Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, yang bertanggung jawab atas sistem penjara, dan menyerukan “pembatalan berbagai tindakan yang merugikan kondisi para tahanan”.
Sejak pemerintahan Netanyahu mengambil alih kekuasaan pada November 2022, Ben-Gvir telah secara signifikan memperketat tindakan brutal dan membatasi banyak hal terhadap tahanan Palestina, termasuk kunjungan. Menteri Keamanan Nasional juga baru-baru ini memperkuat posisinya dengan menuntut eksekusi tahanan Palestina.
Shin Bet melanjutkan dengan mengatakan dalam suratnya bahwa pada saat ini setelah beberapa bulan perang di Jalur Gaza, jumlah orang yang dipenjara saat ini mencapai 21.000 orang, meskipun kapasitas penjara memungkinkan tidak lebih dari 14.500 orang.
Sebelumnya jumlah tahanan Palestina di penjara Israel diperkirakan sekitar 9.000 hingga 10.000. Namun, jumlahnya ternyata jauh lebih tinggi, mencapai 21.000 orang.
“Undang-undang darurat memungkinkan kepadatan penjara hampir tanpa batas. Krisis ini muncul meskipun ada peringatan yang dikirimkan ke Kementerian Keamanan Nasional untuk mempersiapkan hal ini sekitar setahun yang lalu,” kata Ronen Bar.
Ronen Bar juga mengecam Ben Gvir atas pembatalan kunjungan Palang Merah ke penjara.
“Setelah serangan tanggal 7 Oktober, Israel menolak hak-hak tahanan yang dapat diterima sebelum perang, termasuk hak-hak yang diwajibkan sesuai dengan hukum internasional (misalnya kunjungan Palang Merah),” kata Ronen Bar.
Ronen Bar juga memperingatkan bahwa masalah penjara membuka individu-individu dalam pemerintahan Israel untuk dituntut di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) yang berbasis di Den Haag, terutama mengingat permintaan ICC baru-baru ini untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan menteri pertahanannya atas kejahatan perang di Gaza.
Sejak tanggal 7 Oktober hingga saat ini, dengan dukungan Amerika dan Eropa, tentara Israel masih terus melanjutkan agresi terhadap Jalur Gaza dan juga melakukan serangan di berbagai kawasan di Tepi Barat. Pesawat tempur Israel mengebom kawasan di sekitar rumah sakit, gedung, apartemen, dan rumah penduduk sipil Palestina. Israel juga mencegah dan memblokade masuknya air, makanan, obat-obatan, dan bahan bakar ke Jalur Gaza, di tengah bencana kelaparan yang semakin parah.
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, pada Rabu (03/07), mengumumkan bahwa jumlah korban jiwa akibat pemboman Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 lalu telah meningkat menjadi 37.953 orang dan 87.266 lainnya mengalami luka-luka, di mana mayoritas korban korban jiwa pemboman Israel adalah anak-anak dan perempuan.
Sementara itu, berdasarkan laporan pihak berwenang Jalur Gaza dan organisasi internasional, lebih dari 85 persen atau sekitar lebih 1,7 juta penduduk Palestina di Jalur Gaza terpaksa harus mengungsi setelah kehilangan tempat tinggal dan penghidupan akibat pemboman Israel.
(T.FJ/S: The Cradle, Palinfo)