Sejumlah Negara Boikot Senjata, Israel Mulai Kekurangan Amunisi

Amerika Serikat dengan basis ekonomi dan industri yang jauh lebih besar, tidak mampu memproduksi cukup amunisi dan artileri untuk digunakan sendiri dan untuk digunakan oleh sekutunya, khususnya Ukraina. Banyaknya peluru artileri yang digunakan oleh Rusia dan Ukraina dalam konflik telah menyebabkan harga yang lebih tinggi dan kelangkaan secara global.

BY 4adminEdited Sun,14 Jul 2024,07:04 PM

Tel Aviv, SPNA - Kementerian Pertahanan Israel, sebagaimana dilaporkan media bisnis Israel, Calcalist, pada Selasa (09/07/2024), prihatin atas kurangnya amunisi Israel setelah sejumlah negara Barat secara informal berhenti memasok senjata dan bahan mentah ke Israel.

Surat kabar bisnis Israel mengetahui bahwa pemasok senjata dari sejumlah negara Eropa telah berhenti menanggapi permintaan Israel. Selain itu, kekuatan asing utama selain Amerika Serikat yang sebelumnya berdagang dengan Israel sejak 7 Oktober menolak memasok bahan mentah untuk memproduksi amunisi ke Tel Aviv.

Calcalist mengutip laporan New York Times yang menyatakan bahwa tentara Israel menghadapi kekurangan peluru tank 120 mm. Peluru tank yang ditempatkan di Jalur Gaza telah diperingatkan untuk menghemat dan menyimpan peluru jika diperlukan, di mana kemungkinan perang skala penuh melawan Hizbullah di Lebanon semakin meningkat.

Laporan The Times menambahkan bahwa tentara juga menghadapi kekurangan suku cadang untuk tank, buldoser D9, pengangkut personel lapis baja, dan amunisi ringan lainnya.

Menanggapi hal tersebut, lembaga keamanan Israel berupaya mengurangi ketergantungan Tel Aviv pada pasokan asing dengan mempromosikan produksi amunisi lokal meskipun biayanya lebih tinggi.

Calcalist mencatat bahwa “pihak yang percaya bahwa Israel akan mampu memproduksi semua amunisi yang dibutuhkan, kemungkinan besar tertipu”. Calcalist menilai bahkan dengan peningkatan besar-besaran dalam kapasitas produksi Israel, sebagian besar amunisi yang dibutuhkan Israel masih harus berasal dari pemasok asing.

Amerika Serikat dengan basis ekonomi dan industri yang jauh lebih besar, tidak mampu memproduksi cukup amunisi dan artileri untuk digunakan sendiri dan untuk digunakan oleh sekutunya, khususnya Ukraina. Banyaknya peluru artileri yang digunakan oleh Rusia dan Ukraina dalam konflik telah menyebabkan harga yang lebih tinggi dan kelangkaan secara global.

Selain itu, Israel kekurangan bahan mentah yang dibutuhkan untuk memproduksi amunisi. Ini harus diimpor dari luar negeri. Namun banyak negara juga berhenti mengekspor bahan mentah ini ke Israel karena menolak genosida penduduk sipil Palestina di Jalur Gaza.

Semakin banyak negara-negara Eropa yang menolak untuk memasok amunisi, suku cadang, dan bahan mentah untuk terus membantai penduduk sipil Palestina telah memaksa Israel semakin bergantung pada India, yang juga merupakan pembeli utama senjata Israel.

Pada saat yang sama, Calcalist melaporkan bahwa Israel telah mulai mengimpor senjata dan bahan mentah dari negara baru yang belum pernah memasok senjata dan bahan mentah tersebut sebelumnya.

Serbia juga tetap menjadi sekutu tetap Tel Aviv, yang menyediakan jembatan pertahanan udara ke Israel sejak pecahnya perang.

Sejak tanggal 7 Oktober hingga saat ini, dengan dukungan Amerika dan Eropa, tentara Israel masih terus melanjutkan agresi terhadap Jalur Gaza dan juga melakukan serangan di berbagai kawasan di Tepi Barat. Pesawat tempur Israel mengebom kawasan di sekitar rumah sakit, gedung, apartemen, dan rumah penduduk sipil Palestina. Israel juga mencegah dan memblokade masuknya air, makanan, obat-obatan, dan bahan bakar ke Jalur Gaza, di tengah bencana kelaparan yang semakin parah.

Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, pada Senin (08/07), mengumumkan bahwa jumlah korban jiwa akibat pemboman Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 lalu telah meningkat menjadi 88.481 orang dan 88.481 lainnya mengalami luka-luka, di mana mayoritas korban korban jiwa pemboman Israel adalah anak-anak dan perempuan.

Sementara itu, berdasarkan laporan pihak berwenang Jalur Gaza dan organisasi internasional, lebih dari 85 persen atau sekitar lebih 1,7 juta penduduk Palestina di Jalur Gaza terpaksa harus mengungsi setelah kehilangan tempat tinggal dan penghidupan akibat pemboman Israel.

(T.FJ/S: The Cradle)

leave a reply
Posting terakhir