Dr. Mostafa Al-Barghouti: Benjamin Netanyahu Gunakan “Darah Rakyat Palestina” untuk Pertahankan Kekuasaan

Dr. Mustafa Barghouti, seorang analis politik Palestina, mengkritik serangan Israel terhadap warga sipil dan paramedis Palestina sebagai pelanggaran hukum internasional. Netanyahu disorot karena memperpanjang konflik untuk kepentingan politiknya, sementara Amerika Serikat mendapat kecaman atas dukungannya terhadap Israel. Situasi ini menunjukkan eskalasi konflik yang berpotensi membahayakan stabilitas regional.

BY 4adminEdited Tue,16 Jul 2024,05:02 AM
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu

Doha, SPNA - Genosida berkepanjangan Israel terhadap Palestina kembali menyita perhatian setelah pernyataan kontroversial dari Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Netanyahu dikritik keras atas serangan brutal di kamp pengungsian Al-Mawasi, Khan Younis yang menumbalkan nyawa warga sipil Palestina dan petugas medis, yang jelas-jelas melanggar hukum internasional dan hukum kemanusiaan internasional.

 

Dr. Mustafa Barghouti, seorang analis politik senior Palestina, menegaskan bahwa Israel selalu mengklaim menargetkan pemimpin kelompok militan, namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa mereka hanya ingin menghabisi warga sipil.

 

“Bahkan jika benar ada pemimpin yang menjadi target, tidak ada pembenaran yang melegalkan serangan Israel terhadap kamp pengungsi dan membunuh warga sipil dan anak-anak dengan cara yang mengerikan,” ujarnya dalam wawancara dengan Aljazera, Senin (15/07/2024).

Untitled.jpg
Dr. Mustafa Barghouti dalam wawancara dengan Al jazeera, Senin (15/07/2024)

 

Sekjen Inisiatif Nasional Palestina (PNI) itu juga mengkritik serangan terhadap paramedis Palestina yang datang untuk membantu para korban, Ini adalah tindakan pembunuhan dan penghancuran yang tidak dapat diterima oleh hukum. Pernyataan Netanyahu bahwa perang harus dilanjutkan bertujuan untuk mempertahankan kekuasaannya di Israel.

 

“Petinggi Hamas Khalil al-Hayya sebelumnya menegaskan bahwa hambatan terbesar dalam mencapai kesepakatan adalah Netanyahu sendiri. Hamas telah menunjukkan fleksibilitas dan setuju pada beberapa amandemen yang diajukan oleh Israel, namun Netanyahu terus menolak dan malah menawarkan kesepakatan parsial yang tidak masuk akal.”

 

Netanyahu tidak ingin mencapai kesepakatan damai karena hal tersebut bisa berarti akhir dari karir politiknya. Dia siap melakukan kejahatan apa pun demi mempertahankan kekuasaan. Netanyahu mewakili tren fasis yang semakin dominan dalam politik Israel, tambah Calon Presiden Palestina tahun 2005 tersebut.

 

Di saat yang sama, Amerika Serikat berdiri melindungi Israel dari  kecaman global meskipun serangan terhadap warga sipil Palestina terus berlanjut. “Mengapa AS tidak mengutuk pembunuhan warga sipil Palestina? Mengapa hanya Palestina yang dikecam? Kami sepenuhnya menolak tindakan AS yang menyamakan antara pelaku kejahatan yaitu Israel dan korban,” tegas Dr. Mustafa.

 

Selain itu,  Barghouti menyatakan bahwa PM Israel Benyamin Netanyahu juga berusaha memperpanjang konflik ini untuk mengamankan posisinya menjelang pemilu dan berharap kemenangan mantan Presiden AS, Donald Trump. Namun, kondisi internal Israel menunjukkan tanda-tanda keretakan dan perpecahan internal.

 

“Kerugian manusia yang tidak dapat ditanggung, konfrontasi yang berkepanjangan, dan tekanan ekonomi yang kian memburuk dapat memaksa Netanyahu untuk mempertimbangkan kembali tindakannya,” tambah Barghouti.

 

Krisis ini tidak hanya berdampak pada hubungan internasional Israel, tetapi juga menimbulkan potensi reaksi dari berbagai pihak yang semakin muak dengan kebrutalan Israel yang seperti di atas hukum.

 

Peringatan dari analis menunjukkan bahwa eskalasi lebih lanjut hanya akan membawa dampak buruk bagi semua pihak yang terlibat, termasuk kemungkinan keterlibatan AS dalam konflik yang lebih luas di Timur Tengah. “Netanyahu mungkin berusaha membuka front baru dengan Lebanon dan memprovokasi konfrontasi dengan Iran, yang hanya akan memperburuk situasi,” jelas Dr. Mustafa.

 

Namun, tekanan dari keluarga tahanan Israel dan oposisi dalam negeri yang semakin kuat bisa menjadi faktor penentu dalam menghentikan agresi ini. “Jika terjadi pemberontakan internal di Israel dan aksi demo keluarga tahanan berubah menjadi aksi massal yang luas, Netanyahu mungkin terpaksa mempertimbangkan kesepakatan damai,” prediksi Dr. Mustafa.


Dengan ketegangan yang terus meningkat dan tanpa adanya solusi diplomatik yang terlihat, situasi di Gaza dan wilayah Palestina lainnya semakin kritis. Komunitas internasional diharapkan dapat mengambil langkah-langkah lebih tegas untuk mengakhiri genosida dan mendorong kedua belah pihak untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan.

 

(T.RS/S:Al jazeera)

leave a reply
Posting terakhir