Ramallah, SPNA - Lembaga pemantau pelanggaran digital Palestina, Sada Social Center, pada Senin (15/07/2024), memperingatkan konsekuensi dari keputusan perusahaan digital Amerika “Meta” untuk melarang postingan yang mengandung kata “Zionis” dari postingan di platform digitalnya, termasuk Facebook, Instagram, dan WhatsApp.
Sada Social menilai bahwa keputusan tersebut mengekspresikan upaya Meta untuk membentuk kembali makna dan kesetaraan antara konsep anti-Semitisme dan konsep anti-Zionisme.
“Perusahaan Meta mencoba menciptakan jalur baru dalam konteks kolonial dengan memodifikasi bentuk makna dan kosa kata agar memiliki konotasi baru dan menciptakan masyarakat digital unipolar yang mengecualikan suatu komunitas dengan mengorbankan komunitas lain. Ini akan meningkatkan konflik antar segmen (komunitas) yang berbeda,” kata Sada Social.
Sada Social menyatakan ketakutannya terhadap Keputusan pelarangan penyebutan “zionis” tersebut yang berkaitan dengan kompleksitas diskusi ideologis dan politik, serta kebingungan yang akan ditimbulkannya yang akan mengarah pada pelarangan konten yang masif dan beragam, meskipun konten tersebut tidak mengandung konten yang menghasut.
“Meningkatnya pelanggaran hak-hak digital Palestina dan upaya platform (Meta) untuk menciptakan arena yang berpihak pada narasi pihak pelaku kejahatan genosida dengan mengorbankan pihak yang menjadi korbannya. Ini juga upaya berkelanjutan dari platform (Meta) tersebut untuk memaksakan pendapat dan gagasan mereka serta berupaya menciptakan konsep-konsep baru yang memperkuat narasi kolonial (Israel),” sebut Sada Social.
Meta, perusahaan induk dari platform Facebook, Instagram, WhatsApp, dan Threads, mengumumkan dalam keputusan yang dikeluarkan pada Selasa (09/07), bahwa mereka akan menghapus setiap postingan yang memuat kata “zionis” di platformnya, karena kata tersebut mencakup ujarang yang “merendahkan kemanusiaan orang Yahudi atau Israel, atau mencakup ide-ide stereotip anti-Semit”.
Sejak tanggal 7 Oktober hingga saat ini, dengan dukungan Amerika dan Eropa, tentara Israel masih terus melanjutkan agresi terhadap Jalur Gaza dan juga melakukan serangan di berbagai kawasan di Tepi Barat. Pesawat tempur Israel mengebom kawasan di sekitar rumah sakit, gedung, apartemen, dan rumah penduduk sipil Palestina. Israel juga mencegah dan memblokade masuknya air, makanan, obat-obatan, dan bahan bakar ke Jalur Gaza, di tengah bencana kelaparan yang semakin parah.
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, pada Minggu (14/07), mengumumkan bahwa jumlah korban jiwa akibat pemboman Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 lalu telah meningkat menjadi 38.584 orang dan 88.881 lainnya mengalami luka-luka, di mana mayoritas korban korban jiwa pemboman Israel adalah anak-anak dan perempuan.
Sementara itu, berdasarkan laporan pihak berwenang Jalur Gaza dan organisasi internasional, sekitar 90 persen atau sekitar lebih 1,9 juta penduduk Palestina di Jalur Gaza terpaksa harus mengungsi setelah kehilangan tempat tinggal dan penghidupan akibat pemboman Israel.
(T.FJ/S: Palinfo)