Tel Aviv, SPNA - Parlemen Israel atau Knesset, sebagaimana dilansir RT Arabic, pada Rabu (17/07/2024), melakukan pemungutan suara untuk mengeluarkan resolusi yang menolak pembentukan Negara Palestina, di mana 68 anggota mendukung resolusi tersebut dan 9 anggota menentangnya.
Resolusi dengan suara mayoritas yang menolak pembentukan negara Palestina ini dilakukan menjelang kunjungan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, ke Amerika Serikat untuk berpidato di hadapan Kongres Amerika Serikat.
Partai-partai dari koalisi Netanyahu dan partai-partai ekstremis sayap kanan dari oposisi, termasuk partai State Camp yang dipimpin Benny Gantz, ikut mendukung resolusi tersebut. Sementara itu, salah satu tokoh ekstremis Israel, Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, mengatakan di Knesset, “Negara Palestina tidak dapat didirikan karena tidak ada bangsa Palestina”.
Resolusi tersebut menyatakan bahwa Knesset sangat menentang pembentukan negara Palestina di sebelah barat Sungai Yordan (di Tepi Barat) dan menganggap bahwa pembentukan negara Palestina di jantung tanah Israel akan merupakan ancaman nyata terhadap negara Israel dan warga negaranya.
Sebelumnya pada bulan Februari, Knesset mengeluarkan resolusi yang menolak pembentukan negara Palestina, akan tetapi mosi tersebut secara khusus membahas pembentukan negara tersebut secara sepihak tanpa persetujuan Israel.
Kali ini, tindakan tersebut memiliki isi yang lebih drastis, karena secara langsung menolak pembentukan negara Palestina, menolak hak penduduk Palestina untuk memiliki negara.
Sebelumnya, Wakil Perwakilan Rusia untuk PBB, Dmitry Polyansky, dalam Sidang Umum PBB pada Selasa (16/07) mengumumkan bahwa pembentukan negara Palestina merdeka merupakan syarat penting untuk mencapai perdamaian di Timur Tengah. Ia menambahkan bahwa Rusia selalu menyerukan proses negosiasi yang stabil berdasarkan hukum yang disepakati oleh PBB, yang harus mengarah pada “pembentukan negara Palestina yang berdaulat, hidup damai dan aman dengan Israel”.
“Secara jelas hal yang terjadi di Jalur Gaza membuktikan apa yang telah kami peringatkan selama bertahun-tahun, yaitu konfrontasi dan kekerasan besar akan terus berulang di wilayah tersebut sampai kita, melalui upaya bersama, dapat mengatasi penyebab utama konflik yang telah berlangsung selama bertahun-tahun ini, yaitu dengan mencapai tujuan pembentukan negara Palestina sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB dan Sidang Umum PBB,” kata Dmitry Polyansky.
Sejak tanggal 7 Oktober hingga saat ini, dengan dukungan Amerika dan Eropa, tentara Israel terus melanjutkan genosida penduduk Palestina di Jalur Gaza dan juga melakukan serangan di berbagai kawasan di Tepi Barat. Pesawat tempur Israel mengebom kawasan di sekitar rumah sakit, gedung, apartemen, dan rumah penduduk sipil Palestina. Israel juga mencegah dan memblokade masuknya air, makanan, obat-obatan, dan bahan bakar ke Jalur Gaza. Israel terus menerus melakukan kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional.
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, pada Rabu (17/07), mengumumkan bahwa jumlah korban jiwa akibat pemboman Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 lalu telah meningkat menjadi sekitar 38.794 orang dan 89.364 lainnya mengalami luka-luka, di mana mayoritas korban korban jiwa pemboman Israel adalah anak-anak dan perempuan.
Sementara itu, berdasarkan laporan pihak berwenang Jalur Gaza dan organisasi internasional, sekitar 90 persen atau sekitar 1,9 juta penduduk Palestina di Jalur Gaza terpaksa harus mengungsi setelah kehilangan tempat tinggal dan penghidupan akibat pemboman Israel.
(T.FJ/S: RT Arabic, Almayadeen)