Washington, SPNA - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pada Rabu (24/07/2024), menyampaikan pidato yang sangat dinanti-nantikannya di hadapan sidang gabungan Kongres Amerika Serikat dan menerima lebih dari 50 “Standing Ovation” (apresiasi dengan cara berdiri sambil bertepuk tangan) dari para anggota parlemen selama pidato selama satu jam, di mana ia mengulangi beberapa klaim yang tidak terbukti dan kebohongan langsung tentang genosida penduduk Palestina di Gaza.
Kebohongan utama yang diucapkannya adalah bahwa Israel telah “melampaui hal yang diwajibkan hukum internasional” untuk menghindari jatuhnya korban sipil di Gaza.
Di tengah “Standing Ovation” yang meriah, Netanyahu mengklaim bahwa selama kunjungan baru-baru ini ke kota paling selatan Gaza, Rafah, ia diberitahu oleh seorang komandan militer bahwa “praktis (tidak ada penduduk sipil yang meninggal), kecuali satu insiden di mana pecahan bom menghantam depot senjata Hamas dan secara tidak sengaja menewaskan puluhan orang”.
“Perang di Gaza memiliki salah satu rasio terendah antara kombatan dan non-kombatan dalam sejarah perang kota,” kata Netanyahu.
Faktanya, sebagaimana diungkapkan sejumlah kelompok hak asasi manusia dan PBB, Israel secara teratur mengabaikan hukum internasional dan secara langsung menargetkan penduduk sipil di Gaza, serta membuat lebih dari 90 persen penduduk Jalur Gaza dan memusnahkan seluruh kawasan.
Sejumlah tentara Israel dalam laporan baru-baru ini mengungkapkan bahwa tidak ada peraturan penembakan di dalam Jalur Gaza. Mereka menggambarkan sebagian besar kawasan Jalur Gaza tersebut sebagai “zona tembak bebas” tempat penduduk sipil dapat dibunuh tanpa konsekuensi hukum apa pun. Seorang dokter asal Amerika Serikat yang menjadi relawan di Gaza juga menuduh penembak jitu Israel secara sengaja menembak anak-anak Palestina.
Netanyahu juga membandingkan operasi gerakan perlawanan Palestina pada 7 Oktober 2023 dengan serangan 11 September di New York dan pemboman Pearl Harbor, menyebutnya sebagai “hari yang akan selalu diingat” dan saat “surga berubah menjadi neraka”.
“Monster-monster ini, mereka memperkosa wanita, memenggal kepala laki-laki, membakar bayi hidup-hidup, membunuh orang tua di depan anak-anak mereka dan anak-anak di depan orang tua mereka,” tuduh Netanyahu, disambut “Standing Ovation” meriah, meskipun tidak ada bukti yang mendukung tuduhan tersebut.
“Ini bukan benturan peradaban. Ini adalah bentrokan antara barbarisme dan peradaban. Agar kekuatan peradaban menang, Amerika dan Israel harus bersatu. Karena ketika kita bersatu, sesuatu yang sangat sederhana terjadi: Kita menang, mereka kalah,” kata Netanyahu kepada anggota parlemen Amerika Serikat.
Ia juga mengatakan bahwa kemenangan total melawan gerakan perlawanan Palestina khususnya Hamas adalah prasyarat perdamaian. Netanyahu memaparkan visinya pascaperang untuk Gaza yang melibatkan pasukan Israel yang mempertahankan kendali atas jalur tersebut. Ia kemudian mendesak para pejabat Amerika yang berkumpul untuk meningkatkan bantuan militer dan mengirimkannya lebih cepat.
“Mempercepat bantuan militer AS dapat mempercepat berakhirnya perang di Gaza dan membantu mencegah perang yang lebih luas di Timur Tengah. Berikan kami alatnya lebih cepat, dan kami akan menyelesaikan pekerjaan lebih cepat,” kata Netanyahu.
Saat ia berbicara, jet-jet tempur Israel masih terus menyerang puluhan target di seluruh Jalur Gaza, yang membunuh puluhan penduduk sipil Palestina yang mengungsi, termasuk anak-anak dan tidak punya tempat untuk lari.
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), pada hari Senin (22/07), memperingatkan dalam laporan situasi bahwa “hingga 22 Juli, hampir 83 persen tempat di Jalur Gaza telah ditempatkan di bawah perintah evakuasi atau ditetapkan sebagai ‘zona terlarang’ oleh militer Israel”.
"Perintah evakuasi yang sering dan serangan pemboman yang tiada henti terus menghancurkan sistem kesehatan Gaza dan membuat populasi yang terus mengungsi semakin sulit untuk mengakses layanan penting, khususnya orang-orang yang menderita penyakit kronis,” tulis laporan OCHA, bertepatan dengan merebaknya virus polio di Jalur Gaza yang telah hancur itu.
Kemudian dalam pidatonya, Netanyahu mengatakan bahwa Amerika dan Israel harus membentuk aliansi regional “untuk melawan pengaruh Iran”. Ia menggambarkan aliansi ini sebagai perpanjangan Perjanjian Abraham, serangkaian perjanjian normalisasi antara Israel dan negara-negara Arab.
“Saya punya nama untuk aliansi baru ini. Saya pikir kita harus menyebutnya Aliansi Abraham,” kata Netanyahu.
Perdana menteri Israel juga mengarahkan pandangannya kepada ribuan pengunjuk rasa yang berkumpul di luar gedung Capitol Amerika Serikat di Washington untuk menuntut agar Netanyahu ditangkap atas perannya dalam kejahatan perang yang tak terhitung jumlahnya yang dilakukan terhadap penduduk sipil Palestina.
“Hebatnya, banyak pengunjuk rasa anti-Israel, banyak yang memilih untuk mendukung kejahatan. Mereka mendukung Hamas. Mereka mendukung pemerkosa dan pembunuh. Mereka seharusnya malu pada diri mereka sendiri,” katanya, sambil menyebut pengunjuk rasa anti-genosida sebagai “orang-orang bodoh yang berguna bagi Iran.
Ia juga mengklaim bahwa Teheran mempromosikan dan mendanai protes anti-genosida di Amerika Serikat. “Sejauh yang kita tahu, Iran mendanai pengunjuk rasa anti-Israel” di luar Capitol saat ini,” klaim Netanyahu.
Saat Netanyahu berbicara, polisi Capitol menangkap beberapa kerabat tawanan Israel yang ditahan di Jalur Gaza karena “mengganggu” pidato tersebut. Mereka didakwa berdasarkan undang-undang Washington DC yang menjadikannya sebagai kejahatan untuk “berparade, berdemonstrasi, atau melakukan unjuk rasa di dalam salah satu Gedung Capitol”.
Di bagian lain pidatonya, Netanyahu mengkritik Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) dan jaksa Karim Khan, dengan menyebut tuduhan terhadap dirinya dan pemerintahnya yang menggunakan kelaparan sebagai senjata perang sebagai “rekayasa total”.
“Jika ada warga Palestina di Gaza yang tidak mendapatkan cukup makanan, itu bukan karena Israel menghalanginya. Melainkan karena Hamas mencurinya,” katanya.
Faktanya, pada minggu lalu, sejumlah LSM menuduh Israel secara sistematis menghalangi masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza, dengan menyoroti bahwa hanya 53 dari 115 misi bantuan kemanusiaan yang mereka rencanakan disetujui oleh Israel.
Sejumlah lembaga internasional mengecam “taktik blokade” Israel dan mengatakan bahwa “zona kemanusiaan” tempat sebagian besar penduduk Palestina di Jalur Gaza yang berjumlah 2,4 juta orang hidup dan mengungsi, kini telah menjadi “zona pertempuran aktif” dan “sangat tidak aman”.
Genosida Terus Berlanjut
Kekerasan dan pembunuhan yang dilakukan oleh tentara Israel di Tepi Barat, Palestina yang diduduki, telah meningkat sejak 7 Oktober 2023, dengan serangan pesawat nirawak seperti yang terjadi di Tulkarem dan pembunuhan seperti yang terjadi di Tubas semakin sering terjadi.
Menurut laporan Kementerian Kesehatan Palestina, sebanyak 589 penduduk Palestina telah dibunuh oleh tentara penjajah Israel di Tepi Barat sejak 7 Oktober, termasuk 142 anak-anak.
Sejak tanggal 7 Oktober hingga saat ini, dengan dukungan Amerika dan Eropa, tentara Israel terus melanjutkan genosida penduduk Palestina di Jalur Gaza dan juga melakukan serangan di berbagai kawasan di Tepi Barat. Pesawat tempur Israel mengebom kawasan di sekitar rumah sakit, gedung, apartemen, dan rumah penduduk sipil Palestina. Israel juga mencegah dan memblokade masuknya air, makanan, obat-obatan, dan bahan bakar ke Jalur Gaza.
Israel terus menerus melakukan kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional. Penduduk Palestina di Jalur Gaza hidup dalam kondisi kemanusiaan dan Kesehatan yang memprihatinkan.
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, pada Kamis (25/07), mengumumkan bahwa jumlah korban jiwa akibat pemboman Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 lalu telah meningkat menjadi sekitar 39.157 orang dan 90.403 lainnya mengalami luka-luka, di mana mayoritas korban korban jiwa pemboman Israel adalah anak-anak dan perempuan.
Sementara itu, berdasarkan laporan pihak berwenang Jalur Gaza dan organisasi internasional, sekitar 90 persen atau sekitar 1,9 juta penduduk Palestina di Jalur Gaza terpaksa harus mengungsi setelah kehilangan tempat tinggal dan penghidupan akibat pemboman Israel.
(T.FJ/S: The Cradle, Palinfo)