Amerika Beri Netanyahu Dukungan Penuh Berperang di Lebanon

Tentara Israel bersiap untuk manuver darat besar-besaran di Lebanon dan memperingatkan: Setiap penundaan akan menguntungkan Hizbullah jika ada kemajuan dalam negosiasi pembebasan sandera. Tentara Israel telah mengirimkan sinyal kepada pemerintah bahwa kami berada di puncak persiapan untuk perang di utara, dan sekarang adalah waktu yang tepat,” kata Amir Bohbot, editor militer dan analis pertahanan senior untuk media Walla.

BY 4adminEdited Sun,28 Jul 2024,02:51 AM
Petugas pemadam kebakaran Israel bekerja memadamkan api setelah serangan roket dari Lebanon, di tengah meningkatnya operasi saling serang lintas batas yang sedang berlangsung antara Hizbullah dan Israel, di dekat perbatasan di sisi Israel, 13 Juni 2024.

Washington, SPNA - Mantan pejabat intelijen dan keamanan Israel, Yuval Malka, pada Kamis (25/07/2024), mengatakan bahwa Washington telah memberikan “lampu hijau” untuk perang yang lebih luas di Lebanon.

“Menurut informasi yang saya terima dari delegasi dan apa yang saya ketahui, Netanyahu telah menerima legitimasi penuh di Amerika Serikat untuk melancarkan perang di Lebanon,” kata Malka kepada Channel 14 Israel, yang dikutip The Cradle.

“Ketika ia (Netanyahu) tiba di negara (Israel), ia diharapkan menuju Al-Bur' di Al-Kiryah, dan dari sana ia akan memulai perang di Lebanon,” tambahnya, mengacu pada kompleks militer yang menampung markas besar berbagai korps tentara Israel.

Netanyahu mengunjungi Washington dalam pekan ini untuk berpidato di Kongres dan berbicara dengan para pejabat Amerika Serikat.

Seorang analis pertahanan untuk media Israel, Amir Bohbot, menyebut bahwa tentara Israel dilaporkan telah memberi isyarat kepada pemerintah bahwa waktunya sudah tepat untuk memperluas perang melawan Lebanon.

“Tentara Israel bersiap untuk manuver darat besar-besaran di Lebanon dan memperingatkan: Setiap penundaan akan menguntungkan Hizbullah jika ada kemajuan dalam negosiasi pembebasan sandera. Tentara Israel telah mengirimkan sinyal kepada pemerintah bahwa kami berada di puncak persiapan untuk perang di utara, dan sekarang adalah waktu yang tepat,” kata Amir Bohbot, editor militer dan analis pertahanan senior untuk media Walla.

Amir Bohbot menyebut bahwa penundaan invasi darat selama satu atau dua tahun lagi akan mengarah pada rehabilitasi Hizbullah dan semua pihak gerakan perlawanan. Ia menilai bahwa pencapaian tentara Israel akan sia-sia jika kehilangan momentum. Hizbullah akan kesulitan meluncurkan operasi melawan Israel tanpa dua komandan divisi (yang baru-baru ini dibunuh oleh Israel).

Meskipun Amir Bohbot berkomentar demikian, surat kabar Maariv melaporkan pada hari Rabu (24/07), bahwa tentara Israel mulai kehilangan kesiapannya untuk melancarkan perang habis-habisan melawan Lebanon dan Hizbullah karena pasukannya telah kelelahan setelah hampir 300 hari bertempur di Jalur Gaza.

Hizbullah merilis video episode ketiga dari seri “Hoopoe” pada tanggal 24 Juli, yang memperlihatkan rekaman drone terbaru yang menampilkan Pangkalan Udara Ramat David yang strategis serta beberapa lokasi penting lainnya yang dapat diserang jika terjadi perang habis-habisan dengan Israel.

Gerakan perlawanan Lebanon baru-baru ini menyerang permukiman ilegal baru Israel yang sebelumnya tidak menjadi sasaran sebagai respons atas pembunuhan dan serangan Israel yang membabi buta di selatan Lebanon. Pemimpin Hizbullah, Sayyed Hassan Nasrallah, telah memperingatkan Israel bahwa mereka siap untuk berperang “tanpa batas, aturan, atau pengekangan” jika perang skala besar dilancarkan terhadap Lebanon.

Dalam pidato pada 17 Juli, Sayyed Hasan Nasrallah menanggapi meningkatnya ancaman Israel terhadap Lebanon dan laporan media Israel baru-baru ini yang menyebut bahwa tentara Israel mengalami kondisi kekurangan tank akibat perang di Jalur Gaza. Ia mengatakan, “Jika tank Anda datang ke Lebanon dan wilayah selatan (Lebanon), Anda tidak akan kekurangan tank karena Anda tidak akan memiliki tank yang tersisa (semua akan dihancurkan)”.

Hizbullah secara bertahap meningkatkan operasi militer hariannya terhadap situs militer dan permukiman Israel sejak 7 Oktober. Gerakan ini membuka front melawan Israel pada tanggal 8 Oktober, satu hari setelah dimulainya Operasi Badai Al-Aqsha yang dilakukan pejuang Palestina di Jalur Gaza. Operasi Hizbullah dilakukan dalam rangka mendukung penduduk dan pejuang Palestina yang sedang berjuang melawan penjajahan Israel.

Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hassan Nasrallah dan Wakil Sekretaris Jenderal Jendra, Naim Qassem, beberapa kali menegaskan bahwa operasi Hizbullah tidak akan berhenti sampai Israel menghentikan perang genosida di Jalur Gaza.

Sejak tanggal 7 Oktober hingga saat ini, dengan dukungan Amerika dan Eropa, tentara Israel terus melanjutkan genosida penduduk Palestina di Jalur Gaza dan juga melakukan serangan di berbagai kawasan di Tepi Barat. Pesawat tempur Israel mengebom kawasan di sekitar rumah sakit, gedung, apartemen, dan rumah penduduk sipil Palestina. Israel juga mencegah dan memblokade masuknya air, makanan, obat-obatan, dan bahan bakar ke Jalur Gaza.

Israel terus menerus melakukan kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional. Penduduk Palestina di Jalur Gaza hidup dalam kondisi kemanusiaan dan Kesehatan yang memprihatinkan.

Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, pada Kamis (25/07), mengumumkan bahwa jumlah korban jiwa akibat pemboman Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 lalu telah meningkat menjadi sekitar 39.157 orang dan 90.403 lainnya mengalami luka-luka, di mana mayoritas korban korban jiwa pemboman Israel adalah anak-anak dan perempuan.

Sementara itu, berdasarkan laporan pihak berwenang Jalur Gaza dan organisasi internasional, sekitar 90 persen atau sekitar 1,9 juta penduduk Palestina di Jalur Gaza terpaksa harus mengungsi setelah kehilangan tempat tinggal dan penghidupan akibat pemboman Israel.

(T.FJ/S: The Cradle, Palinfo)

leave a reply
Posting terakhir
Kekerasan pemukim ilegal Israel di Tepi Barat.

Israel Beri Pemukim Ekstremis Kendali “Penuh” atas Tepi Barat yang Diduduki

Avi Bluth mendorong pelaksanaan Operasi Break The Wave pada tahun 2022, di mana tentara Israel membunuh 149 penduduk sipil Palestina di Tepi Barat dan menculik 2.000 lainnya dalam serangkaian penggerebekan. Ia juga tokoh dalam Operasi Bayit Vagan pada bulan Juli 2023, di mana tentara Israel melakukan serangan besar-besaran terhadap Jenin, yang membunuh 12 penduduk sipil Palestina dan meninggalkan kehancuran yang luas setelahnya.