Euro-Med Monitor: Sekitar 10 Persen Penduduk Palestina di Jalur Gaza Meninggal Dunia, Terluka, atau Hilang Akibat Genosida Israel

Sementara itu, lebih dari sekitar 100.000 orang lainnya mengalami luka-luka. Mayoritas korban ini adalah penduduk sipil, dan kebanyakan adalah perempuan dan anak-anak. Sementara sekitar 3.000 penduduk Palestina lainnya menghilang begitu saja setelah ditangkap oleh tentara penjajah Israel dari Jalur Gaza, dan nasib mereka masih belum diketahui.

BY 4adminEdited Mon,29 Jul 2024,06:40 PM

Gaza, SPNA - Sekitar 10 persen penduduk Palestina di Jalur Gaza, sebagaimana dilaporkan lembaga pemantau HAM internasional, Euro-Med Monitor, pada Kamis (25/07/2024), telah meninggal dunia, terluka, atau hilang akibat genosida selama 293 hari yang dilakukan oleh Israel di Jalur Gaza, yang telah berlangsung sejak 7 Oktober 2023.

Statistik awal Euro-Med Monitor menunjukkan bahwa sekitar 50.000 penduduk Palestina telah meninggal dunia. Jumlah ini termasuk korban hilang yang dilaporkan terjebak di bawah reruntuhan bangunan yang hancur, atau yang jasadnya tergeletak di jalan atau di daerah perbatasan yang telah hancur total, sehingga tidak dapat ditemukan.

Sementara itu, lebih dari sekitar 100.000 orang lainnya mengalami luka-luka. Mayoritas korban ini adalah penduduk sipil, dan kebanyakan adalah perempuan dan anak-anak. Sementara sekitar 3.000 penduduk Palestina lainnya menghilang begitu saja setelah ditangkap oleh tentara penjajah Israel dari Jalur Gaza, dan nasib mereka masih belum diketahui.

Perkiraan yang diberikan oleh Euro-Med Monitor didasarkan pada data dan statistik yang dikumpulkan oleh tim lapangan di kawasan dan kamp pengungsi yang terletak di Jalur Gaza, serta dari sejumlah informasi yang diterima dari otoritas dan lembaga terkait, termasuk beberapa rumah sakit dan tim medis.

Data-data tersebut menunjukkan bahwa sedikitnya 51.000 orang telah meninggal dunia akibat serangan pemboman tiada henti, blokade Israel terhadap seluruh Jalur Gaza, penolakan perawatan medis, hancurnya sistem kesehatan karena serangan dan blokade Israel, layanan ambulans yang tidak memadai, dan sangat kurangnya obat-obatan dasar, terutama bagi pasien dengan penyakit kronis dan kanker, larangan ke luar Jalur Gaza untuk berobat, dan banyaknya penyebaran penyakit menular dan epidemi.

Dengan demikian, tingkat kematian alami meningkat dari perkiraan 3,5 per 1.000 orang sebelum genosida menjadi 22 per 1.000 orang selama genosida Israel terhadap penduduk Palestina di Jalur Gaza.

Jumlah tempat tidur yang tersedia di rumah sakit yang beroperasi dan rumah sakit lapangan di seluruh Jalur Gaza turun menjadi kurang dari 1.500, yang tidak cukup untuk mengakomodasi kebutuhan lebih dari dua juta orang. Ini berbeda dengan 3.500 tempat tidur yang tersedia sebelum 7 Oktober.

Kelangkaan pasokan dan peralatan medis memperburuk kondisi kesehatan, yang diperparah dengan penghancuran rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang terus-menerus, sistematis, dan meluas oleh tentara Israel. Selain itu, terjadi peningkatan nyata jumlah korban luka dan sakit, yang mengakibatkan respons medis yang lemah dan komplikasi kesehatan yang serius bagi mereka, serta kasus kematian yang dapat dihindari di antara para lansia.

Kurangnya air bersih, kepadatan penduduk yang ekstrem, kerusakan infrastruktur sanitasi, penumpukan limbah, kelangkaan persediaan alat dan sarana kebersihan serta sterilisasi, dan evakuasi paksa yang sering terjadi, semuanya berkontribusi terhadap penyebaran penyakit menular yang cepat. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tercatat 990.000 kasus infeksi saluran pernapasan akut, dengan catatan 574.000 kasus diare berair akut, 107.000 sindrom penyakit kuning, dan 12.000 diare berdarah, hingga 7 Juli 2024, dengan jumlah infeksi sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi.

Ruam dan infeksi kulit, terutama di kalangan anak-anak, juga meningkat. Tren ini berkorelasi dengan penurunan tingkat vaksinasi rutin dan peluang lebih tinggi terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin seperti virus polio, yang baru-baru ini ditemukan ada di air limbah Jalur Gaza.

Sejak Israel memulai genosidanya lebih dari 10 bulan lalu, orang-orang yang tinggal di Jalur Gaza telah mengalami pemboman terus-menerus; penembakan tank; penghancuran rumah dan properti sipil lainnya secara sengaja, sistematis, dan massif. Israel menghancurkan infrastruktur-infrastruktur penting dan menyerang tempat penampungan pengungsi dan tenda darurat bagi para pengungsi.

Israel terus melakukan genosida terhadap penduduk sipil di Palestina, dengan tujuan membasmi dan menghancurkan mereka dengan segala cara yang memungkinkan, termasuk menciptakan krisis kelaparan, menolak perawatan medis dan bantuan kemanusiaan, evakuasi sistematis, penyiksaan, dan penerapan kondisi kehidupan yang pada akhirnya akan menyebabkan kehancuran.

Serangan militer Israel yang ganas telah menyebabkan lebih dari 70 persen bangunan di Jalur Gaza hancur atau rusak parah, memaksa lebih dari dua juta penduduk Palestina (dari sekitar 2,3 juta) untuk mengungsi. Mayoritas orang-orang ini telah dipaksa mengungsi beberapa kali, membuat mereka tinggal di tenda-tenda penampungan sementara yang kotor dan tidak nyaman yang rentan terhadap cuaca, dan membuat mereka sangat rentan terhadap penyakit menular yang menyebar dengan cepat di daerah yang padat penduduk.

Kesulitan yang dihadapi oleh ratusan ribu orang yang mengungsi secara paksa di Jalur Gaza sangat ekstrem. Hal ini khususnya terjadi di dalam pusat penampungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang sangat padat, di mana hingga lima atau enam keluarga berdesakan dalam satu ruang, dan bahaya luar biasa akibat serangan militer Israel yang sering terjadi pada fasilitas-fasilitas ini, kerusakan yang ditimbulkannya, dan potensi kontaminasi dari persenjataan peledak.

Hal ini ditambah dengan kurangnya sarana dan prasarana untuk membuat tempat penampungan yang memadai, kekurangan air minum, dan masalah penyimpanan, ditambah memburuknya kondisi sanitasi yang mengakibatkan air limbah merembes ke jalan-jalan di banyak lokasi pengungsian. Selain itu, keluarga-keluarga pengungsi sering kali terpaksa bergantung pada air yang sangat asin untuk minum, dan menghadapi kurangnya kebersihan pribadi karena tidak adanya privasi, ruang pribadi, air, dan perlengkapan kebersihan.

Panas yang menyengat dan penumpukan limbah padat juga menarik serangga seperti nyamuk. Masyarakat sering membakar tumpukan sampah dalam upaya menghentikan penyebaran serangga dan penyakit, tetapi pelepasan asap beracun menimbulkan risiko kesehatan tambahan.

Lebih jauh lagi, banyak sekali krisis pangan yang terjadi sebagai akibat dari upaya Israel yang terus-menerus menghalangi masuknya pasokan bantuan kemanusiaan. Selain kurangnya susu formula bayi, sedikitnya tes yang tersedia untuk mengidentifikasi kekurangan gizi, dan distribusi suplemen gizi yang tidak merata, para perempuan berjuang untuk menyusui bayi mereka akibat dari trauma psikologis, stres, dan kekurangan gizi.

Sebagai bentuk pembalasan dan hukuman kolektif terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza, Israel terus-menerus menargetkan penduduk sipil, objek sipil, dan pusat penampungan yang ditandai sebagai zona aman dalam upaya untuk menimbulkan sebanyak mungkin korban.

Hal ini merupakan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan berdasarkan Statuta Roma, Mahkamah Pidana Internasional, serta pelanggaran hukum humaniter internasional dan Konvensi Jenewa 1949.

Lembaga pemantau HAM internasional, Euro-Med Monitor, menyebut bahwa jaminan kesehatan dan martabat penduduk melalui akses terhadap air dan sanitasi merupakan hak asasi manusia yang mendasar yang telah memperoleh pengakuan internasional.

Namun, pemberian hak ini kepada penduduk Palestina di Jalur Gaza akan memerlukan penghentian genosida Israel dan pencabutan blokade. Penundaan akan menyebabkan semua kawasan di Jalur Gaza runtuh total, atau menimbulkan biaya lebih besar dalam hal nyawa dan kesehatan penduduk sipil.

Euro-Med Monitor menyebut bahwa masyarakat internasional bertanggung jawab untuk memastikan bahwa bantuan kemanusiaan mencapai Jalur Gaza, termasuk bagian utara, secara tepat waktu, aman, dan efisien. Bantuan ini harus mencakup semua bahan makanan pokok dan barang-barang non-makanan yang dibutuhkan untuk mengatasi keadaan buruk yang dialami seluruh penduduk Jalur tersebut.

Tekanan harus diberikan kepada Israel untuk membuka kembali jaringan pipa utama yang biasanya memasok air ke Jalur Gaza, khususnya yang memasuki bagian utara Jalur Gaza, serta untuk menjamin keselamatan teknisi yang perlu memperbaiki dan memulihkan saluran air dan berbagai sumbernya sambil juga memelihara fasilitas dan layanan sanitasi.

Tekanan juga harus diberikan kepada Israel untuk memastikan bahwa bahan bakar yang diimpor cukup untuk menjalankan infrastruktur air dan sanitasi di Jalur Gaza, yang meliputi stasiun, pabrik desalinasi air, sumur air, dan siklus air bergerak, dan untuk memfasilitasi masuknya pasokan yang diperlukan untuk pekerjaan perbaikan dan rehabilitasi pada infrastruktur tersebut. Layanan ini penting bagi penduduk sipil di Jalur Gaza, dan melindungi mereka dari risiko bencana kesehatan.

Gencatan senjata segera dan mendesak di Jalur Gaza sangat dibutuhkan dan cukup penting, serta harus disertai dengan langkah-langkah yang dirancang untuk memungkinkan distribusi pasokan medis, makanan, air bersih, dan sumber daya lainnya untuk memenuhi kebutuhan dasar kemanusiaan masyarakat.

Semua negara harus memenuhi kewajiban internasional dengan memastikan Israel patuh terhadap aturan hukum internasional dan keputusan Mahkamah Internasional, memberlakukan sanksi yang kuat terhadap Israel, dan memutuskan semua dukungan dan kerja sama politik, keuangan, dan militer dengannya. Ini harus mencakup penghentian segera transfer senjata ke Israel, termasuk izin ekspor dan bantuan militer.

Negara-negara yang menyediakan senjata, teknologi militer, dan bentuk dukungan lain kepada Israel, meskipun diduga mengetahui bahwa dukungan ini digunakan untuk melakukan kejahatan internasional terhadap Palestina, harus bertanggung jawab atas kejahatan yang telah dilakukan di Jalur Gaza, termasuk genosida.

Sejak tanggal 7 Oktober hingga saat ini, dengan dukungan Amerika dan Eropa, tentara Israel terus melanjutkan genosida penduduk Palestina di Jalur Gaza dan juga melakukan serangan di berbagai kawasan di Tepi Barat. Pesawat tempur Israel mengebom kawasan di sekitar rumah sakit, gedung, apartemen, dan rumah penduduk sipil Palestina. Israel juga mencegah dan memblokade masuknya air, makanan, obat-obatan, dan bahan bakar ke Jalur Gaza.

Israel terus menerus melakukan kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional. Penduduk Palestina di Jalur Gaza hidup dalam kondisi kemanusiaan dan Kesehatan yang memprihatinkan.

Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, pada Minggu (28/07), mengumumkan bahwa jumlah korban jiwa akibat pemboman Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 lalu telah meningkat menjadi sekitar 39.324 orang dan 90.830 lainnya mengalami luka-luka, di mana mayoritas korban korban jiwa pemboman Israel adalah anak-anak dan perempuan.

Sementara itu, berdasarkan laporan pihak berwenang Jalur Gaza dan organisasi internasional, sekitar 90 persen atau sekitar 1,9 juta penduduk Palestina di Jalur Gaza terpaksa harus mengungsi setelah kehilangan tempat tinggal dan penghidupan akibat pemboman Israel.

(T.FJ/S: Euro-Med Monitor, Palinfo)

leave a reply
Posting terakhir