Gaza, SPNA - Israel, pada subuh Sabtu (10/08/2024), mengebomsekolah Al-Tabi’een, yang penuh pengungsi di Al-Daraj, Kota Gaza. Lebih 100 penduduk Palestina dibunuh Israel, di mana sebagian sedang melaksanakan salat Subuh.
Sabtu pagi, Pertahanan Sipil Gaza mengumumkan bahwa sekitar 100 orang meninggal dunia dan puluhan lainnya mengalami luka-luka. Namun, koresponden RT Arabic mengkonfirmasi bahwa jumlah korban jiwa telah meningkat menjadi 125 orang, dalam jumlah tak terhingga yang kemungkinan akan terus bertambah seiring dengan ditemukannya sisa-sisa korban lainnya.
Juru bicara Pertahanan Sipil di Jalur Gaza, Mahmoud Basal, menyebut bahwa Israel telah melakukan pengeboman terhadap 13 pusat penampungan pengungsi, tempat penduduk Palestina yang mengungsi mencari perlindungan di Jalur Gaza selama Agustus 2024 ini.
Juru bicara Pertahanan Sipil di Jalur Gaza melaporkan bahwa serangan Israel terhadap sekolah tersebut menyebabkan lebih dari 100 orang meninggal dunia dalam pengeboman Israel yang menggunakan tiga rudal.
Dalam konferensi pers, Mahmoud Basal, mengatakan serangan terbaru pengeboman Israel terhadap sekolah Al-Tabi'een menghantam dua lantai. Lantai satu yang diperuntukkan bagi Perempuan dan lantai lainnya yang berfungsi sebagai ruang salat bagi penduduk sipil yang mengungsi.
Tentara Israel menuding bahwa sekolah tersebut diserang karena digunakan sebagai markas komando militer pejuang Palestina yang ditempatkan di dalam Sekolah Al-Tabi’een, yang terletak di sebelah masjid di kawasan Al-Daraj dan Al-Tuffah dan digunakan sebagai tempat berlindung bagi warga kota. Israel menyatakan menggunakan bom khusus untuk meminimalisir korban jiwa di antara penduduk sipil.
Pihak Palestina menyebut bahwa tuduhan seperti itu terus dibuat-buat Israel demi terus membunuh penduduk sipil tak bersalah di Jalur Gaza.
Anggota Biro Politik Hamas, Izzat Al-Risheq, menegaskan bahwa pembantaian yang dilakukan ketika salat subuh di Sekolah Al-Tabi'een di Gaza dan tentara Israel yang sengaja menargetkan kerumunan jemaah salat dan penduduk sipil adalah kejahatan genosida.
“Israel berbohong lagi dan menciptakan dalih dan tuduhan konyol untuk menargetkan penduduk sipil, sekolah, rumah sakit, dan tenda-tenda pengungsian, yang semuanya merupakan dalih dan kebohongan terang-terangan untuk membenarkan kejahatan mereka,” kata Izzat Al-Risheq.
Izzat Al-Risheq menunjukkan bahwa tidak ada pejuang Palestina apalagi tuduhan yang menyebut bahwa pejuang Palestina menggunakan sekolah dan tempat sipil sebagai markas militer.
“Ada kebijakan yang sudah terbukti dan ketat yang diikuti oleh pejuang (Palestina) dari semua faksi adalah bahwa tidak boleh hadir di kalangan penduduk sipil untuk menghindari sasaran mereka,” kata Izzat Al-Risheq.
Izzat Al-Risheq juga menyebut bahwa pernyataan Israel yang mengatakan menggunakan cara-cara untuk mengurangi korban sipil adalah sebuah kebohongan lainnya.
“Bahwa mereka menggunakan senjata cerdas untuk melakukan pemboman, merupakan penghinaan terhadap pikiran dunia. Semua dari 100 syuhada tersebut dan puluhan orang yang terluka adalah penduduk sipil. Tidak ada satu pun pejuang di antara mereka,” kata Izzat Al-Risheq.
Sementara itu, Pertahanan Sipil Gaza melaporkan bahwa setelah pengeboman di Sekolah Al-Tabi’een, banyak ditemukan jenazah yang hancur dan terbakar. Petugas Pertahanan Sipil berusaha mengendalikan api untuk mengambil jenazah dan menyelamatkan korban luka-luka.
Kantor media pemerintah Palestina di Jalur Gaza mengecam keras tindakan Israel atas pembantaian mengerikan ini dan meminta lembaga internasional untuk memberikan tekanan kepada Israel untuk menghentikan kejahatan genosida dan pembersihan etnis terhadap penduduk sipil dan pengungsi di Jalur Gaza.
Taktik Genosida Israel
Kantor Media Pemerintah di Jalur Gaza mengatakan bahwa tentara Israel secara langsung menyerang penduduk sipil yang mengungsi saat melaksanakan salat subuh. Meskipun ada seruan pada hari Kamis (08/08), dari para mediator, termasuk Mesir, AS, dan Qatar, untuk menghentikan permusuhan demi mencapai gencatan senjata dan perjanjian pertukaran sandera, Israel tetap melanjutkan serangan mematikannya di Jalur Gaza.
Sementara itu, analis politik Timur Tengah, Elijah J. Magnier, menyebutkan bahwa Israel dengan sengaja membunuh penduduk sipil selama proses negosiasi gencatan senjata untuk memaksa pihak lain menyerah menggunakan taktik “diplomasi koersil” atau “kekerasan strategis”.
“Itulah sebabnya Netanyahu memerintahkan pasukannya untuk membunuh 30-100 penduduk sipil Palestina setiap hari, berdasarkan pengamatan dan pembantaian harian,” kata Elijah J. Magnier.
Genosida Terus Berlanjut
Sejak tanggal 7 Oktober hingga saat ini, dengan dukungan Amerika dan Eropa, tentara Israel terus melanjutkan genosida penduduk Palestina di Jalur Gaza dan juga melakukan serangan di berbagai kawasan di Tepi Barat. Pesawat tempur Israel mengebom kawasan di sekitar rumah sakit, gedung, apartemen, dan rumah penduduk sipil Palestina. Israel juga mencegah dan memblokade masuknya air, makanan, obat-obatan, dan bahan bakar ke Jalur Gaza.
Israel terus menerus melakukan kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional. Penduduk Palestina di Jalur Gaza hidup dalam kondisi kemanusiaan dan Kesehatan yang memprihatinkan.
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, pada Sabtu (10/08), mengumumkan bahwa jumlah korban jiwa akibat pengeboman Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 lalu telah meningkat menjadi sekitar 39.790 orang dan 91.702 lainnya mengalami luka-luka, di mana mayoritas korban korban jiwa pengeboman Israel adalah anak-anak dan perempuan. Lebih 10.000 orang dinyatakan hilang, di tengah kerusakan besar-besaran pada bidang kesehatan dan infrastruktur, serta krisis kelaparan yang merenggut nyawa puluhan anak-anak.
Sementara itu, kekejaman Israel juga meningkat di Tepi Barat termasuk Yerusalem timur, di mana 606 penduduk Palestina dibunuh Israel, termasuk 140 anak-anak, sejak 7 Oktober 2023.
Berdasarkan laporan pihak berwenang Jalur Gaza dan organisasi internasional, sekitar 90 persen atau sekitar 1,9 juta penduduk Palestina di Jalur Gaza terpaksa harus mengungsi setelah kehilangan tempat tinggal dan penghidupan akibat pengeboman Israel.
(T.FJ/S: RT Arabic, Palinfo)